30. Sebuah Kesalahan

Comenzar desde el principio
                                    

"Gue salah, gue salah banget."

Kebahagiaannya beberapa hari ini berubah begitu saja dalam hitungan menit.

🍭

Sudah dua minggu ini hubungan Erina dan Arsa renggang. Mereka masih tidur di ranjang yang sama tetapi saling membelakangi, kadang juga Erina hanya menatap punggung Arsa tanpa berani menyentuhnya. Obrolan mereka juga hanya sebatas basa-basi, itupun Erina yang lebih sering memulai dan lebih banyak diacuhkan Arsa.

Malam ini, Erina harus terjebak di acara makan malam Wijaya. Apalagi dia harus berpura-pura baik-baik saja dengan Arsa walaupun pria itu tidak mengucapkan apapun.

"Jadi udah ada tanda-tanda Obachan punya cicit, Erin?" tanya Obachan membuat genggaman tangan Erina pada sendok makannya semakin erat.

"Hah? Ehm.."

"Doakan saja yang terbaik bagaimana Obachan, keturunan itu bukan hal yang penting," jawab Arsa dengan wajah datar. Jawaban Arsa berhasil menyentil perasaan Erina.

Anak itu gak penting ya?

"Lah? Gak penting gimana Mas? Mama ingin segera punya cucu," ucap Mama tidak terima dengan jawaban putranya.

"Gak usah nuntut Ma, kalau sudah waktunya pasti juga akan dikasih kok, yang penting usaha Mas sama Erina jalan terus, proyek anggota baru keluarga Wijaya," ucap Papa yang wajahnya terlihat santai.

Erina tercekat, banyak orang-orang yang menaruh harapan besar agar anak segera hadir ditengah Erina dan Arsa. Wajah sih kalau Mas Arsa kecewa. Erina hanya memasang senyuman canggungnya, sudah lama dia tidak berhubungan lagi dengan Arsa. Terakhir sebelum dia berangkat ke Eropa, tiga minggu yang lalu.

"Aduh tidak usah dibahas dulu, lihat wajah Erina jadi merasa bersalah gitu, tidak apa-apa nak, nikmati saja pernikahan kalian sebelum ada anak," ucap Ojichan.

"Maafin Obachan ya nak kalau menyinggung perasaan Erin," ucap Obachan. Erina tertawa garing.

"Obachan gak salah kok, gak apa-apa," jawab Erina. Mama mengusap pundak Erina dengan sayang.

"Mama percaya pada kalian," ucap Mama berhasil memperparah rasa bersalah Erina hingga Erina harus berusaha mati-matian menahan diri untuk tidak menangis.

"Sudah, kita bahas hal lain saja, misalnya calon istri untuk Geo-chan," ucap Ojichan. Geo yang sedari tadi hanya diam langsung tersedak.

"Ojichan aku--"

"Aku masih ingin menikmati masa muda dan karier ku. Sadar diri, kamu itu sudah tua Geo-chan, gak ada lagi masa muda," ucap Ojichan yang sudah sangat hafal dengan alasan cucunya yang paling badung itu.

"Kenalkan satu saja gadis yang benar-benar serius kamu cintai," pinta Papa. Geo menggeleng.

"Gak semudah itu Pa," jawab Geo.

"Kalau begitu, Papa jodohkan saja kamu agar lebih mudah," ucap Papa dengan santai. Geo menghela napas lelah.

"Aku pikir setelah Arsa menikah posisiku akan aman," gerutu Geo.

"Tentu saja tidak, malah kamu membuat posisimu semakin sulit," cibir Ojichan.

"Kenapa kita harus membahas topik serius terus dari tadi?" keluh Yukita muak.

Seolah tersadar, Papa tertawa.

"Baiklah, masih ada dua anak gadis ku yang masih di bawah umur," ucap Papa. Yukita memberengut sebal membuat semuanya tertawa, kecuali Arsa yang sedari tadi tidak menikmati makan malam ini.

🍭

Erina masih menatap wajah Arsa yang tertidur pulas, pria itu menghadap ke arahnya mungkin karena tidak sadar. Tangan Erina bergerak perlahan, jari telunjuknya menyentuh punggung tangan Arsa dengan lembut, hanya tiga detik kemudian dia segera menarik tangannya dan memejamkan matanya saat mendengar alarm di ponsel Arsa berbunyi.

Erina dapat merasakan pergerakan di sebelahnya lalu alarm itu terhenti. Erina membuka kelopak matanya dan melihat punggung Arsa yang perlahan menjauh, barulah setelah mendengar pintu kamar mandi yan tertutup, Erina beranjak duduk.

Dering ponsel Erina membuat perhatian Erina teralih, melihat nama Geo yang tertera di layar ponselnya membuat kening Erina berkerut bingung. Baru semalam mereka bertemu di makan malam keluarga.

"Hal--"

"Lo udah siap-siap? Bentar lagi gue jemput."

"Hah?"

"Lo amnesia? Jam 9 nanti kita ada penerbangan yang sama ke Aceh."

"Hari ini banget nih?"

"Ya iyalah."

"Yaudah, gue siap-siap sekarang, sekitar jam 5 lo ke sininya ya?"

"Yoi boss."

Erina baru ingat hari ini dia ada penerbangan ke Aceh-Jakarta-Semarang-Bali. Dia akan menginap di Bali dan akan kembali besok pagi.

Erina merenggangkan ototnya, dia sudah menyiapkan barang bawaannya sejak kemarin sore. Bali. Setidaknya dia bisa menenangkan pikirannya sejenak walaupun hampir 2 minggu ini Erina kurang tidur, bahkan beberapa kali dia tidak tidur sama sekali.

Erina masih duduk di tepi ranjang, menunggu Arsa keluar dari kamar mandi, hingga tak lama kemudian pria itu keluar sambil menggosokkan handuk kecil pada rambutnya yang basah.

"Mas, aku hari ini Aceh, Semarang, dan nginap di Bali," ucap Erina memberitahu Arsa, setidaknya dia harus meminta izin, kan?

Arsa menatap wajah Erina sekilas dengan sorot dingin.

"Penting?"

Erina mengerjapkan matanya tidak mengerti.

"Hah?"

"Penting kamu memberitahu saya hal itu?" tanya Arsa dengan sarkas kemudian dia membuka lemari dan mengambil baju koko nya, namun ucapan Arsa sebelum pria itu keluar dari kamar membuat Erina merasa sakit hati.

"Memangnya sejak kapan kamu menganggap saya suami?"

Begitu pintu kamar mereka di tutup, Erina langsung melemparkan bantal yang di pakai Arsa tidur.

"Brengsek! Gue tahu gue salah, gimana gue mau ngomong baik-baik lo aja malah  judes? Sialan banget," omel Erina.

Erina mendadak merasa kesal, dua minggu ini dia cukup frustrasi. Ada rasa ingin segera menyelesaikan masalah sialan ini, tetapi mereka selalu saja tidak bertemu. Beberapa kali Erina ingin membuka obrolan tetapi Arsa selalu sibuk -sibuk menghindarinya, mungkin?-  dan Erina dengan pekerjaannya. Jika bertemu pun, jika mereka akan tidur atau Arsa yang bersiap untuk ke kantor.

Erina membuka laci nakasnya dan surat-surat yang dia tulis sebelum dia pergi kerja tidak tersentuh sama sekali, artinya Arsa belum membaca suratnya, mungkin juga Arsa tidak akan membacanya.

"Terakhir banget gue nulis surat ini," ucap Erina, dia memiliki gengsi untuk minta maaf secara langsung, maka dia kepikiran untuk menulis surat. Pil nya saja bisa Arsa temukan, masa surat ini tidak?

🍭

Yuk gengs ramaikan vote dan komentarnya! 😘

Aku akan sedikit berpendapat. Tindakan mereka berdua menurut ku gak bisa dianggap benar. Erina menunda kehamilan dengan diam-diam meminum pil tanpa memberitahu Arsa. Arsa sebagai lelaki juga malah tidak berusaha menyelesaikan masalah mereka. Tapi memang gaada manusia yang sempurna :')

Oke gengs silakan kalian berpendapat, memberi saran, *asal jangan bully ya wkwk, judulnya aja 'Sebuah Kesalahan' Silakan komentar di kolom bawah ini 👇🏻

1. Untuk Erina....

2. Untuk Arsa.....

3. Untuk siapapun yang ada di cerita ini....

See you next part!

-Kekasih Menuju Halalnya Lee Dong Wook 🦊

Senin, 14 Desember 2020

PERTIWIDonde viven las historias. Descúbrelo ahora