JENARO

By ayufaziraa

197K 25.1K 57.3K

Oife yang dijebloskan ke rumah sakit jiwa oleh cowok tak dikenal akhirnya memendam dendam. Hingga tujuan hidu... More

1. PENJEMPUTAN CALON ANGGOTA INTI
2. CEWEK SINTING DAN PERMINTAANNYA
3. KEBETULAN YANG MENGGIURKAN
4. GAK PINTER BOHONG
5. BUTUH UDARA SEGAR
6. WARUNG MBAK CIMOY
7. OIFE VS JENARO
8. ULARGA?
9. SEBUAH ULTIMATUM
10. SAKIT HATI PERTAMA
11. HIJAU TAPI BUKAN LUMUT
12. PERANG MULUT
13. MASIH TENTANG JENA
14. DI DALAM BUS
15. MALAM PELANTIKAN
16. GAME SIALAN!
17. ANTARA OIFE, JENARO DAN JENA
18. PENGHUNI BARU
19. TAK BISA BERKATA-KATA
20. TERKEJUT
21. MENGUNGKAPKAN
22. GOSIP MIRING
23. MERASA TERTAMPAR
24. PANAS HATI
25. LEBIH DARI BRENGSEK
26. DI TENGAH KELUARGA ROQU
27. SUATU MALAM
28. PERINGATAN TERAKHIR
29. BEGITU BERHARGA
30. RENCANA
31. I LOVE YOU MOMMY
32. MULAI MENYERANG
33. PERMINTAAN TERBERAT
34. MISI BERHASIL
35. PERUSAK HARI
37. KEMARAHAN JENARO
38. MALEFICENT
39. PENJAHAT YANG SESUNGGUHNYA
40. TIDAK BAIK-BAIK SAJA
41. PILIHAN YANG SULIT
42. KEPUTUSAN
43. BEBAS
44. BOCAH-BOCAH REWEL
45. SECEPAT ITU
46. MENJADI TAMENG
47. DISAKSIKAN OLEH TIGA KELINCI
48. DEAL?
49. PERTENGKARAN-PERTENGKARAN KECIL
50. PESTA KECIL-KECILAN BERAKHIR RIBUT
51. ULAR PALING BERBISA
52. ANCAMAN
53. AKHIR DARI SEGALANYA
54. TITIK TERANG
BUTUH PENDAPAT!
55. KARMA BERJALAN
56. KARMA YANG DIRENCANAKAN
57. TERBUANG
58. KEBENARAN YANG TERUNGKAP
59. HARI PENYESALAN
60. DALANG SEBENARNYA
CERITA RETRO CRYSTAL
61. TERTANGKAPNYA SANG DALANG
62. GAGAL SEBELUM BERJUANG
63. OIFE DAN KEMATIAN
64. ADA APA DENGAN DIRINYA?
CLOSE MEMBER GC JENARO!
65. INGIN DAN TIDAK INGIN
66. SPEECHLESS
67. GIVE ME A HUG
68. TERLALU SEMPURNA
69. SEPERTI PERTAMA KALI (ENDING)
70. JENAROIFE (EPILOG)
EXTRA PART JENAROIFE
VOTE COVER NOVEL JENARO!
PRE ORDER NOVEL JENARO RESMI DIBUKA!
NOVEL JENARO SUDAH ADA DI SHOPEE
CERITA BARU: NAGEN MY TOXIC BOYFRIEND

36. JAGAIN BAYI KOLOT

2.1K 322 479
By ayufaziraa

36. JAGAIN BAYI KOLOT

Tahukan bagaimana rasanya nyeri di bagian organ tubuh tertentu sampai melakukan sesuatu pun amat sangat menyiksa?

Itu yang sedang Jenaro alami. Kata Ibunya kalau perempuan lagi menstruasi, rata-rata mengalami senggugutan. Perut seolah diremas-remas juga pinggang terasa pegal. Bisa seharian meringkuk di tempat tidur sambil memegang perut. Berjalan kadang tidak sanggup lagi jika sakitnya kian menjadi-jadi.

Menahan nyeri di area alat vitalnya yang akhirnya menumbangkan Jenaro di trotoar. Cowok itu berkali-kali mengumpat. Tak peduli pengguna jalan yang memandangnya aneh sebab Jenaro seperti cacing kepanasan. Tubuhnya bergerak resah dengan tangan menyentuh bagian luar celana depannya. Tepat di kemaluan.

Mau tidak mau karena tidak mungkin juga Jenaro pulang naik motornya, Jenaro menghubungi Saguna untuk menjemputnya di depan sekolah.

Alhasil, sepanjang jalan cowok berkaos hitam polos yang tengah membonceng Jenaro itu terpingkal-pingkal sangking tak kuasa menahan geli. Habisnya Saguna menemukan Jenaro kesakitan sembari menutupi kemaluannya.

Sejam di kamar Jenaro, Saguna dan Maxen terus mengejek cowok itu dengan kalimat-kalimat menjengkelkan. Membuat Jenaro berkeinginan menendang dua makhluk ajaib itu dari rumahnya. Mana dua manusia lain ketawa-ketiwi saja. Bukannya menolong malah ikut menertawakan nasibnya.

"Burung lo baik-baik aja kan, Ro?" tanya Saguna yang langsung mendapat pelototan tajam Jenaro.

"Hehehe, canda burung."

Maxen ngakak, "Mending lo samarin namanya Gun. Yang estetik gitu. Misal Joni atau gak Konah."

"Zulkipli aja sekalian, Xen. Biar kayak nama tukang kebun tetangga gue." Rainer menyahut masih dengan kekehannya.

"Cocoknya Ronaldo Wati, Jun." Saguna nimbrung lagi terus tak lama kemudian dia nyanyi dibantu Maxen. "Ronaldooo Wati si panjang-panjang kepala botak." Maklum, sohib kental. Sebut saja mereka kembar siam. Haha. Maxen pengikut Saguna garis keras.

Tawa keempatnya meledak-ledak sedangkan Jenaro berusaha melempari teman-temannya menggunakan bantal serta guling yang saat ini tergeletak mengenaskan di lantai.

"Bangsat ya lo semua!"

"Dih, galak." Saguna meredakan tawanya lalu menghampiri Jenaro yang hanya pasrah duduk bersandar di kepala ranjang. Sepulangnya Jenaro, orang rumah panik. Terlebih Hazel, Ibunya. Kalau Ayahnya jangan ditanya. Belum lagi Jenaro menjelaskan, sudah tertawa duluan.

"By the way, anu lo apa kabar, Ro? Baik-baik kan di dalam sono?" Saguna menunjuk ke arah korban utama dari kesadisan Oife.

"Sumpah demi apapun ini sakit banget, Gun. Lo pikir aja gimana kondisinya."

Saguna terpelongo, "Anu lo koma, Ro?" tanyanya polos minta ditabok.

Hampir lampu tidur mengenai otak korslet Saguna. Jenaro mendesis, "Sini gue coba tendang itu lo. Biar lo tau rasanya nahan sakit yang lo sendiri gak bisa ngatasinnya."

"Lo main-main sih sama Oife. Kena tendangan dari langit, kan, lo. Sukurin. Emang enak!" Saguna mengejek Jenaro kemudian melengos sebelum benar-benar kena amuk.

"Lagian kenapa nenek bisa bar-bar gitu? Lo bikin ulah pasti. Gue yakin." Rainer menebak. Di sebelahnya, Rain diam saja mendengarkan percakapan teman-temannya.

Jenaro menghela napas, "Gue lihat Oife mau pergi bareng Razor. Gue gak suka yauda gue tarik tuh cewek. Terus Oife marah-marah ya gue ancam pake nama abangnya, Raka sama Galan."

"Guoblokkkkk!" ejek Saguna tak habis pikir akan isi kepala Jenaro, "Dasar psikopat! Dikit-dikit main ngancam! Bilang aja sih kalo lo cemburu. Selesai perkara."

"Yakali, gak lah!" sanggah Jenaro cepat.

Saguna mendengus, "Sama persis kayak bapak lo, gengsian. Makan noh gengsi lo yang segede gaban itu sampe kenyang. Mabok, mabok dah lo situ."

"Bacot lo diem."

"Ampun Kang Mas." Saguna melirik Maxen, "Tolong kepada bapak Maxen yang terhormat, lanjutkan menceramahi sang tersangka kita. Waktu dan tempat dipersilahkan."

Maxen berlagak seperti kepala sekolah yang hendak berpidato di depan mimbar. Cowok itu berdiri dekat meja nakas, menatap Jenaro yang memutar bola matanya malas. Mulai lagi dramanya.

"Begini, Ro, lo itu bukan siapa-siapanya Oife. Pacar bukan. Sepupu bukan. Pembantu bukan. Temen lo juga bukan. Kalian itu cuma sebatas orang asing di luar dari lo mengklaim Oife sebagai selingkuhan. Dan Oife pun gak terima sama keputusan lo tapi lo-nya sama sekali gak mendengarkan protesannya." Maxen berkata panjang lebar sampai membuat keempatnya melongo. Heran saja kenapa bisa orang yang mempunyai kewarasan minim sebelas dua belas dengan Saguna mengatakan sesuatu mencengangkan barusan?

"Daebak!" decak Rainer terkagum-kagum.

Maxen tersenyum bangga kemudian melanjutkan ucapannya, "Jadi wajar kalo Oife gak menganggap lo penting sampe harus menjauhi cowok manapun termasuk Razor. Karena Oife merasa diantara kalian gak ada hubungan apa-apa. Boro-boro ngomongin selingkuhan. Nyadar nyet. Lo udah punya tunangan. Bagi gue pribadi, Jena calon bini lo. Gak usah sokap deh alias sok cakep. Ya walaupun lo memang cakepnya kebangetan."

"Anjir, Xen! Gue merinding dengernya!" Saguna menyambar. Tatapan ngeri tertuju pada Maxen, "Kalimat terakhir lo seolah mengatakan kalo lo penyuka sesama jenis. Bisa-bisanya ya lo bilang Jenaro cakep."

"Kata cewek-cewek di sekolahan, ogeb! Mati aja kalo gue belok ke jalur yang salah. Amit-amit." Maxen ngucap dalam hati.

"Kalo soal cakep ya gue lah pastinya," tambah Maxen dan mendapat lemparan bantal oleh Saguna.

"Upil gue menangis dengernya. Tidur gih, nyet. Halusinasi mulu. Kaca mah juga ogah berdiri di depan lo."

Rainer mendesah berat, "Jangan mulai. Gue karungin ntar lo berdua terus gue buang ke kandang buaya."

"Gue bakalan diangkat jadi raja lah. Gimana sih lo." Mana perkataannya dibalas Saguna. Rainer kesal lalu dengan kilat menjambak rambut Saguna.

"Intinya jangan jadi manusia egois dan serakah. Semua-semua diembat. Pikirin perasaan orang lain. Pilih salah satunya. Jena atau Oife. Sebab yang kelakuannya lempeng belum tentu itu yang terbaik. Kebalikannya, yang kelakuannya bar-bar belum tentu buruk."

Rain adalah pemenang dari perdebatan siang ini.

➖➖➖

Suasana hati Oife sedang tidak bagus. Penyebabnya jelas Jenaro. Memang asli menjengkelkan. Sampai dipanggil Ozi pun Oife enggan menyahut.

Untuk memperbaikinya, Oife memutuskan jalan-jalan sore di sekitaran taman komplek. Membeli martabak langganannya di dekat sana. Oife membawa pulang sekotak martabak rasa coklat kacang di tangannya.

Tiba-tiba ponselnya berdering. Nomor tak dikenal tertera di layar. Langsung saja Oife angkat daripada mati penasaran.

"Halo," sapa Oife lebih dulu.

"Apa benar ini nomornya Oife Katrina?"

"Dengan saya sendiri. Anda siapa ya?"

Suara lembut di seberang sana menyahut, "Ini tante Hazel, Oife. Mamanya Naro."

Oife membekap mulutnya. Kaget gila. Ada gerangan apa tante Hazel meneleponnya?

"Ya ampun, maaf ya tante. Aku pikir tadi siapa. Abisnya nomor asing. Itu pun Oife sempat gak mau angkat telponnya."

"Gak apa-apa. Tante mengerti kok. Oh, ya, kamu sore ini luang gak?"

"Iya, tante. Kebetulan Oife baru balik beli martabak nih. Kenapa Tan?" tanya Oife sesekali fokus menatap jalanan.

"Tante boleh minta tolong gak sama kamu? Jenaro sejak pulang tadi nahan sakit terus. Katanya sih ditendang temennya. Tolong jagain Jenaro buat tante bisa, Nak? Tante ada keperluan mendesak yang gak mungkin ditunda."

Oife menegak ludah. Pasti gara-gara perbuatannya tadi siang. "Oke aku ke sana sekarang, ya, Tan," putusnya cepat.

"Terima kasih, Oife. Nanti kalau kamu sudah sampai langsung ke kamar Naro saja. Jangan sungkan."

"Siap, Tan!"

Hazel tersenyum di sana, "Kalau begitu tante tutup dulu ya teleponnya. Kamu hati-hati lho. Jaga diri baik-baik."

Hati Oife seketika menghangat diberi perhatian oleh seorang Ibu seperti tante Hazel.

"Tante juga hati-hati di jalan. Serahin Jenaro ke Oife. Pokoknya tante jangan khawatir deh."

Klik!

Sambungan terputus. Menyimpan ponsel di saku celana, Oife bergegas ke kediaman Jenaro.

Sesampainya Oife langsung naik ke lantai atas. Jujur, ini kali pertama Oife menyambangi kamar Jenaro. Oife tidak sempat bertanya di mana letaknya pada tante Hazel dan asal mengetuk pintu hitam di hadapannya.

"Dengan Kang martabak di sini."

"Masuk."

Oife menyembulkan kepalanya, menemukan Jenaro tengah bermain PS di ranjangnya. Oife pun mendekat dan duduk di kursi dekat jendela.

Dengusannya lolos, "Nyokap lo nelpon gue. Minta tolong buat jagain bayi kolot kayak lo."

"Anggap aja lagi menebus kesalahan yang udah lo perbuat ke gue. Lihat, karena lo gue susah gerak. Itu gue ngilu anjir. Tanggung jawab lo." Meletakkan stik PS-nya, Jenaro menepuk-nepuk sisi kasur, meminta Oife duduk di dekatnya.

"Lemah banget lo gitu doang sakit."

Jenaro menjitak kepala Oife, membuat cewek itu mengaduh sebentar, "Pake ngatain nih bocah! Ya lo kira aja lah gue kan manusia biasa. Gak punya kekuatan super. Masa iya abis ditendang gue tetap santai."

"Lo jago berantem, Ro. Cemen ah ditendang cewek sampe gak bisa jalan."

"Bukan gak bisa, bawel. Susah gue. Tiap ngelangkah pasti ngilu. Sepatu lo emang terbuat dari apa sih?" tanya Jenaro sekenanya.

"Baja. Sepatu buatan dari Amerika."

Jenaro kembali menyiksa Oife dengan menyentil dahinya sangking gemasnya dia, "Songong. Beli di tanah abang kan lo?"

"Tuh tau. Udah ah. Mau martabak gak?" tawar Oife seraya menunjukkan kotak yang dia bawa pada Jenaro.

Jenaro mengangguk dengan wajah memelasnya. Oife mencebik lalu menaruh kotak tersebut di pangkuan Jenaro yang kembali menjalankan permainannya.

"Najis muka lo. Gak banget. Ambil sendiri lah. Tangan lo lengkap males amat." Memilih mengedarkan pandangannya ke sepenjuru kamar Jenaro yang cukup luas. Bila ada barang yang membuatnya tertarik, Oife akan mengambilnya dan memperhatikannya lekat-lekat.

"Lo buat gue gak bisa jalan."

"Apaan dih! Lebay banget lo!"

Jenaro membuang napas, "Lo nendang gue sekuat-kuatnya kalo lo lupa. Sebagai permintaan maaf lo kudu nurut apa kata gue."

"Ngatur lo kayak si nenek lampir."

"Siapa itu?"

Oife memutar bola matanya jengah, "Gak usah banyak tanya! Cepetan makan! Yang sakit anu lo bukan tangan lo!"

"Gak mau ngecek kondisinya?"

"Heh, gak ada akhlak lo ya!" Oife melotot ngeri yang mana Jenaro tertawa karena ekpresinya mengocok perut.

"Ya makanya suapin," pinta Jenaro manja.

"Lo kenapa sih? Heran gue. Macem bunglon. Bentar-bentar berubah. Tadi siang aja ngeselin. Sekarang manja kayak anak kecil. Gue rasa lo punya kelainan."

Jenaro mengangkat bahu, "Terserah lo. Buru deh suapin. Gue lagi main PS ini. Gak bisa ngambilnya."

"Pause kan lah. Ribet lo."

"Oife yang cantik, yang gemoy, yang bawel, suapin gue ya?" Jenaro membujuk Oife dengan wajah tampan menggemaskannya itu yang seketika meruntuhkan tembok pertahanannya. Oife berdecak lalu meraih satu martabak dan memasukkannya ke dalam mulut Jenaro.

"Makan noh! Telen bulat-bulat kalo bisa!"

"Kejam."

Oife mendengus, "Dah ya gue mau santai."

"Eh, tunggu." Jenaro menggapai pergelangan tangan Oife membuat Oife menatapnya.

"Minta diambilin minum juga? Gue gampar lo. Beneran."

"Duduk dekat gue aja. Jangan jauh-jauh." Kalimat Jenaro semakin membingungkan Oife. Cowok ini kenapa sih? Kepala bawah yang kena tendang kok malah otaknya yang bermasalah?

"Suruh Jessica ke sini nemenin lo."

Jenaro menggeleng, "Dia sibuk."

"Gue jadi pelampiasannya." Oife menggerutu. Walau dia oke-oke saja diminta menjaga Jenaro. Itung-itung memanas-manasi Jessica di rumahnya nanti.

"Maaf."

"Gak perlu. Lagian gue juga bosen. Tapi gak tau mau kemana. Untungnya nyokap lo nelpon gue."

Jenaro mengulum senyum, "Yauda sini duduk. Gak capek apa berdiri terus?"

Menuruti ucapan Jenaro, Oife melirik cowok itu sebentar sebelum mendaratkan bokongnya di tepi ranjang. Namun Jenaro dengan cepat menarik lengannya hingga Oife terduduk di sofa memanjang nan empuk di bawah ranjang tepat di hadapan Jenaro. Setelah dibuat terbelalak disusul jantungnya serasa merosot turun saat Jenaro kembali mengurungnya seperti di Dermaga. Kedua kaki Jenaro berhasil menyembunyikan tubuh mungilnya. Sementara kedua tangan Jenaro melewati lehernya untuk mempermudahnya memegang stik PS dengan dagu cowok itu menempel di atas kepalanya.

Oife hanya bisa memandang layar plasma juga tangan putih Jenaro yang tengah memencet-mencet tombol dengan gerakan cepat tepat di depan wajahnya. Oife menahan napas ketika wangi maskulin dari tubuh Jenaro menggelitiki indera penciumannya. Detak jantungnya bertalu keras.

Suara bising dari arah televisi mendominasi ruangan. Oife kaku di tempatnya. Tidak tahu harus ngapain. Bergerak sedikit takut mengganggu permainan Jenaro.

"Kok diem?" tanya Jenaro heran.

"Hm, gapapa."

Jenaro terkekeh. Jenaro tahu alasan kenapa Oife bungkam, "Kalem gini kan lucu."

"Apasih. Gak jelas banget."

"Salah tingkah ya?"

Pipi Oife memanas. Dia berdeham canggung, "Kepedean lo."

"Tapi lo lebih bagus banyak omong. Soalnya kalo bawel makin gemesin."

"Fokus! Fokus! Ntar kalah nyalahin gue." Demi Allah, Oife lemes. Jemarinya saling tertaut. Antara ingin berlari atau tetap bertransformasi menjadi patung.

"Malah dua kali lipat ini semangatnya."

"Lanjutin. Biar gue tonton sampe kelar," kata Oife tak ada pilihan lain selain menunggu sampai Jenaro selesai main.

Jenaro tersenyum kecil. Cowok itu memajukan duduknya, membuat punggung Oife bersandar di perutnya sedang dagunya masih bertengger di kepala Oife. Namun tidak sampai menekannya.

"Oife, kalo suatu saat gue memilih lo apa lo mau nerima gue yang jahat ini?"

Mungkin sudah waktunya Oife berubah menjadi patung sesungguhnya. Oife tidak lagi mampu berkata-kata.

➖➖➖

Kapalnya oleng lagi gak?? Wkwkwk

Spam next menuju part 37!!!

Jenaro Kastara Roqu

Continue Reading

You'll Also Like

1M 85.9K 80
[GENORAZORS SERIES 1] Kazanta Ellardio Dawana, sosok jenius yang menyembunyikan segala keburukannya dibalik prestasinya yang menganggumkan. Semua ora...
ARKAN By ainisz

Teen Fiction

183K 17.1K 51
ARES [2] : ARKAN REYNAND DAVIDSON Arkan Reynand Davidson, atau sang playboy yang mendapat julukan terkenal yaitu : handsome, young, and rich. Arkan...
62K 8.4K 37
Faktanya, Jisoo memang mengagumi Taehyung si Kapten SB. Suka mandangin diam-diam selama satu tahun lebih, namun akhirnya ketahuan karena kecerobohan...
28.1K 1.4K 53
Albert Zorlando, cowok berparas tampan yang memiliki jiwa Lucifer dalam dirinya yang menjadikannya seseorang yang ditakuti dan disegani di SMA Labsch...