Follow ig @ceritadea07 ^^
Agar kalian bisa tahu kapan NYK up!
_💜💛💜_
Sheyla dan Alex berjalan menuju gerbang depan. Langkah mereka terhenti saat melihat Lingga, Rijul, dan Doni mengerumuni seseorang sambil berbicara kasar.
Bugh
Bugh
Melihat kekerasan mulai terjadi, Sheyla membuang tasnya ke sembarang arah dan mendekati mereka bertiga. Mendorong Lingga kasar sebelum Lingga kembali memberikan pukulan. Matanya terbelalak saat melihat keadaan Ankaa yang sudah tidak karuan.
Alex yang melihat itu segera membantu Ankaa berdiri.
Sheyla mendekati Lingga. "Masih belum puas ngebully orang?!"
Lingga tertawa renyah. "Kayak situ nggak pernah aja," kata Lingga kembali mengangkat masa lalunya.
Sheyla sedang malas berdebat, karena hari ini adalah hari yang melelahkan. Tangannya juga sudah pegal, karena terus-terusan memukul drum. Ia memutuskan menghampiri Alex dan Ankaa yang berada di bawah pohon.
"Gue dah bilang sama lo! Kalau diserang, serang balik!"
"Woi, La. Lo kok ingin banget menciptakan war," ucap Alex meringis.
"Tontonan gratis, Lex! Genre Action favorit gue."
Alex geleng-geleng.
"Makasih sudah membantu. Saya permisi," pamit Ankaa beranjak pergi.
"Eh cowok!" panggil Sheyla kepada Ankaa. "Gerbang di situ bukan di sana."
"Toilet," kata Ankaa lalu meninggalkan Alex dan Sheyla.
Tatapan Sheyla dan Alex masih tidak lepas dari Ankaa. Mereka terdiam dengan pikiran masing-masing.
"Apalah daya gue yang nggak punya otak ini. Gue ke toilet bawa bedak, lah dia bawa buku setumpuk."
"Orang pintar mah beda. Mau tahu rahasia jadi pintar?" balas Alex.
"Apa?"
"Minum tolak angin." Mendengar itu, Sheyla mendengus.
Tiba-tiba ada dua orang yang berlari mendatangi mereka. Iron dan Aron.
"Hai!" sapa mereka bersamaan.
"Saya Iron dan ini adik saya Aron," ucap Iron berlagak seperti pemeran Upin.
"Ck, TTP!" peringat Sheyla tidak suka basa-basi.
Aron berkerut. "TTP?"
"Teknik tikung pacar!" jawab asal Sheyla.
"Mak Iron angkat peti. Si teteh lagi patah hati?"
"To the point, Kambing!" geram Sheyla menghentakkan kakinya.
Iron dan Aron dengan kompaknya ber-oh ria. "Ada yang melihat kakak sepupu kita nggak? Namanya Ankaa. A-nya dua." tanya Aron.
"Tadi dia ke sana," jawab Alex sambil mengambil botol minum.
"Jadi cowok harus berani tanggung jawab. Sebelum memanggil cewek dengan sayang. Terima kasih telah menjawab. Iron dan Aron sangat senang." ucap Iron dan Aron kembali berpantun.
"Pacar si Sheyla bejibun. Anak Dirgantara makin aktif ya, Bun," balas Alex tertawa kecil.
Sheyla mengambil tas yang terdampar di tanah, lalu menyandangnya. "Lex, gue ke toilet. Lo kalau mau pulang, pulang aja."
"Ngoghey! Jangan lupa ayamnya ya," peringat Alex dengan telunjuknya yang menunjuk-nunjuk wajah Sheyla.
...
"Gini loh, Om, gue maunya diantar ke rumah teman gue bukan ke rumah gue," kata Sheyla di depan toilet.
Panggilan telepon dari peternak ayam itu membuat Sheyla tidak jadi buang air kecil.
"Iya mbak. Bilang kek daritadi."
Dosa apa gue sampai berurusan dengan ini! Batin Sheyla berusaha sabar.
"Dari satu abad yang lalu gue sudah bilang, Om, astagfirullah!"
"Sip."
Tut
Sheyla menatap layar dengan panggilan yang sudah diputus oleh peternak ayam itu. Ia mengelus dadanya.
Kresek
Kresek
Telinga Sheyla mengarah ke sumber suara. Kakinya melangkah menuju belakang toilet laki-laki. Kemudian, menemukan cowok yang membelakanginya sedang mengeluarkan sekantong plastik. Naluri kengintahuan Sheyla muncul, ia bersembunyi di balik tembok dan mengintip.
"Ankaa bukan ya?" Tanyanya pada dirinya sendiri.
Mata Sheyla terbuka lebar melihat tangan cowok itu menarik rambut, lalu rambutnya terlepas begitu saja.
"Eh tuyul!" Kaget Sheyla sudah membayangkan cowok itu botak. Ya, yang dilepas adalah rambut palsu.
Ia bernapas lega saat melihat cowok itu ternyata mempunyai rambut. Namun ... ada yang aneh, bukan?
"Sumpah demi apa itu rambut keren banget!" cicit Sheyla.
Cowok itu menarik rambut depan ke belakang dengan sela jemarinya. Mata Sheyla sudah terhipnotis oleh rambut cowok itu, sehingga ia tidak menyadari bahwa cowok itu lama kelamaan menghilang dari pandangannya.
"Hai, Kak."
"Eh." Panggilan dari Iyan membuatnya sadar.
Sekedar informasi bahwa Iyan adalah pacar kelima Sheyla.
Iyan menyodorkan sebuah tiket nonton di bioskop. Mata Sheyla berbinar bersamaan dengan tangannya yang langsung mengambil cepat tiket tersebut.
"Um, Kakak terima ajakan nonton sama aku?" tanya Iyan penuh harap.
"Yap! Gue bakal datang." balasnya cepat.
Kali ini Iyan yang berbinar. "Okey, Kak. Aku tunggu di bioskopnya langsung."
Sheyla mengancungkan jempol. Iyan pun pergi dengan senyuman yang mengembang.
"Hei, Shey."
"Eh, Jimin. Lo belum pulang? Ini sudah jam lima loh."
Jimin terkekeh. "Gue nyariin lo daritadi," ringis Jimin menepuk lengan Sheyla.
Ia seketika mengingat maksud kedatangannya. Merogoh tas dengan terburu-buru hingga menemukan sesuatu.
"Ini buat lo." Jimin menyodorkan paper bag kecil. "Ah, gue juga mau ngajak lo ke mall kalau lo punya waktu," tambah Jimin.
"Wih, makasih, Ayang!" seru Sheyla. "Gimana ke tempat lain aja. Gue kalau ke mall bawaannya belanja, sedangkan gue harus irit."
"Gu-gu-gue traktir, bagaimana?"
OMG! REJEKI PUNYA PACAR BANYAK! Sheyla berteriak dalam hati.
"Okay!"
...
Tubuh Sheyla tengkurap di atas ranjang nan empuk. Ia sibuk mencatat tanggal-tanggal dimana ia akan pergi dengan sembilan pacarnya itu. Melihat barisan jadwal membuat Sheyla berteriak sendiri. Sungguh ia tidak akan melewati momen ini. Cowok baik di dunia ini banyak, hanya saja sedikit yang setia.
Wajahnya berubah saat Sheyla kembali mengingat cowok misterius yang sangat mirip dengan Ankaa. Mengapa harus memakai rambut palsu?
"Hm, kayaknya nggak mungkin Ankaa deh. Untuk apa juga Ankaa menyamar-nyamar?" pikir Sheyla dengan bolpoin yang mengetuk dagunya. "Aih, besok gue harus tahu siapa cowok yang gue lihat. Titik no koma!"
Ceklek
"Papa mau beritahu sesuatu," kata Hexam langsung pada intinya.
"Waalaikumsalam," sindir gadis itu kesal.
"Papa sudah pilih guru les untuk kamu. Jadwalnya setelah pulang sekolah, jadi kamu tidak boleh pulang lama-lama."
Sheyla menghembuskan napasnya kasar. Ia ingin mengelak juga tidak akan bisa dan tidak akan didengar. Hanya bisa memberi umpatan dalam hati. Definisinya orangtua akan selalu benar, tapi Sheyla mengelak itu. Ia merasa terbebani akan suruhan orangtuanya.
"Ingat, Sheyla. Cuman kamu anak papa dan mama, otomatis kamu yang akan meneruskan semua kewajiban papa. Kalau kamu begini terus apa kabar dengan perusahaan kita nanti? Kali ini papa tekankan kamu untuk serius dalam hal ini."
Setelah kepergian Hexam, Sheyla bangkit dari ranjang menatap pintu.
"KDRT! Kado Dakwah Rumah Tangga!"
...
Sebuah truk datang ke rumah kediaman Alex, Alex yang mengerti kedatangan truk tersebut segera berlari mendekat. Hatinya sangat berbunga-bunga sekarang. Wajahnya seperti anak kecil yang baru saja dibelikan mainan oleh orangtua. Tangannya sudah gemas ingin memegang ayam-ayam hidup itu.
"Untuk Alexian--"
"Iya, Om!" jawab Alex cepat.
"Sepuluh ekor, kan?" kata peternak ayam tersebut memberikan ayam-ayam tersebut satu per satu.
Alex mengangguk girang. "Makasih, Om!"
Lalu, ia membawa ayam-ayam tersebut ke kandang dibantu oleh peternak ayam tersebut, dan pembantunya. Saat memasuki wilayah kearajaan ayam, Alex melambai-lambaikan tangan, menyapa para ayam.
"Izin, Raja. Alex bawa kawanan baru yang dipastikan akan amanah dan tidak kabur," ucap Alex kepada ayam jantan yang bertengger di atas batang kayu.
Kukuruyuk!
"Diterima? YES!"
Alex mungkin sudah seperti orang gila. Mungkin dari luar ia terlihat tampan dan keren, tapi di rumah ia sudah seperti orang gila.
...
Kamis, pukul 15.00
Semua murid ekskul sains sedang sibuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Sheyla, remaja itu paling aktif sendiri. Tubuhnya terus bergerak kemana-mana, tidak tahan duduk terlalu lama. Kakinya di bawah meja terus saja berayun.
Gerakannya berhenti saat menyadari ada Ankaa yang terus menatapnya. Tatapan Ankaa dibalas cepat oleh Sheyla dengan tajam. Cowok itu kembali fokus pada soal tugas. Sheyla menatap rambut hitam Ankaa. Rasanya yakin sekali kalau cowok di belakang toilet itu adalah Ankaa.
Sheyla terus menilik kelakuan Ankaa mulai dari terus-terusan membenarkan kacamatanya, menghitung, jari yang diketuk-ketuk, sampai lebam di pipi Ankaa. Sepertinya hari ini Ankaa kembali diberi kekerasan oleh para siswa. Sheyla merasa dari semua itu terlihat tidak ada yang mencurigakan.
Ting!
"Baiklah, pelajaran akan dilanjut kamis depan." kata guru tersebut mengakhiri ektrakurikuler hari ini.
Saat Ankaa keluar, Sheyla langsung menarik lengan Ankaa kembali masuk ke dalam kelas. Di depan papan tulis, Sheyla memberhentikan langkahnya lalu memperhatikan setiap lekukan wajah Ankaa.
"Coba lo lepas kacamata lo," suruh Sheyla.
"Nggak bisa lihat nanti."
"Sedetik doang gue mau lihat wajah lo tanpa kacamata."
Ankaa tetap kekeuh menolak.
Tangan jahil Sheyla dengan cepat menarik rambut Ankaa. Ankaa sempat meringis karena merasa ada tarikan dari atas kepalanya.
Deg!
Sheyla membeku melihat apa yang ada digenggamannya sekarang. Ia menggeleng-geleng kuat saat melihat Ankaa kembali.
"Rambut palsu?!"
Belum sempat Ankaa mengeluarkan kata-kata, Sheyla segera melepas kacamata Ankaa. Ankaa sempat berusaha merebut kacamata itu, tapi Sheyla menjauh. Ia memperhatikan kacamata Ankaa. "Kacamata palsu," ucapnya datar.
Sheyla merasa ada yang janggal di tangannya yang terlihat warna coklat entah darimana. Aksanya menatap warna hidung dekat mata Ankaa berbeda sendiri dan lebih putih dari kulit yang dilihat. Otaknya berpikir, apakah Ankaa juga memberikan bedak warna gelap pada wajahnya agar terlihat lebih coklat?
Setelah itu Sheyla tersenyum miring dan melanjutkan aksinya. Ia menyentuh wajah Ankaa, tapi dengan cekatan Ankaa menahan tangan Sheyla.
Mata keduanya bertabrakan.
"Apa maksud ini semua?" tanya Sheyla menatap Ankaa intens.
"Bukan urusan lo!"