37 | Gado-Gado

17.3K 1.7K 546
                                    

"Itu gimana, Sist? Badannya oke, kulitnya putih." Miko melirik salah satu staf pria yang baru saja keluar mengambil jam istirahat mereka dari sofa yang tersedia di lantai pertama kantor. Ema memperhatikannya dengan mulut menyangga pensilnya.

"Ada kumisnya, ih. Kayak kumis lele lagi." Ema mencari-cari lagi dan menemukan satu sasaran yang menarik perhatiannya. "Tuh, yang baru keluar dari lift oke juga. Kulitnya tan, tinggi juga danㅡyah! Dia sudah pakai cincin." Miko tertawa ketika Ema mendecak kecewa.

"Maunya yang gimana? Nanti saya coba iseng-iseng berburu ke divisi sebelah. Banyak brondong juga. Uuu, Ibu Athena kayaknya punya stok banyak cowok penyegar mata di sini."

Pada saat itu Linda teman kampusnya yang sekarang bekerja di Caridad bergabung dengan minuman kalengnya. "Ema nggak doyan brondong. Maunya semacam pak Akmal." Pak Akmal yang dimaksu Linda adalah staff bagian HR support yang sudah berusia 55 tahun.

"Nah kalau itu pawangnya di Ohio. Jangan coba-coba dideketin, ya." Linda menunjuk Wandi yang keluar bersama beberapa staf yang lain dan ketika Linda melihat Dini datang mendekati mereka, Linda menggeser duduknya untuk wanita itu. Linda melanjutkan, "Kalau yang baru datang ini nih, kayaknya bau-bau bakal jadian ama Jeffrey."

Ema dan Miko sontak menatap Dini yang duduk tersipu malu. "Kok bisa?" Ema bertanya dengan senyuman antusias dibuat-buat. Walau dalam hati ia mulai menerka kalau Jeffrey bermain di belakang sepupunya. Awas aja!

"Tadi pagi pas baru markir motor, gue liat Jeffrey datengin Dini. Kebetulan Dini juga baru markir motor. Terus apalagi, Din?" Linda melirik Dini meminta wanita itu untuk menceritakan hal selanjutnya. Karena sekarang mata Linda sedang melakukan scan kepada staf pria yang terus keluar dari lift bak model. Siang bolong begini memang paling mujarab kalau melihat hal yang menyejukkan mata. Angin segar, angin segar. Linda mengusap dadanya takjub melihat pemandangan indah yang berlalu lalang di depannya.

"Dia mau ketemu sama gue siang ini. Jadi dia minta ketemuan di lantai satu. Gue agak grogi kalau sama dia doang, makanya gue bawa Linda," kata Dini sambil memperhatikan pakaiannya apakah masih terlihat rapi atau tidak. Ema ber-oh seadanya. "Lo sama Miko di sini ngapain?"

"Nunggu mas go-food datang. Tapi kenapa musti grogi sih, Din? Kan ketemuannya juga di tempat ramai begini dan Jeffrey nggak main terkam manusia juga," balas Ema.

"Naksir mas Ganteng ya?" Miko menunjuk Dini dengan genit. "Iih mukanya ketahuan banget. Hi hi hi." Linda tertawa, Dini memukul Miko untuk menyembunyikan salah tingkahnya.

"Lo nggak ikutan demen sama Jeffrey juga, Lin?" Sekarang Emang beralih kepada Linda. Wanita itu menggeleng dengan mulut mengerucut. "Jeffrey itu hmm gimana ya ... sekali lo lihat lo bakal sadar diri gitu. Sadar diri kalau lo cuma bisa lihat dia yang terlalu bersinar. Sebatas kagum sama ciptaan Tuhan. Nggak ada niat untuk memiliki seutuhnya. Anjay kata-kata gue iuh banget." Ema tertawa di sana ketika Linda geli sendiri dengan ucapannya.

"Kenyataannya kalau lo di Indonesia, lo juga nggak bakal bisa sama dia. Beda keyakinan. Bubar-bubar." Ema membuat suasana semakin riuh dengan kata-kata menyindir pasangan beda agama di luar sana.

"Berarti kalau di luar Indonesia jadi dong, ya? Oh, wait. Setahu gue sudah ada deh lembaga atau apalah itu sebutannya yang bisa buat pernikahan beda agama di sini. Tapi gue kurang update infonya lagi." Linda melirik Dini dengan ekspresi menggoda. "Wah, Din. Gue kayaknya bisa nikung lo."

SECRETARYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang