ACdS - 8

27 7 0
                                    

Cinta tidak bisa fokus pada pekerjaannya. Pikirannya dipenuhi dengan kedua orang tuanya. Masalah apa yang sedang menimpa orang tuanya, hingga datang mencarinya seperti ini.

Begitu jam istirahat tiba, Cinta berlari menemui ayahnya yang sebelumnya ia tinggalkan di area parkiran. Dan ternyata pria itu masih berada di sana, di dalam mobil yang sudah sangat dikenali oleh Cinta. Dan wajahnya tampak begitu gusar.

Cinta mempercepat langkahnya, dan masuk ke dalam mobil ayahnya tanpa diminta.

Hening. Tak ada yang bicara hingga beberapa menit.

"Semalam, mama kamu bertanya soal cucu. Entah kenapa tiba-tiba pertanyaan itu ia ajukan lagi. Tapi pada akhirnya, ia mengaku kalau omongan dari tetangga yang memaksanya untuk membahas itu lagi." Surya mengangkat suara setelah keheningan beberapa saat di antara mereka.

Cinta menundukkan kepala. Tidak menyangka jika permasalahan itu muncul karena dirinya. Namun ia masih menunggu kelanjutan dari cerita itu.

"Papa mencoba menenangkan mama. Tapi mama malah menuduh yang tidak-tidak, mengatakan kalau Arga itu mandul dan merasa menyesal telah menjodohkan kalian berdua. Padahal ia sudah sangat berharap untuk bisa menimang cucu dari putri satu-satunya yang ia punya," lanjut Surya lagi. Pandangannya menatap Cinta, meneliti wajah putri semata wayangnya. Sekedar untuk mengetahui bagaimana reaksi Cinta. Tapi ternyata putrinya itu diam saja, tak mengubah posisinya.

"Papa tak kuasa mendengar semua ocehan mama dan memukulnya. Papa benar-benar menyesal. Kamu tau, Nak, Papa tidak pernah melakukan hal itu sebelumnya. Sekali pun tidak pernah. Papa hanya tidak ingin mama kamu mengatakan hal yang tidak-tidak. Semua ucapan itu adalah doa. Dan Papa tidak ingin hal itu menimpamu, Cinta."

Tanpa disadari, air mata jatuh membasahi wajah Cinta. Bagaimana mungkin kedua orang tuanya yang selama ini sangat harmonis, bisa tiba-tiba bertengkar hanya karena masalah itu?

Cinta mengangkat wajahnya, menatap wajah ayahnya. "Cinta minta maaf, Pa, jika apa yang kalian harapkan belum bisa kami berikan. Bukan kami tidak mau, tapi memang belum diberi rezeki itu, Pa," jelasnya.

Surya mengulurkan tangan, mengelus rambut putrinya dengan usapan yang begitu lembut. "Papa mengerti hal itu, Nak. Papa sama sekali tidak menyalahkanmu, juga Arga. Karena semuanya telah diatur oleh yang empunya kehidupan. Kita hanya bisa menerimanya saja."

"Kamu bicaralah perlahan pada mama, minta mama untuk kembali," pinta Surya kemudian.

Cinta mengusap wajahnya dan menganggukkan kepala. "Iya, Pa."

Saat jam pulang kantor tiba, Arga sudah menunggu Cinta di depan kantornya. Senyumnya melebar melihat Cinta yang berjalan ke arahnya. Satu yang pasti, ia tidak akan memberikan celah bagi Alan untuk menemui wanitanya. Ia akan sangat tepat waktu untuk menjemput istrinya itu.

"Tadi papa juga datang ke kantor," kata Cinta begitu memasuki mobil Arga. Membuat senyuman di wajah Arga seketika menghilang. Digantikan dengan ekspresi kaget akan kalimat yang baru saja diucapkan Cinta. Namun tak ada kalimat yang terucap darinya.

"Benar dugaanku, kalau mama dan papa sedang ada masalah," lanjut Cinta lagi.

"Masalah apa?" Arga akhirnya menanggapi.

Cinta menggigit bibir dalamnya. Namun tatapan matanya begitu serius, tepat pada manik hitam Arga. Hanya sesaat, dan berpaling lagi. "Masalah cucu," katanya pelan.

Arga menarik nafas panjang. Kenapa pertanyaan itu muncul lagi sekarang? Tadinya ia merasa kalau fase dimana pertanyaan itu sering diutarakan padanya telah selesai. Ia pikir ia akan menjalani kehidupan rumah tangga dengan tenang tanpa dicecar pertanyaan itu lagi. Yang entah kenapa malah muncul lagi.

Antara Cinta dan SumpahWhere stories live. Discover now