Bab 17

104 4 1
                                    

Pak Bayan sudah kelihatan dari jauh, tampak kesibukan di dusun itu. para pemuda sudah mulai memasang bambu – bambu dekat rumah pak Bayan yang luas. Dengan cekatan penduduk itu berbagi tugas, ada yang memotong bambu, membelahnya dan kemudian membuat tali – tali untuk mengikat tenda darurat. Sementara ada yang naik pohon kelapa, memotong pelepah yang tua untuk dijadikan atap dari tenda darurat tersebut. Sementara yang perempuan segera bergegas, memasak nasi dengan menggunakan penanak nasi gerabah dan juga tembaga untuk mengukus nasi. Asap dari dapurpun segera mengepul saat para pengungsi tiba di tempat kepala dusun. Semua dikerjakan dengan rampak dan tampak kekompakan terasa dari gugur gunungnya para warga dalam membantu pengungsi korban bencana Merapi.

Tidak sampai 3 jam Tenda darurat sudah melesai. Kepang, tikar yang sudah tersimpan di kepala dusun yang disebut Pak Bayan itu tergelar dan para pengungsi bisa rebahan dan duduk. Sementara sebentar lagi nasi sudah matang dan sayur dan tangkapan ikan dari kolam sudah tersaji. Penduduk dengan ramah mengajak bicara, berbasa basi dan bersama makan dengan mereka para pengungsi. Holopis kuntul baris, holopis kuntul baris begitu lagu yang sering didendangkan untuk kegiatan para penduduk desa yang guyup tersebut.

"Terimakasih bapak Ibu dan saudara sekalian, sudah menyambut kami dengan tangan terbuka. Kami tidak akan lupa dengan kebaikan dari kalian semua, semoga Tuhan membalas semua kebaikan kalian."Begitulah perwakilan pengungsi yaitu Kang Sangkut yang kebetulan adalah kepala dusun desa Karang Redjo.

"Sama – sama Pak, Kita adalah keluarga besar maka kita tidak akan tega melihat kesusahan dan kesulitan keluarga besar, maka kami membantu dengan tulus para sanak kadang sekalian, semoga gubug sederhana ini bisa menjadi sarana peneduh sejenak untuk bisa istirahat dengan nyaman."

Setelah balas sambut maka para pengungsi ada yang menuju ke rumah penduduk untuk numpang mandi, atau sekedar cuci muka. Joko Nunggal sendiri minta ijin untuk numpang mandi di bilik mandi kepala dusun yang setengah terbuka. Mereka dan penduduk di lereng pegunungan memang terbiasa mandi di pancuran belik. Tetapi saat ini mandi di sungai atau mandi di belik kerepotan karena airnya hampir semuanya terkena hukan abu.

Yang repot adalah Srintil yang terpaksa harus mandi dengan kain jarik pinjaman. Ia tentu saja tidak berani mandi dengan telanjang bulat karena ada banyak pengungsi di dekat situ. Maka ia mengguyur badannya dengan kain yang dililitkan ke badannya.

Setelah mandi Joko Nunggal mencoba berkeliling di antara pengungsi. Memastikan tidak ada yang sakit atau sedang ada halangan. Ia membawa orang tua yang sakit untuk masuk ke rumah Pak Bayan agar bisa tidur tenang dan istirahat yang cukup.

Dari Kejauhan awan gelap yang semula menyelubungi Merapi sudah mulai terurai. Mereka sudah mulai melihat pucuk Merapi yang sudah landai. Mbah Petruk sudah tidak lagi mengintip dan asappun mulai memutih. Tidak ada lagi percikan api dan suara – suara gemelegar dari kejauhan.

Merapi sudah tenang,tapi mereka harus memastikan paling tidak sudah ada bunyi kentongan penanda sudah aman baru mereka berani kembali lagi ke desanya.

Saat senja bersemu merah di arah Barat para pengungsi tampak menikmati sebuah sore yang lebih tenang. Beda dengan hari hari sebelumnya yang diliputi kecemasan. Mereka ingin cepat – cepat kembali, tetapi mereka sadar untuk satu dua hari ke depan belum bisa pulang. Harus ada bunyi khusus kentongan yang menandai mereka aman. Lalu bagaimana caranya menandai bahwa suasana sudah aman. Kebetulan ada orang pintar yang bisa membaca tanda alam. Kapan aman dan tidaknya sudah ada petugas penolong yang sangat sigap ketika muncul tanda – tanda bencana. Mereka ternyata pasukan khusus, semacam telik sandi khusus yang ditugaskan untuk mengamati pergerakan dan tanda bencana Merapi.

Srintil kembali mendekat ke Joko Nunggal. Ia memang memerlukan bicara dengan Joko Nunggal untuk memastikan apa yang harus dilakukan untuk membantu para pengungsi.

"Istirahatlah dahulu, nikmati pancaran matahari senja yang selama beberapa hari tidak terlihat."

"Setelah menolong para pengungsi, Kakang mau ke mana?"

"Mungkin aku kembali, ke lereng Pegunungan Menoreh. Tapi sebetulnya aku masih punya utang dengan Kyai Guntur Geni, namun sampai saat ini belum ada kabarnya."

"Sampai saat ini aku belum tahu persisnya bagaimana Kyai Guntur Geni, hanya mendengar dari cerita tentang kesaktian dan bijaksananya Kyai."

"Beliau itu seorang yang rendah hati, dan wajahnya tampak teduh.Saya masih berhutang budi dan berjanji untuk kembali ke sini karena ada bisikan dari beliau."

"Apakah Kakang tidak mencarinya?"

"Beliau pasti masih hidup. Saya yakin ia hanya menyingkir ke tempat yang aman. Merapi itu baik hati, tetapi jangan dilawan dengan arogan. Jika dilawan dengan kesombongan yang terbawa dari sikap manusia dalam memperlakukan alam, ia akan marah dan mengobrak - abrik dengan caranya. "

Ribuan tahun usia Merapi. Gunung paling aktif di Jawa yang sering memuntahkan lavanya baik skala ringan, sedang maupun luar biasa seperti saat ini. Manusia jika ingin selamat jalan satu satunya hanya menyingkir dan menjauh. Tidak pernah ada manusia bisa lebih kuat dari bencana, tidak ada yang lebih kuat dari dentuman gunung Merapi.

Merapi Membara, Sambungan dari Bara Asmara di Kaki Pegunungan MenorehWhere stories live. Discover now