BAB 8

59 6 3
                                    

Saat lelaki itu sampai di lokasi, hal pertama yang dilihatnya adalah sang istri sudah dalam kondisi berantakan. Kerudung yang dikenakan sudah terhempas menyedihkan di lantai, beberapa jahitan di bajunya juga ikut robek tapi tidak begitu parah, dan yang terakhir adalah rambut istrinya yang kusut tidak karuan lagi.

Nexana jauh lebih mengenaskan. Lengan perempuan itu memar biru keunguan, rambut yang biasanya terawat rapih sekarang berubah menjadi berantakan dan rontok. Cardigan yang dikenakannya juga telah sobek hingga tak berbentuk lagi. Selain itu, Nexana jatuh tersungkur sehingga kepalanya terluka dan mengeluarkan darah yang cukup banyak akibat terpentuk meja.

"Nuhai," panggil Sayhan mendekat pada orang yang ia sebut namanya.

Lelaki itu tidak tahu harus bereaksi bagaimana, dia melepaskan jas mahalnya terlebih dahulu dan menyampirkannya di pundak sang istri.

"Apa yang kau lakukan?" bisik Sayhan bertanya pada Nuhai. "Kenapa kamu ...." Ia sekali lagi melirik ke arah bawahannya yang untungnya tidak pingsan, dan sekarang dikerumuni oleh karyawannya yang lain ikut membantu menghentikan pendarahan di kepala Nexana.

"Dia yang duluan!" jawab Nuhai dengan nada tinggi, "dia yang menghinaku dan mengataiku perempuan yang tidak malu, miskin, babu, dan yang lebih parahnya lagi dia merendahkanku dengan menyebutku sebagai seorang pelacur!" ucapnya menggebu-gebu sambil menatap balik pada suaminya.

"Tuan ...." Suara lemahnya Nexana terdengar meminta dikasihani. "Saya tidak salah apa-apa." dia mulai berlagak menangis agar mendapatkan empati dari Sayhan.

"Dasar setan sialan-" amarah Nuhai kembali meluap, ingin rasanya dirinya merobek habis mulut si perempuan titisan dajjal itu.

Sayhan bergerak cepat menahan kedua tangan Nuhai agar istrinya tidak lagi melanjuti perbuatannya.

"Sudah cukup, Nuhai!" tegasnya memperingati.

"Kau membelanya?"

"Aku bukan membelanya, aku hanya tidak ingin membiarkanmu terjerumus dalam masalah. Lihat, dia terluka, bagaimana kalau dia nanti menuntutmu?"

"Aku tidak peduli!" Nuhai menarik tangannya sampai terlepas dari pegangan Sayhan. "Dia yang lebih dulu mengusikku! Aku datang ke sini baik-baik! Tapi apa?! Bahkan orang-orang ini!...." Ia menunjuk satu persatu ke arah semua karyawan suaminya. "Mereka secara tidak langsung juga ikut menghinaku! ... Pecat mereka semua!"

Mendengar ucapan terakhir Nuhai, sontak membuat tubuh orang-orang yang di maksud menegang kaku ketakutan. Melihat gelagat si bos yang sepertinya akan lebih memihak pada sang istri dibanding bawahannya.
"Sayang, dengarkan aku." Sayhan menyentuh lembut pundak istrinya dan menatap wanita itu tepat di bola matanya. "Aku janji bakalan menghukum orang-orang yang telah menghinamu. Tapi untuk sekarang kita sudahi sampai disini, ya?" bujuknya berharap Nuhai mau menuruti.

"Tuan ...." Nexana kembali buka suara, dia pelan-pelan mulai berdiri sambil tangan kanannya setia menyentuh kepalanya yang berdarah. "Saya teraniaya, saya ... menuntut keadilan, Tuan Sayhan. Penjarakan jalang tidak tahu malu itu."

"DIAM KAMU NEXANA!"

Bukan Nuhai yang melakukannya, melainkan suaminya sendiri yang sudah membentak perempuan itu.

Sayhan kembali menatap istrinya. "Ya udah sayang, kita keruangan ku sekarang."

Nuhai memilih diam saja mengabaikan lelaki itu. Namun, dirinya merasakan ada hal yang janggal seperti melupakan sesuatu dan kalau dipikir-pikir lagi bukankah ia tadi datang bersama ....

ASTAGHFIRULLAH

ANAK-ANAK!

"Saidan?! Saidar?!"

Mendadak Lupa IngatanWhere stories live. Discover now