PROLOG

368 97 5
                                    

Terdengar suara dari radio yang sedang melaporkan berita. "Seminggu telah berlalu, kasus mengerikan yang terjadi terus saja bertambah. Para polisi hingga saat ini masih belum mengetahui siapa dalang dari kejahatan mengerikan ini, terlebih kasus ini menjadi salah satu kasus yang mengerikan, karena hingga saat ini pelaku masih belum tertangkap dan korban terus bertambah."

Tidak jauh dari radio tersebut Krystal sedang mengerjakan tugasnya seperti biasa di tempat restoran kecil dirinya bekerja. Tinggal sedikit lagi piring kotor yang harus dicuci agar bisa pergi dari tempat ini. Tercium bau stroberi dari sabun yang digunakan. Jam yang berdenting dan kesunyian malam membuat Krystal sedikit merinding akan tetapi ia tidak takut.

"Dan satu-satunya petunjuk yang baru ditemukan dari kasus ini hanyalah noda biru." Suara radio yang sedang melaporkan dengan sedikit bunyi statis seperti sedang kehilangan sinyal.

Krystal menaruh piring yang telah dicuci di rak sebelah. Piring yang ia pegang jatuh dan pecah saat dirinya terkejut menjumpai sebuah noda biru di piring tersebut. Krystal mengerjapkan matanya-membedakan antara halusinasi dan dunia nyata. Terdengar suara statis sepenuhnya dari radio.

Krystal membilas busa dari tangannya, mematikan radio, lalu kembali menatap noda biru yang kini sudah hilang. "Ah sial." ucapnya saat menyadari itu hanyalah ilusi yang menandakan bahwa dirinya sudah lelah.

Beberapa saat setelah merapikan dan berkemas, Krystal terduduk di salah satu bangku makan-menatap keluar jendela. Terlihat hari masih gelap, untung saja Krystal telah mengunci semua pintu setidaknya jika ada sesuatu yang aneh, salah, dan jahat, dirinya bisa mengulur waktu.

Krystal ingin pulang, tapi ia menyadari bahwa dirinya terlalu lelah. Mungkin dia bisa bermalam di restoran seperti yang pernah dia lakukan sebelumnya. Setidaknya pernah sekali ia bermalam, karena saat itu dirinya sedang bermasalah dengan keluarga yang ia punya, yaitu ibunya.

Krystal berbaring di bangku panjang restoran. Ia mengerjapkan matanya, menguap, dan beberapa detik kemudian dirinya terlelap menuju ke alam mimpi.

"Pergi jauh dari sana."

"Noda itu."

"Noda biru."

Suara ketukan membagunkan Krystal. Krystal pikir itu suara ketukan ranting pohon yang menyentuh kaca jendela. Namun ternyata bukan, suara ketukan itu sudah jelas karena ketukan tangan seseorang.

Krystal terbangun lalu memeriksa sekitar. Tidak ada siapapun tapi bunyi itu masih ada. Krystal berjalan hingga berhenti di depan ruangan pendingin di mana suara tersebut berhenti. Krystal membuka pintu tersebut, namun seperti film horror tidak ada siapa pun di sana selain dinginnya ruangan tersebut.

Krystal menutup pintu, menatap sekeliling dan mendapati bahwa jam menunjukan pukul dua pagi. Krystal berlari meraih tasnya, mencari sesuatu lalu segera mengonsumsinya dan diakhiri dengan meminum satu botol air dalam sekali tegukan.

Sesaat setelah itu, kali ini terdengar suara gaduh dari arah pintu belakang. Dengan segera Krystal berjalan lalu mendapati bahwa pintu belakang sedang didobrak. Krystal meraih panci dan langsung membuka pintu dan menghantam sesuatu.

Saat Krystal ingin memeriksa apa yang ia pukul, ada sesosok tangan bergerak meraih tangan Krystal. Krystal langsung kembali meraih panci untuk menghantam sosok itu. Disaat sosok itu sudah melepaskannya, Krystal kembali masuk lalu segera mengunci pintu dan berjalan menjauh dari sana.

"Ah benar-benar." Krystal menampar dirinya untuk menyadarkan dirinya apakah ini halusinasi atau nyata.

Krystal berjalan ke arah telepon restoran. "Sejujurnya aku berharap sekarang sedang badai karena akan menyenangkan, setidaknya tidak sunyi seperti ini." kata Krystal sembari menunggu panggilannya tersambung.

"Halo, anda terhubung dengan kepolisian."

"Halo, saat ini aku berada di restoran XX di jalan XX. Dan di sini pelaku pembunuhan sedang mengintaiku."

"Baik, bantuan sedang dikirimkan."

"Apakah akan lama?"

"Tidak, mohon untuk tidak menutup panggilan."

"Baik.

"Nona, apa maksudmu yang mengintai adalah noda biru?"

"Apa?? Halo? Halo ...."

Terdengar suara terputus dan berganti menjadi suara statis membuat Krystal tersadar bahwa ada sesuatu yang memutus saluran telepon. Namun di sisi lain setidaknya dia merasa senang dirinya sudah berhasil menghubungi dan melaporkan lokasinya. Krystal kembali berjalan dengan hati-hati memeriksa sekitar.

"Sekarang kita akan kembali mengulas si noda biru." Entah suara dari arah mana, namun Krystal tahu bahwa itu adalah suara dari radio dan entah siapa yang menyalakan radio yang seharusnya mati, karena mana mungkin ada orang lain yang menyalakannya selain dirinya. Krystal berjalan mencari asal suara dengan berhati-hati.

Pemikiran Krystal ternyata salah setelah kepalanya terasa sakit karena sebuah benda menghantam di kepalanya dengan keras. Sesaat sebelum ia memejamkan matanya, bunyi sirine mobil polisi terdengar.

* * * *

Krystal terbangun dengan kepala yang terasa sangat sakit dan berat. Ia memejamkan matanya berkali-kali, berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya. Krystal terkejut ketika melihat selang infus yang menancap di tangannya. Salah satu pemandangan yang ia dapat setelah membuka mata adalah seorang laki-laki yang tertidur di sampingnya.

"George," sebut Krystal.

Laki-laki yang disebut George terbangun. Ia nampak terkejut dan senang ketika melihat Krystal.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya George dengan suara khas bangun tidur.

"Aku baik-baik saja. Apa yang terjadi semalam?"

"Semalam polisi menemukanmu tergeletak di restoran. Kepalamu berdarah dan polisi langsung membawamu ke rumah sakit. Aku langsung kemari setelah kawanku sebagai polisi di sana menghubungiku. Apa yang terjadi pada dirimu? Kenapa kau tidak meneleponku?" jelas George panjang lebar. Terdapat rasa khawatir yang terlihat dari wajah dan cara bicaranya.

"Aku tidak tahu, George." ucap Krystal. "Yang aku ingat ada pembunuh yang mengintaiku, dan aku langsung menelepon polisi lalu setelah itu aku tidak ingat apa-apa."

"Apa ada noda biru?" tanya George.

"Aku sempat melihatnya sesaat. Tapi setelah itu menghilang. Aku pikir itu hanya halusinasi saja."

George nampak terkejut mendengar penjelasan Krystal. "Aku ... aku sangat takut George." ucapnya lagi.

"Aku akan mengijinkanmu untuk beristirahat selama dua minggu. Kau tidak perlu berangkat ke restoran, Krystal. Aku tahu kau pasti trauma." George, sebagai pemilik restoran berkata demikian.

Krystal tersenyum. "Terima kasih, George."

- LUCKIEST GIRL ALIVE -

LUCKIEST GIRL ALIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang