CHAPTER 1 : JANEY & ODILA

111 8 0
                                    







Rintihan memohon untuk tetap hidup masih sayup terdengar.

Air mata bercampur darah masih terus menetes memenuhi lantai kayu yang ia pijak.

Kilapan mata pedang di hadapannya masih mengancam. Masih bertanya-tanya apa yang sedang terjadi saat ini.

Suasana hangat rumah yang sebelumnya ia rasakan, berubah mencekam.

Gadis kecil itu hanya bisa menangis, menatap kaki telanjangnya. Tidak sanggup mendengar perdebatan yang membuat kepanikan. Bagaimana sang ayah menatap nyalang pria di hadapan seolah mempertahankan harga diri dan sang ibu yang menatap sayu ke arahnya.

"Jane, apapun yang terjadi setelah ini, kamu harus terus bertahan. Ini takdirmu.." Sayup kalimat sang ibu membuat gadis itu-Janey-tercenung.

Pekikan sang ayah masih mendominasi suasana, tak mereda. Ribuan pertanyaan bercampur rasa takut membuat tubuhnya bergetar.

Hingga satu nama yang keluar dari mulut sang ayah membuat kedua netranya terpejam seiring dengan suara gesekan mata pedang merobek kulit, memotong tulang.

"Ayah!" jeritnya, menarik perhatian salah satu dari 'mereka' hingga mendekat.

Derap langkah mendekat semakin jelas di pendengaran, hingga bisa ia rasakan jemari sang ibu bergetar berusaha menggenggam erat lengan mungilnya.

"Semua ini hanya awal." Ucap pria berjubah hitam itu diiringi tawa yang menggema. "Tidak seharusnya kalian menolak penawaran ini."

"Kami tidak menyesali pilihan kami, meski harus mati sekalipun"

"Hhhh-sebenarnya apa yang kalian inginkan ?" Helaan napas panjang pria itu seketika membuatnya mendongak, menatap penuh amarah. "Kalian hanya cukup ikut kami, maka hal ini tidak akan pernah terjadi."

"Kami tidak sebodoh itu ! Dengan orang-orang seperti kami mati, dia tidak akan pernah berhasil melakukannya. Benar, kan?" Wanita bersurai merah gelap itu tersenyum remeh.

Janey hanya terdiam memperhatikan adu mulut antara sang ibu dan pria paruh baya yang terlihat menyeramkan baginya itu, tidak mengerti apa yang tengah dibicarakan.

Hingga..

"Gari sudah memberi kesempatan terakhirnya, tidak seharusnya kau menyia-nyiakan itu."

Perlahan sang ibu melepas genggaman tangannya, menggeser tubuhnya hingga ke sudut ruangan, menjauh dari sang anak. "Dunia ini sudah cacat! Semua hanya omong kosong ! Tidak ada yang menginginkan 'Dunia Baru' jika itu merenggut kebebasan manusia. Persetan dengan pemimpinmu itu !"

Sang ibu menoleh ke arah putri kecilnya. Menatapnya nanar namun sarat akan kasih sayang.

"HA HA HA ! Bahkan kau tidak peduli dengan kehidupan putrimu yang akan segera berakhir ?" Ucap pria itu seraya menghunuskan pedangnya ke arah Janey.

"Janey-ku tidak akan mati secepat itu !"

Dan di detik berikutnya terdengar dentuman keras yang disertai kepulan asap tebal, mengacaukan seisi ruangan.

Hingga tiba-tiba sebuah tangan melingkar dan menarik tubuh gadis kecil itu kuat.

"MAMA!!" Jeritnya.

"Janey ! Ingat ini hanyalah mimpi burukmu!" Pekik sang ibu, dan seketika semuanya menggelap ketika letusan tembakan beruntun terdengar memekakan telinga.

***

Sepasang mata hazel  terbuka, terbangun dari tidur lelapnya ketika sebuah suara hantaman keras masuk di pendengaran. Sesekali mengerjap, meringis kesal menyadari lagi-lagi hal bodoh mengganggu tidurnya.

EurugiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang