24 | Pasukan Kuning dan Light Flury

14.6K 3.6K 893
                                    

Jeffrey baru mengetahui kalau Athena mempunyai rumah sendiri di Jakarta. Rumah Athena dan Ema lebih tepatnya. Karena kedua wanita itu sangat jarang di Jakarta, hanya dua asisten rumah tangga mereka yang mengurus rumah minimalis itu.

Jeffrey keluar dari kamar tamunya ketika pukul tujuh malam, dan menemukan Yayaㅡsalah satu ART rumah ini duduk di ruang tengah dengan tangan yang melipat baju-baju majikannya yang sudah di setrika. Yaya melihat Jeffrey dan segera berdiri, "Ibu Athena lagi mandi di kamar atas, Pak."

"Jeff aja, mbak." Jeffrey memasangkan jaketnya dan sekali lagi berkata, "Saya ke luar sebentar ke minimarket depan."

Jeffrey mengambil beberapa cemilan untuk dirinya sendiri dan membawanya ke kasir. Malam ini dia akan menonton salah satu list film kesukaannya, dan memastikan dia harus menikmati film itu dengan tenang malam ini. Besok dia dan Athena tidak memiliki jadwal khusus kecuali menunggu keputusan Farhan Faikh dan sedikit membicarakan pertemuan selanjutnya di Yogyakarta dengan Kirnawan. Selebihnya mereka kosong.

Apa besok jalan aja, ya? Jeffrey berpikir waktu kosong itu digunakannya untuk melakukan pendekatan dengan Athena sepertinya ide yang bagus. Tapi kemana? Gue buta Jakarta. Selama ini ketika Jeffrey sendiri pergi ke Jakarta, dia tidak pernah mengunjungi tempat-tempat apa saja yang bagus di Jakarta termasuk Mall. Jeffrey hanya melakukan penerbangan bisnis, bertemu dengan board member Caridad di Jakarta, melakukan meeting mewakili Athena dan lainnya. Dua atau tiga hari dia melakukan itu di Jakarta kemudian kembali pulang ke Yogyakarta.

"Semuanya tiga puluh dua ribu, Mas." Jeffrey segera membayarnya dan sedikit terkejut karena di luar minimarket mulai turun hujan dan orang-orang berlari mencari tempat teduh. Masih gerimis, nekat aja kali, ya? Jeffrey menutup kepalanya dengan jaket dan berjalan cepat. Tapi ketika di tengah perjalan, hujan menjadi sangat deras sehingga memaksanya untuk berteduh di warung nasi goreng pinggir jalan. Jeffrey tidak sendiri di sana, banyak orang-orang berpakaian kuning ikut berteduh. Pasukan kuning. Jeffrey ingat ketika dia masih di asrama, gurunya memberikannya sebuah novel Pasukan Kuning yang bercerita tentang pahlawan-pahlawan berpakaian kuning membersihkan jalanan untuk kenyamanan orang lain. Judul novelnya sangat melekat di ingatan Jeffrey sampai sekarang.

Jeffrey mengambil duduknya di kursi yang tersedia dan meminta teh hangat kepada penjual. Lalu dia memerhatikan satu dari orang berpakaian kuning itu berbicara kepada penjual, "Mas, kalau nasi putih aja dibungkus satu berapa, ya?"

"Eh, nggak dijadiin nasi goreng aja?" tanya penjual kepada laki-laki itu.

"Buat anak saya di rumah, Mas. Kalau saya beli nasi goreng, uangnya nggak cukup."

Penjual kemudian membungkus nasi putihnya dan memberikannya kepada laki-laki itu, "Uangnya disimpan aja, pak. Anggap aja rezeki."

Kemudian ketika penjual itu selesai melayaninya, dia segera membuat teh hangat untuk Jeffrey. "Maaf nunggu lama ya, Mas." Jeffrey menggelengkan kepala dan menerima teh hangatnya. "Nggak kok, makasih tehnya," jawab Jeffrey.

Lalu Jeffrey tiba-tiba bertanya kepada laki-laki berpakaian kuning tadi, "Bapak sama teman-temannya sudah makan semua? Kalau belum, makan rame-rame di sini, ya? Kebetulan saya juga mau dibungkus satu nasi gorengnya biar sekalian saya bayarin."

Laki-laki itu terlihat ragu kemudian mengajukan pertanyaan yang aneh kepada Jeffrey, "Mas, bukan anggota partai, kan?"

Hah? Jeffrey mengerutkan dahi samar lalu menggelengkan kepala, "Nggak, pak. Darimananya saya kelihatan anggota partai?" Jeffrey tertawa masam untuk meredakan suasana canggung yang ada di antaranya dan laki-laki itu. Kemudian laki-laki itu memanggil semua teman-temannya untuk duduk bersama Jeffrey dan Jeffrey segera memesan nasi goreng kepada penjual. "Mas, nasi gorengnya enam, ya. Satunya dibungkus."

SECRETARYWhere stories live. Discover now