Permainan Belum Berakhir (1)

3.3K 654 49
                                    


Raja menghentikan motornya di sebuah taman, melepas helm dari kepalanya, dia menatap sekitar taman. Raja tersenyum tipis setelah melihat seorang anak perempuan sedang melambaikan tangan ke arahnya.

Raja menghampiri mereka, ketika jaraknya semakin dekat, anak perempuan itu berlari kencang ke arahnya, kemudian memeluknya pinggangnya erat. Tersenyum tipis, Raja sedikit merunduk untuk mengecup puncak kepala anak perempuan itu, kemudian mengacak pelan rambutnya.

"Tami apa kabar?" tanya Raja.

Tami menengadahkan wajahnya ke atas, menatap Raja dengan senyuman manisnya yang Raja rindukan. "Baik, abang gimana?"

"Baik!" jawab Raja sekenanya, kemudian matanya melirik ke depan, pada perempuan yang sedang duduk di kursi taman, sedang menatapnya dengan senyuman sendu di wajahnya. Wajah perempuan itu semakin hari tampak semakin menua dan tidak terawat, membuat Raja menatapnya sendu.

Sambil bergandengan tangan bersama Tami, Raja menghampiri perempuan itu dan menyalaminya. "Mama apa kabar?" tanyanya dengan suara pelan, kemudian duduk di samping Mamanya.

"Baik," jawab Fitri, Mamanya Raja. Fitri memeluk Raja sejenak, mengusap punggungnya penuh kelembutan hingga Raja menghela napasnya lirih. "kok abang kurusan?" tanya Fitri. "kebanyakan begadang pasti nih."

Melepas pelukannya, Raja memilih menatap wajah Fitri lama. Sudah terlihat banyak sekali kerutan disekitar matanya, wajahnya pun tampak layu tak berseri, begitupun penampilannya, membuat Raja meringis iba di dalam hati.

Padahal Mamanya ini lebih muda beberapa tahun dibandingkan Rahayu, Mamanya Gisa dan Arjuna. Tapi Mamanya terlihat lebih menua dibandingkan Rahayu saat ini.

Raja mengerti, dia benar-benar mengeri mengapa Mamanya bisa seperti ini. Banyak penderitaan dan beban hidup yang berada di kedua pundak Mamanya sejak lama, membuat Raja kembali merasakan emosi itu memuncak di dadanya.

"Raja nggak ngerti kenapa Mama tetap aja lebih memilih suami bajingan Mama itu dibandingkan aku." Cetus Raja dengan suara marah.

Fitri tidak lagi terkejut mendengarnya, dia sudah terbiasa karena setiap kali mereka bertemu, Raja pasti akan selalu begini. Maka itu, Fitri hanya tersenyum lirih dan berpura-pura memberi isyarat pada Raja untuk tidak membahas hal itu di depan Tami.

Raja mendengus, melirik Tami yang hanya duduk diam sambil mendengarkan. "Tami nggak perlu merasa sakit hati, dia jelas tahu kalau Papanya memang bajingan."

"Abang..." tegur Fitri dengan suara lembut. "udah, Mama kesini bukan mau dengar Abang ngomel, Mama kesini karena mau ketemu sama anak Mama."

Tertawa hambar, Raja membuang wajahnya. Kedua tangannya terkepal hebat. Setiap kali dia melihat keadaan Mama dan adiknya yang menyedihkan, dia selalu saja merasa buruk.

Bagaimana tidak? Dia bisa hidup enak di luar sana, tapi Mama dan adiknya harus hidup susah karena memiliki suami dan Papa seperti itu. Harus mendengarkan umpatan dan teriakan setiap hari, mengalami kesulitan ekonomi hingga Mamanya terlihat lusuh begini.

Raja bukannya tidak mampu menghidupi Mama dan adiknya, dia bahkan lebih dari mampu. Jika saja Mamanya mau, Raja bisa membelikan rumah impian mereka, menghidupi mereka dengan layak dan serba ada. Raja akan mengabulkan apapun yang mereka mau.

Tumpukan uangnya jelas sekali masih mampu melakukan semua itu.

Tapi sayangnya, Mamanya selalu saja menolak dan membuat Raja kembali patah hati, berkali-kali.

RAJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang