BAB 5

81 8 2
                                    

Sesuai instruksi dari Dokter Kisan kemarin, Sayhan memboyong istri serta anak-anaknya ke rumah sakit. Mereka sekarang sudah berjalan di koridor rumah sakit. Saidar, bocah itu ada dalam gendongan Ayahnya sedangkan Saidan berjalan dengan digandeng ibunya.

Selama di perjalanan tak henti-hentinya Nuhai merasa takut sekaligus khawatir. Ia cemas nanti diperiksa dan hasilnya ia memiliki penyakit serius, sungguh dirinya tidak ingin dirawat di rumah sakit, jangan sampai hal itu terjadi.

Lain halnya dengan Sayhan, pria itu terlihat muram sejak pagi hari. Bagaimana tidak, pasalnya semalam dirinya tidur sendirian di kamar karena sang istri ngotot sekali ingin tidur bersama anak-anak.

Semenjak menikah Sayhan memang telah terbiasa tidur ditemani Nuhai dan tadi malam membuatnya frustasi, kesepian, dan tidak nyaman sepanjang malam. Dirinya harus kehilangan sosok sang istri yang selalu dia jadikan guling kesayangan. Amnesia yang dialami Nuhai benar-benar membuatnya habis kesabaran.

"Ayah, kenapa sih mukanya cemberut gitu?" tanya Saidar.

"Gak apa-apa," jawab Sayhan singkat dan tetap berjalan.

"Ayah kalau gak ikhlas gendong Saidar ngomong dong, gak usah pasang muka asem gitu," lanjutnya berasumsi sendiri.

Sayhan melirik gemas pada putranya, "Lagian kamu udah _gede_ masih aja minta gendong, liat tuh kakakmu jalan pakai kedua kakinya sendiri." Maklum Sayhan sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja, jadi mudah baginya mengeluarkan kalimat yang ketus.

"Udah tahu tadi di mobil Saidar habis makan. Kata orang gak baik kalau habis makan langsung dibuat jalan-jalan."

Satu fakta yang baru diketahui Nuhai lagi mengenai kedua anak kembar yaitu Saidar sangat kuat sekali dalam hal menyemil makanan dan Saidan sama sekali tidak.

"Ya udah turunin Saidar sekarang."

"Tanggung, udah deket." Dan memang benar, tak lama mereka sampai di depan sebuah ruangan berpintu putih.

Sayhan memutar knop pintu dan membukanya. Hal pertama kali dilihat adalah sang pemilik ruangan yang sedang duduk berkutat dengan berkas-berkas pasien.

Mendengar pintu ruangannya dibuka seseorang, Kisan mendongak dan bola matanya langsung menangkap satu anggota keluarga lengkap yang telah ditunggu-tunggu kedatangannya.

Kisan beranjak dari kursi melangkah memutari meja dan menyambut mereka. "Selamat datang. Kukira kalian tidak akan kesini."

Sayhan menurunkan anaknya, dan bocah itu langsung menghampiri sang kakak dan berdiri di sebelahnya.

"Sayhan, kau duduk saja tunggu di sini. Sedangkan Nuhai, kau ikut bersamaku kita langsung lakukan tesnya."

"Maaf ..." Suara Nuhai mengintrupsi pergerakan Dokter Kisan yang tadi mau berbalik, mempersiapkan tempat yang akan dipakai untuk memeriksa pasiennya.

Nuhai meremas tangannya sendiri yang mendadak berkeringat dingin. Dia terlalu takut ketika harus berhadapan dengan sang Dokter. "Bisakah ... Say-" Ya Allah, nama pria itu masih sangat aneh baginya dan belum terbiasa. "Sayhan ... menemaniku." Takut-takut Nuhai mengutarakan keinginannya.

"Ini hanyalah serangkaian tes biasa, Nu. Tidak akan menyakitimu, aku jamin," ujar Kisan melihat sarat kekhawatiran diwajah pasiennya.

"Tapi ... " Nuhai menundukkan kepala, dia tidak berani jika tidak ditemani saat melakukan pemeriksaan dengan dokter.

"Ya sudah biarkan aku temani istriku, Kisan," sahut Sayhan, pria itu memeluk bahu sang wanita pujaan hatinya menyalurkan rasa ketenangan agar istrinya tidak perlu mengkhawatirkan apa-apa.

Mendadak Lupa IngatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang