"Iya bunda!" sahut secara kompak dari dua bocah kembar yang ternyata dari tadi berdiri menemplok pada tembok agak jauh dari posisi di mana Ibu mereka baku hantam dengan orang lain. Keduanya nampak ... biasa-biasa saja. Tidak menangis dan juga tidak terdeteksi kalau mereka ketakutan. Saidan dan Saidar tidak merasakan apa pun, bahkan keduanya mendukung sang Ibu melawan musuh di hadapannya.

Nuhai menghampiri dan berjongkok di depan anak-anaknya. "Ya Allah ...." Ia mengusap sayang kepala dan wajah anak-anaknya secara bergantian dengan perasaan yang penuh sesal. "Kalian pasti takut ya?"

"Enggak kok Bunda," jawab mereka lagi-lagi berbarengan.

"Tuhkan, kalian pasti trauma ya?"

"Enggak kok Bunda," jawab mereka lagi-lagi berbarengan.

Nuhai yang tadi marah-marah, saat ini berubah emosinya jadi menangis sedih melihat keadaan anak-anaknya yang sudah menyaksikan adegan yang harusnya tidak boleh mereka tonton.

"Maafin Bunda ya," ucapnya merasa bersalah.

Sayhan melangkah mendekati istri dan anak-anaknya. Dia membantu istrinya untuk berdiri, lalu menghadapkan tubuh wanita tersebut pada dirinya. "Kamu ada apa sampai datangin aku ke sini sama anak-anak?"

Nuhai mengambil paper bag dan menunjukkannya pada Sayhan. "Ini, aku buatin makan siang untuk kita," ujarnya dengan air mata yang sudah mengalir di wajah, ia tambah sedih mengingat anak-anaknya belum makan sampai sekarang telah melawatkan jam makan siang mereka. "Tapi makanannya keburu dingin, gak enak lagi buat dimakan," lanjutnya bertambah sedih. Capek-capek dirinya memasak malah tidak jadi dimakan karena bertemu perempuan iblis keturunan dajjal laknat.

Mata Nuhai melirik tajam pada Nexana. Gara-gara orang itu semua rencana baiknya di siang hari ini berantakan.

Baru saja Nuhai ingin menghampiri Nexana dan mau menghajarnya lagi, tetapi niatannya terbaca lebih dulu oleh Sayhan dan lelaki itu segera menahannya.

"Sayang, ada anak-anak, jangan marah lagi. Istighfar, tarik nafas dalam-dalam lewat hidung dan embuskan melalui mulut."

Nuhai mengikuti instruksi dari suaminya. Dan setelah melakukannya, ia akui jauh lebih baik dari sebelumnya.

"Ya udah, ayo sekarang kita keruanganku." Sayhan menggenggam erat tangan istrinya. Sebelum benar-benar pergi meninggalkan tempat tersebut, ia menatap salah satu pekerjanya dan memberi perintah, "Riko, bawa Nexana kerumah sakit. Seluruh biaya ditanggung perusahaan. Kau mengerti?"

Si pria bernama Riko itu lantas mengangguk patuh.

Akhirnya Sayhan membawa istri serta kedua anaknya menjauhi tempat yang sudah kacau balau dan banyak barang-barang yang tidak bersalah jadi korbannya.

***

Setibanya sepasang suami istri dan anak-anak mereka di dalam ruangan yang sangat luas dan memiliki macam furnitur berkelas, Nuhai menghempaskan diri di sofa panjang dengan letih dan meletakan kotak makan siangnya di atas meja. Saidan dan Saidar memilih duduk di tempat yang berseberangan dengan Ibu mereka.

"Ini kerudung kamu," ucap Sayhan menyerahkan sebuah kain penutup aurat istrinya.

Nuhai menerimanya dengan kasar, ia masih kesal sekali. Apalagi sekarang rambutnya jadi kusut susah diatur gara-gara perempuan iblis satu itu. "Kamu ada sisir gak?" tanyanya mulai merapikan penampilannya.

Sayhan duduk disebelah istrinya, "Kamu jangan berantem lagi sama orang kayak barusan. Kalau ada seseorang yang buat kamu marah, bilang aja ke aku biar tanganku sendiri yang membereskannya."

"Ya atuh lagian perempuan setan itu nyebelin banget. Gak jelas. Apa coba maksudnya ngehina-hina aku?! Lagian kamu ya! Ngapain sih mempekerjakan makhluk titisan dajjal kayak gitu, pecat aja sih," omel Nuhai geram menatap suaminya.

Sayhan mengembuskan nafas. Semenjak amnesia, istrinya benar-benar sangat berubah. Dari sifat dan kelakuannya berbanding terbalik dengan yang dulu. Tapi melihat perubahan tersebut membuat Sayhan lebih menyukai istrinya yang sekarang lebih jujur dan frontal dalam meluapkan perasaannya.

"Sayang, jangan ngomong kasar begitu, ada anak-anak tuh."

"Oh iya." Lagi-lagi Nuhai lupa kalau ada anak kecil di sekitarnya. "Kalian gak apa-apa?" tanyanya beralih menatap Saidan dan Saidar, "ingat baik-baik ya, jangan pernah meniru ucapan kasar yang kalian dengar, itu sesuatu yang tidak terpuji, jangan dicontoh, mengerti?"

Bocah kembar itu menganggukkan kepala, "Iya Bunda," jawab mereka serempak.

Sayhan geleng-geleng kepala melihatnya. Ia meraih tas paper bag yang dibawa istrinya dan mengeluarkan isi di dalamnya. "Ya sudah, ayo kita makan."

"Tapi makanannya udah dingin," ucap Nuhai muram, "lihat, nasi gorengnya udah begitu tampilannya." lanjutnya saat Sayhan membuka salah satu kotak makan.

"Gak apa-apa, mau dingin atau panas, masakan kamu tetap enak kok."

"Ayah, aku juga mau," ucap Saidar yang memang sudah menahan lapar dari tadi.

"Saidan juga."

Sayhan lantas tersenyum pada kedua anaknya, dan mulai membuka kotak makan yang lainnya.

"Sisir ada di kamar mandi, tuh di sana," beritahu lelaki itu melirik istrinya yang masih cemberut di tempat.

Nuhai beranjak berdiri dan berjalan menuju tempat yang dikasih tahu oleh Sayhan.

•••

Mendadak Lupa IngatanWhere stories live. Discover now