Bab 16

85 4 0
                                    


Srintil, heran khayalannya meronta - ronta ketika bicara tentang kekagumannya pada Joko Nunggal. Dan selalu saja lamunannya tentang perasaannya dan hasrat mudanya yang memang kadang datang tanpa diundang. Selain peristiwa bulanan yang menguras tenaganya, ia juga kadang dikepung oleh hasrat alami yang dimiliki manusia, sejak zaman purba naluri itu sepertinya susah terelakkan. Selalu ada ketertarikan pada lawan jenis.

Mungkin saja perempuan lebih bisa menyembunyikan hasrat itu, namun bukan berarti akan terbendung. Ada saatnya hasrat meronta dan ia membiarkan dirinya terjebak dalam hasrat itu dengan berkhayal hingga akhirnya ia bergetaran dan merasakan kenikmatan yang dirindukan.

Srintil, adalah perempuan yang beranjak dewasa, tubuhnya sedang matang – matangnya dan hasrat tentang cinta dan naluri purbanya susah terbendung. Tapi situasi saat ini tidak memungkinkan. Situasi sedang genting dan ia harus siap membantu pengungsi tenang. Merapi rupanya mulai mereda amarahnya. Mereka menunggu sampai tidak ada gejolak lagi. Sudah semalaman para pengungsi hanya duduk di pategalan, perutnya mulai keroncongan, rasa haus mulai naik ke kerongkongan, sementara persediaan air bersih menipis. Hampir semua air dan aliran sungai keruh dan bercampur dengan abu Merapi. Tentunya tidak memungkinkan air diminum, bisa – bisa mereka malah keracunan. Satu – satunya cara adalah mencari ke rumah penduduk, simpanan air yang ada di dapur yang ditampung di tempayan atau gerabah. Yang tertutup dan tidak terkena abu.

Ada caranya lagi adalah dengan mengambil kelapa di pohon. Tapi siapakah relawan yang mau naik memanjat kelapa?

Salah seorang dari pengungsi meskipun terlihat lelah dan lemas mau naik. Ia terbiasa memanjat kelapa di desanya. Dengan cekatan ia naik memanjat pohon kelapa. Hampir seluruh kelapa baik yang muda maupun yang tua berjatuhan. Rasanya cukup untuk sedikit menolong rasa lapar dan haus.

Srintil takut jika kelaparan maka emosi naik dan mereka saling berebut makanan yang hanya sedikit. Maka ia harus memikirkan apa yang mereka lakukan untuk makan saat matari merangkak di pucuk langit. Tidak mungkin ada warung dan penjual makanan keliling, mereka pasti sudah lari atau bersembunyi di rumah masing - masing.

Bencana alam selalu merepotkan manusia, mereka tiarap dan diam di rumah bagi mereka yang jaraknya cukup jauh, lari tunggang langgang jika tempatnya ada di dekat pusat bencana. Bahkan bisa dipastikan kalau mereka yang ada di dekat bencana tidak sigap mengungsi, maka mereka tinggal sejarah, menjadi korban dari bencana. Bisa dibayangkan bahwa lava dan awan panas itu akan membuat manusia gosong dan akhirnya menjadi debu. Rohnya pindah ke dunia lain dan menjadi warga Merapi yang susah dilihat oleh mata biasa manusia, hanya orang tertentu yang mempunyai kemampuan untuk melihat roh jin dan makhluk dari alam lain.

Di Merapi ada istilah mati kalap. Mereka hilang tanpa jejak. Kata orang ia pindah ke dimensi lain. Setelah bencana para korban ada yang akhirnya bedol desa, sebab desanya hancur lebur, lenyap dan hanya muncul padang pasir, dan bebatuan yang tersisa. Tidak mungkin tinggal di situ dan ia harus mencari tempat yang masih luas dan aman untuk bisa mendirikan bangunan. Namun pasti tidak semudah itu.Sebab banyak tanah sudah dikuasai oleh Kerajaan atau kesultanan Mataram. Kalau mau mendirikan rumah harus ijin. Bisa jadi mereka yang tidak mempunyai tempat tinggal akan ditampung di tanah perdikan.

Hampir sepanjang tahun Merapi pasti berulah dan penduduk di sebelah menyebelah gunung sudah hapal. Tapi mereka tidak pernah takut untuk kembali. Sebab selalu setelah bencana berbagai ganjaran rejeki datang, petani semangat lagi bercocok tanam karena dipastikan tanahnya subur makmur. Maka meskipun disarankan pindah mereka tetap kembali dan selalu kembali.

***

Joko Nunggal menemukan kampung terdekat. Dengan mengetuk pelan – pelan Joko Nunggal memastikan ia harus sopan pada mereka.

Merapi Membara, Sambungan dari Bara Asmara di Kaki Pegunungan MenorehTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang