Part 14

18.5K 2.7K 1.4K
                                    




Kira-kira, leher Eunjo melengkung gak ya di part ini? wkwkwkwk

Voter ke berapa nih?



Ayo coba-coba jadi cenayang seperti Suga 😂😂Kira-kira, foto keberapa yang cocok dengan part 14 ini? Nanti kalian cocokkan sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ayo coba-coba jadi cenayang seperti Suga 😂😂
Kira-kira, foto keberapa yang cocok dengan part 14 ini? Nanti kalian cocokkan sendiri









Seperti suara nyanyian katak yang tiba-tiba terdengar keras, seakan bersyukur atas guyuran hujan, rintik air yang terperas dari awan kelabu terasa semakin deras. Bahkan berhasil memaksa Eunjo dan Yungi yang tengah berdiri di serambi pintu depan, memaku dan cukup bingung harus mengatasi situasi ini seperti apa. Terlihat jelas rencana mereka untuk pulang setelah lima belas menit tambahan untuk menunggu Ibu Eunjo, tidak berjalan lancar.

"Sekarang bagaimana?" tanya Eunjo dengan helaan napas besar, menunjukkan seberapa kesal ia karena jarak mobil dengan pijakan mereka berdiri cukup jauh. Kenapa juga harus tiba-tiba hujan seperti ini, sih?—keluhnya.

Yungi mendongak, hanya untuk melihat langit benar-benar gelap seperti murung dan menangis karena tersakiti, "Tidak bisakah kita meminjam payung ke dalam?" timpalnya tidak cukup bersemangat—Yungi juga benci harus basah-basahan.

Eunjo menoleh ke belakang, sejenak berpikir saat melihat penjaga keamanan yang juga memperhatikan hujan yang membuat suasana menjadi sendu, "Ya...seharusnya mereka memilikinya," katanya, lalu ia melihat Yungi yang tengah berekspresi semakin pasrah, "Coba kau tanya ke dalam apakah mereka mau meminjamkannya."

Yungi hening beberapa saat menatap sang istri, sedangkan Eunjo memeluk dirinya sendiri karena semilir angin juga turut berembus deras. Eunjo menatap yakin sekali sebelum akhirnya Yungi mengangguk dalam diam, lalu melenggak ke dalam sembari menggaruk belakang telinganya. Sedangkan Eunjo nampak bertanya-tanya, kenapa ekspresinya bisa semalas itu? Walaupun sebenarnya ia juga merasa malas harus bertanya ke dalam, sih. Tapi, ya. Apa boleh buat, jiwa-jiwa wanita yang memilih bergantung pada pria, selalu muncul di saat-saat seperti ini, bukan?

Yungi kembali membawa sebuah payung berwarna putih bertuliskan nama rumah sakit berwarna biru tua. Air muka Eunjo terlihat lega, dan Yungi juga memasang eksprsi yang tidak jauh berbeda. Suara rintik hujan yang mendominasi, dan tiupan angin yang membuat kulit semakin menggigil, memaksa Yungi cepat membuka payungnya karena ia tidak ingin sepatunya semakin basah. Ia menoleh ke arah Eunjo yang juga tengah menatapnya. Jika kalian membayangkan tatapan dalam yang saling hanyut, atau termabukkan oleh momen-momen romansa hujan-hujanan perfilman, tolong singkirkan itu sebentar. Karena apa, bukannya saling mengalah atau setidaknya berinisiatif saling mendekat agar tidak kehujanan, Eunjo malah mengarahkan gagang payung itu untuk condong lebih banyak ke arahnya.

"Jangan diarahkan ke sana semua, aku bisa kehujanan!" protes Eunjo tanpa kendala.

Sayangnya, Yungi juga berpikir hal yang sama, "Kalau payungnya diarahkan padamu semua, sama saja aku yang nanti basah kuyup." Ia mengarahkan sedikit payung ke arahnya—Yungi mencoba berusaha adil sebenarnya.

Snowdrop ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang