Gitu deh, pokoknya sampai mereka melewati beberapa rumah lagi dan sawah atau perkebunan gak sebanyak terlihat seperti sebelumnya. Sampai mereka menemukan jembatas di atas anak sungai sebagai penghubung jalan ke daerah permukiman, Beomgyu baru berhenti.

"Dah sampai." Beomgyu menahan sepeda dengan kedua kakinya.

"Ke sungai?"

"Kalau ke laut entar lo kelelep. Mending ke sungai cetek aja sampai ikan aja gak bakal tenggelam apalagi elo, kak."

Jadi begini, Soobin tuh sebenarnya sayang banget sama Beomgyu. Tapi apa daya keinginan buat menoyor yang lebih muda lebih menggebu-gebu dari kesabarannya. Apalagi setelah melafalkan pernyataan tidak terhormat seperti dialog di atas.

"Sumpah, lo tuh gak tahu berterimakasih banget kak! Udah gue boncengin sepedaan sejauh ini malah ditoyor! Nanti kalau otak gue geser, tuker posisi sama mata gimana?!"

"Bagus, biar mulai ke depannya biar otak lo melihat apa yang terjadi langsung bereaksi, gak perlu mikir dulu lewat saraf mata."

"Hah! Orangtua pada resek! Nyebelin!" Beomgyu melengos keras dan tiba-tiba bergerak menuruni sepeda dan meluncur turun ke bagian pinggiran sungai. Meninggalkan Soobin yang terbengong di tempat.

"Eh—dek?!" Soobin turun dari sepeda dan menyangganya di posisi sekiranya masih dapat terjangkau pandang. Kan gak lucu kalau tiba-tiba digondol orang. Kemudian, barulah kaki panjangnya menyusul turun mencapai tepi sungai.

Beomgyu telah bertelanjang kaki ketika Soobin menyusul. Ujung jempolan kakinya meraba pinggiran air sungai dan menyibaknya pelan.

"Gue ngajak elo ke sini bukan karena airnya cetek atau gimana kok, kak." kata Beomgyu ketika menyadari kalau Soobin telah menyusulnya dan berdiri enggak jauh darinya.

"Terus?"

"Karena gue suka aja tempat ini." tatapan Beomgyu menerawangi air di bawah kakinya. Mengalir di atas bebatuan di dasarnya dan permukaannya memantulkan langit di atasnya.

Di sebelahnya, Soobin membuka mulutnya hendak menyahut tapi urung dan berakhir bungkam untuk keduanya.

Bagai dihipnotis oleh muara air, atau oleh pantulan sinar matahari di air yang jernih, seketika menarik alih Beomgyu untuk terus menatap. Melupakan eksistensi besar di sekitarnya, malah membiarkan dirinya ditarik-tarik oleh kekosongan yang tenang.

Pikiran Beomgyu lepas untuk sesaat.

Seekor capung terbang di depan matanya. Mengambang-ngambang di atas air dan membuat lingkaran mortal terbentuk dari jejak kakinya yang kecil sebelum dia terbang lagi menyusuri sungai lebih jauh.

Keberadaan yang sekejap itu membuyarkan Beomgyu dalam lamunannya, seperti eksistensi seekor capung yang membuat gelombang kecil pada aliran air yang tenang. Cowok itu menarik wajahnya dari pemandangan di bawah dagunya hanya supaya teringat sekelilingnya, bukan untuk dihadapkan pada pandang dan wajah yang mengarah lurus padanya ketika Beomgyu menoleh, membuatnya tersentak kaget.

"O-oh, maaf, lo... kaget ya," lirih Soobin seraya menarik diri yang tangannya, entah sejak kapan, terulur seperti hendak menyentuh sisi wajah Beomgyu. Dia bergerak dengan kaku setelahnya dan mengusap tengkuknya seperti kedapatan melakukan sesuatu perbuatan yang enggak seharusnya.

Well, mungkin memang benar, tapi sayangnya Beomgyu gak memiliki keberanian untuk bertanya memastikan dan berakhir menyimpannya untuk diri sendiri.

Soobin berdehem pelan, sedangkan Beomgyu menunjuk bagian tepi sungai di sebrang mereka, menarik atensi.

"Kak, di sana ada semak sama tumbuhan liar, terus suka ada tumbuh bunga yang bisa ditiup terus nanti kelopak atau benihnya terbang gitu kayak yang di film-film atau video klip gitu."

Click On ╏ C. Beomgyu (ON HOLD)Where stories live. Discover now