Beomgyu memutar bola matanya. "Ya lo pikir aja kak, pake ditanya. Percuma lo pinter di akademik doang."
Soobin menghela napas untuk kelegaannya pada ketiadaan hewan reptilia yang memilik efek besar kalau mencaplok, serta untuk kesabarannya buat enggak melayangkan tampolan manis pada cowok yang lebih muda.
"Tuh kak, tuuhhh! Ada, ada! Gede lagi," Beomgyu menarik Soobin supaya mendekat, lantas berjongkok di hadapan bunga itu.
Fyi saja, sebenarnya itu adalah bunga dandelion yang biasanya memang bersemi ketika musim panas. Tapi, mereka mana tahu jenis bunga, sudah tahu mana bunga mana rumput saja masih mending.
Beomgyu memetik bunga tersebut dari tengah batangnya dan beranjak untuk mengulurkannya ke hadapan Soobin. "Coba ditiup, kak!"
"Kenapa gue?"
"Barangkali lu gak pernah main ginian di kota, for the first time in forever kalau kata Anna mah."
"Lo pikir di kota kaga ada tanaman apa?"
"Mana gue tahu, gue kan di Daegu."
Soobin mendengus pelan. Tapi kemudian dia meraih tangan Beomgyu yang memegang bunga, lantas dia mendekatkan wajahnya dan—huuff... serbuk itu berterbangan di antara embus angin yang tak terlihat.
"Wooaahh!" Beomgyu berseru.
Soobin menatap Beomgyu dalam jarak yang dekat. Nggak bisa menahan seutas senyum geli.
"Cari lagi yang lain,"
Mereka—atau tepatnya sih Beomgyu—mencari lagi bunga yang lain. Soobin cuman mengikuti sambil sesekali melihat-lihat. Jiwa bolang yang lebih tua gak sebanyak bocah satunya memang.
Lama waktu mereka di sana sampai matahari berdiri tepat di atas kepala mereka. Angin memang semilir mengembus mengurangi hawa panas dan kucuran keringat, tapi bukan berarti mampu mengenyangkan angin di perut. Alias, mereka sadar kalau sekarang telah masuk jam makan siang oleh bunyi perut samar didengar.
"Ayo pulang, dek." kata Soobin pada Beomgyu yang sedang bermain air, mau nyari kepiting katanya.
Di luar dugaan, Beomgyu langsung menurut. Dia beranjak dan mendekati yang lebih tua. Mengulurkan tangan.
Soobin menatapnya dengan dahi terlipat. "Gue gak bawa duit."
"Tangan lo maksudnya, elah. Kalau mau jalan sendiri juga bagus—"
"Oh iya!" Soobin langsung meraih tangan Beomgyu.
Literally, Soobin menggenggam tangan Beomgyu dan saling menyelipkan jemari di sela kosong masing-masing.
Beomgyu dibuat terkejut. Lagi-lagi gejolak aneh dalam dirinya itu muncul membuat kinerja responnya melambat. Soobin telah mengambil langkah melewati sungai lagi sebelum Beomgyu menyahut dan memimpin jalan seperti sebelumnya.
Beomgyu masih bungkam sampai mereka telah sampai di tepian lain. Dia memakai sepatunya dalam diam karena dia takut, dan sadar, sekali dirinya berbicara hanya akan tergagap konyol.
"Giliran lo yang dibonceng ya sekarang?"
Ucapan Soobin membuat Beomgyu mengerjap sadar. "Hah? Apaan?"
"Gue hapal jalan dari rumah ke sini kok, gak akan nyasar. Lagian kalau nyasar masih di Daegu, gak akan tiba-tiba ke Pulau Jeju."
"Yakali, kalau sampai ke sana mah berarti teleportasi namanya."
"Ya udahlah, pokoknya yang penting sampai rumah." lantas Soobin menyiapkan sepeda dan menaikinya duluan. Dibunyikannya bel di sebelah stir, "Cepetan naik, gue udah laper."
Beomgyu gak menyahut, langsung duduk di boncengan.
"Pegangan ya,"
"...nggak mau..." lirih Beomgyu sampai hanya mampu didengar oleh dirinya sendiri.
"Hah? Apa?"
Beomgyu menggigit bibir, berharap dapat menahan gejolak sinting dalam dirinya atau bahkan sebaiknya mereda saja sekalian.
"Dek? Lo kenap—"
Bugh!
"Buruan jalan ah, gue juga dah laper!!" teriakan Beomgyu nyaris memecah gendang telinga Soobin.
Soobin meringis, tapi alih-alih meraba punggung yang perih oleh tabokan, dia mulai mengayuh sepeda karena Beomgyu telah melayangkan tabokan lagi yang lain.
###
[12-11-2020]
YOU ARE READING
Click On ╏ C. Beomgyu (ON HOLD)
Fanfiction"...ada yang mau sama lo, tapi lo-nya gak mau. Giliran lo-nya mau, dianya gak mau..." -Yang Jeongin, 2020 Ini tentang Choi Beomgyu yang keder sendiri dengan kehidupan perkuliahannya bersama kisah cintanya yang jauh dari mulus seperti drama tapi juga...
29 : hands on me
Start from the beginning
