Twenty-eight

442 110 68
                                    

Keheningan memenuhi mobil yang dikendarai oleh Jeffrey. Tidak ada satupun dari ketiga orang di dalam sana yang memecah keheningan diantara mereka, semuanya sibuk dengan pikiran masing-masing.

Angga yang biasanya selalu lihai dalam mencairkan suasana kini ikut diam tak berbicara, kentara sekali ia masih diselimuti oleh emosi yang tak kunjung mereda. Disamping Angga ada Jeffrey yang fokus menyetir, dan seringkali melirik seorang gadis yang nampak sangat murung dibelakang sana melalui kaca mobil.

Angga sangat menyadari suasana tak nyaman diantara dirinya, Yuna, dan Jeffrey, terlebih lagi ia paham betul bahwa Jeffrey mengkhawatirkan Yuna yang sedang termenung dengan raut wajah muram di belakang sana. Jika dibiarkan begini, konsentrasi menyetir Jeffrey bisa buyar dan hal itu akan berakibat fatal pada keselamatan mereka.

"Berhenti di rest area depan sana Jeff, biar gantian gue yang nyetir." Kata Angga tiba-tiba dan langsung membuyarkan lamunan Jeffrey.

Jeffrey menoleh, "Hah? Ngapain? Gue masih sanggup nyetir kok."

Angga berdecak sebal, "Sanggup sih sanggup, tapi lo-nya nggak fokus. Udah gantian aja sama gue, gue ogah ya mati konyol gara-gara lo nyetir nggak fokus gini."

Jeffrey bungkam karena kata-kata Angga tepat sasaran, dirinya memang sudah tidak fokus semenjak melihat Yuna yang murung dan tak bersemangat dibelakang sana. Rasanya Jeffrey ingin berada disamping Yuna dan menghibur gadis itu agar melupakan apa yang terjadi hari ini.

"Gue tau lo khawatir sama Yuna, jadi ikutin aja kata-kata gue. Berhenti di rest area depan sana, biar gue yang gantiin lo nyetir dan lo bisa duduk bareng Yuna di belakang." Bisik Angga namun nyatanya masih bisa di dengar oleh Yuna, tetapi gadis itu memilih diam dan melanjutkan lamunannya.

Jeffrey mengiyakan, "Lo bener, thanks banget, Ga."

Angga mengangkat satu jempolnya, dan saat itu juga Jeffrey langsung membelokkan mobilnya ke rest area. Setelah itu ia keluar dari mobil dan berpindah ke kursi belakang samping Yuna, sementara Angga mengambil alih kursi pengemudi.

Yuna tak bergeming sedikitpun ketika Jeffrey berpindah kesisinya. Gadis itu menyandarkan kepalanya pada kaca pintu mobil sambil menatap nanar jalanan. Pikirannya sangat kacau hari ini, sehingga ia tak tahu lagi bagaimana harus bersikap.

Untuk pertama kalinya Yuna merasakan kecewa dan sakit hati secara bersamaan, dan hal itu disebabkan oleh seseorang yang paling dekat dengannya melebihi siapapun, bahkan orangtuanya sendiri. Karena itu, rasanya dua kali lipat lebih sakit dari yang seharusnya.

Yuna ingin menangis, namun ia mati-matian menahannya karena tak ingin membuat Jeffrey dan Angga khawatir. Mereka berdua juga sama kecewanya dengan ia saat ini, dan Yuna tidak ingin menambah beban kedua lelaki itu dengan dirinya yang bersikap cengeng.

"Yun," Jeffrey menyentuh bahu Yuna dan memanggil nama gadis yang membelakanginya itu.

Yuna menoleh lalu balas berdeham sebagai respon atas panggilan Jeffrey.

"Lo gapapa?" Tanya Jeffrey hati-hati.

Yuna mengangguk dan memberikan sebuah senyuman tipis, "Gapapa kok, Jeff."

"Kalo gitu artinya lo kenapa-napa." Kata Jeffrey sambil menatap sendu Yuna, "nggak perlu berlagak baik-baik aja, gue tau lo sama sekali nggak baik-baik aja."

Yuna menghela nafas berat, "Kita bertiga nggak baik-baik aja, bukan cuma gue."

"Jangan khawatirin gue Jeff, nanti juga gue biasa lagi. Sekarang masih kaget dan berusaha menerima kenyataan aja." Lanjut Yuna.

Jeffrey menarik satu tangan Yuna dan menggenggamnya erat, "Gimana gue nggak khawatir kalo lo terus-terusan murung gini?"

Yuna diam, tak tahu harus membalas Jeffrey dengan kata-kata apa. Nyatanya Yuna memang semurung itu, semangatnya sudah tak ada yang tersisa. Jeka menghapus semua semangat Yuna hari ini dan menggantinya dengan kekecewaan yang mendalam.

Location Unknown✔Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz