Bab 13

114 4 2
                                    

Merapi, Banaspati, Bethara kala, Ki Lurah Semar Badranaya, goro – goro, jagading lelembut. Begitulah kalau sudah bercerita tentang Merapi. Akan banyak dongeng dan cerita yang bisa disambung eratkan dengan kisah – kisah pewayangan. Mbah Petruk. Awan membumbung yang seperti wajah Petruk Kantong Bolong. Punakawan anak dari Semar Badranaya alias Sang Hyang Ismaya. Dewa kakak dari Ananta Boga alias Togog dan Bethara Guru. Ki Sarmin Jogogiri. Penjaga Merapi, sering memberi cerita tentang cikal bakal gunung gunung yang ada di tanah jawa. Merbabu dalam sanskerta bernama asli Limohan. Membentang dari perbatasan Selo sampai ke Rowo Pening Mbah Rowo Alias Ambarawa ( atau rawa amba , rawa yang luas).

Merapi sudah melegenda sejak ratusan bahkan ribuan tahun. Banyak letupan – letupan kecil yang sering disebut Merapi sedang batuk. Batuknya Merapi membuat warga bahagia dan tidak merasa khawatir, sebab Mbah Merapi hanya ingin membuang kotoran yang menyumpal diperutnya. Namun Mbah Merapi bisa sangat murka dan ngamuk ketika manusia yang menghuni disekitar Merapi suka merusak tatanan kehidupan. Itulah yang terjadi sekarang. Sumuknya (gerahnya Merapi) mengharuskan beliau minta korban, ini untuk menggertak manusia yang sedang lupa daratan.

Untungnya masih sering muncul ritual selametan, dari mereka para seniman, yang peka bahwa alampun bisa marah bila disepelekan. Merapi meletup karena ia ingin memberi kembali sebuah bahasa alam bahwa manusia tidak bisa lepas dari alam semesta, manusia sebagai makhluk berakal sudah selayaknya melakukan sesaji, pangrupti jiwa, pangripti alam ageng jembar yang beragam. Bukan hanya manusia, juga jagad para lelembut, mereka yang selalu setia bertahan dan menjaga hutan dari tindakan manusia yang sombong dan kemaruk harta, hingga melumat hutan tinggal bongkahan bara, atau membabat hutan demi kekayaan dan kekuasaan.

Joko Nunggal tampak takzim mendengar Ki Sarmin Jogogiri yang sengaja datang ke desa Karang Redjo, melihat beberapa pengungsi yang tiduran di tempat lapang, sebagian di rumah penduduk, sebagian mengungsi di sanak saudaranya di daerah yang jauh dari Jangkauan lidah Merapi.

"Apa yang terjadi sekarang ini Ki Sarmin?"Tanya Joko Nunggal.

"Hanya sebuah peringatan saja Nak Joko. Merapi hanya ingin mengingatkan manusia untuk kembali pada ajaran kebenaran dan kearifan alam semesta."

"Apakah ada hubungannya dengan Nyai Gadhung Melati, atau turunnya ke Semar Bodronoyo."

"Nyai, Gadhung Melati itu penjaga alam, mengingatkan manusia untuk selalu rajin bercocok tanam, menyiangi dan membuat gembur tanah seputar Merapi. Tetapi jangan lupa untuk membuat selametan dan ritual demi kedamaian dan ketentraman masyarakat. Baik jagat yang kita lihat maupun jagad yang hanya bisa dilihat oleh orang mempunyai kemampuan khusus."

"Kalau, Ki Semar ?"

"Kalau Ki Semar itu hanyalah sebuah dongeng, cerita turun temurun mungkin ketika masa – masa kejayaan Majapahit dan Mataram Kuno atau cerita yang muncul dari cerita wayang yang sering diceritakan dalang."

"Oh jadi apa sebenarnya yang hendak digambarkan dengan munculnya Ki Semar?"

"Sebetulnya hanya simbol,perwakilan dan bayangan – bayangan watak manusia, Semar khan menurut cerita adalah titisan atau dewa yang diutus ke bumi untuk mendampingi para kesatria untuk selalu bersikap bijak, tidak grusa – grusu, dan pendek pikir. Meskipun secara bentuk tubuh tampak jelek tapi semar adalah simbol watak yang mengayomi, bijaksana dan punya pengetahuan luas. Ia menjadi tempat berguru para ksatria yang ingin meningkatkan kemampuan dalam mengendalikan emosi, mengendalikan pikiran, melakukan pertapaan, permenungan akan sifat- sifat ksatria dan kepemimpinan."

Tidak terasa malam telah larut para pengungsi tampaknya kelelahan dan tertidur pulas. Joko Nunggalpun pamit untuk merebahkan badannya agar ia bisa membantu mencari orang – orang yang masih tersesat di tempat di mana mereka terjebak oleh ladu ( lava panas).

***

Srintil, gembira melihat Joko Nunggal kembali lagi. Ia belum sempat ketemu , hanya melihat dari kejauhan. Ada bunga – bunga cinta bermekaran di hatinya, namun ia tidak memaksa seseorang untuk menanggapi cintanya. Namun cinta itu datangnya penuh misteri, dan bisa jatuh kepada orang yang sebetulnya sudah beristri, sudah mempunyai pasangan hidup.

Apakah ia mampu melepas begitu saja kesempatan untuk mendapatkan kasih sayang pendekar itu. Dari jauh ia bisa melihat bahwa Joko Nunggal masih diliputi kabut duka. Ia tidak tahu tapi pasti kepulangannya ke Lereng Pegunungan Menoreh karena ada masalah keluarga. Ia tidak berani bertanya takut bahwa nanti cintanya hanya akan bertepuk sebelah tangan.

Srintil seorang gadis yang beranjak dewasa. Ia gadis cantik, penari dan badannya mekar, sebagaimana para kumbang mulai berkerumun melihat ada makhluk manis melenggak - lenggok menarik hati.

"Sebenarnya apa yang salah dengan diriku, mencintai seseorang yang belum kutahu benar siapa dia sesungguhnya, apakah sudah beristri ataukah masih lajang."

Ia menganggap bahwa jika Joko Nunggal kembali ke desa ini berarti sebuah tanda bahwa ia mungkin berjodoh. Bisakah bersanding dengan pendekar gagah tersebut.Ia merasakan getaran cinta merambat dari tatapan mata. Melihat sinar mata pemuda itu ia merasa bahwa ada ketentraman yang bersemayam di hatinya.

Tapi laki – laki akan menganggap aneh jika perempuan terlalu agresif mendekat. Ada harga diri yang harus dijaga agar ia tidak dicap sebagai perempuan gampangan dan binal. Maka mencoba menjaga agar ia tidak terbawa perasan ketika bertemu dengan Joko Nunggal.

Dari jauh ia melihat dan mengamati sosok Joko Nunggal, ketika Joko Nunggal tengah seksama mendengarkan dongengan Ki Sarmin Jogogiri. Ia menjaga jarak dan membiarkan Joko Nunggal larut menikmati cerita Ki Sarmin layaknya menonton wayang semalam suntuk.

Akhirnya Srintil beranjak masuk rumah dan meletakkan badannya di amben, rebahan dan akhirnya tertidur pulas.

***

Srintil seperti terjaga. Sebuah ketukan halus, membuat dengan spontan mengatakan.

"Silahkah masuk."

Srintil yang masih rebahan tidak menyadari bahwa bagian dadanya membuka, sebuah sembulan daging padat indah tergolek. Tertutup oleh kutubaru yang kancingnya berlepasan. Setengah tidur ia sambil mencoba menutup kembali, bagian yang tidak tertutup itu.

Sebuah sosok pria gagah, masuk dan duduk dekat dirinya, sepertinya sosok itu adalah pria yang ia impikan. Joko Nunggal. Ia yang tampak lelah membiarkan pria itu mendekat. Ia tetap tiduran karena susah berat mengangkat tubuhnya karena kantuk berat.

Ia merasa kilatan mata laki – laki membuat ada semacam getaran merambat. Entah ia seperti tersedot putaran waktu dan tiba – tiba ia sudah mendekap laki – laki itu. Tangan yang kekar itu melingkar di pucuk punggungnya, memainkan rambut yang tergerai dengan wangi dari tetumbuhan yang ia petik di bibir jurang Sungai Senowo. Saat Merapi membara tiba – tiba ia merasakan asmaranya membara melihat betapa gagahnya laki – laki yang ada dihadapannya.
Ia merasakan tangan yang lembut itu menyentuh tempat di mana sebuah bagian dalam perempuan bisa demikian membuatnya melayang menikmati getaran yang muncul diotak kemudian merambat ke sekujur tubuhnya.

Dengan lembut lelaki itu menggendongnya masuk ke sebuah sentong, dengan penerangan temaram, ia masih bisa melihat kilatan tubuh yang berkeringat menyentuh tubuh bagian depannya. Satu persatu berlepasan baju yang ada ditubuhnya. Degup jantung berkejaran, dan suara angin malam membuat ia semakin larut dalam kehangatan. Karena ada dua detak jantung saling beradu dan kulit – kulit menempel lembut dengan lelehan keringat hangat. Srintil pasrah. Ia biarkan dirinya masuk dalam pusaran yang entah susah ia ceritakan.

Ia mendekap erat seakan tidak mau ia lepaskan sedetikpun suasana syahdu yang ia rasakan. Apakah benar ini sebuah kenyataan?

Apakah ini yang dinamakan cinta, atau sekedar asmara, sekedar khayalan yang muncul karena hasrat terpendam. Ia sedang luluh lebur bersama seorang pria gagah yang memeluknya lembut, yang mengaduk – aduk asmaranya menuju puncak keindahan yang susah terbayangkan sampai tiba – tiba ia kaget, spontan menjerit ketika tiba – tiba ia terjatuh dari amben.

"Oh, sialan."Srintil bangkit bangun dari lantai dan kembali ke amben. Duh, ternyata Cuma mimpi...coba kalau benar. Srintil segera mengambil jarik karena dinginnya udara membuat ia menggigil kedinginan. Sambil sambil menutup kancing bajunya yang membuka, memperlihatkan putihnya dada padat milik Srintil yang sudah tumbuh menjadi perempuan cantik dan matang.

Merapi Membara, Sambungan dari Bara Asmara di Kaki Pegunungan MenorehWhere stories live. Discover now