- lies -

78 8 0
                                    

"Kalau Guitar ingin aku ada di sana, katakan saja. Tidak masalah apa yang sedang aku lakukan atau aku ada di mana, aku akan datang dan memeluk Guitar."

Gui menggenggam ponsel erat - erat, ragu ingin menyentuh tombol panggilan.

Solo harus menyelesaikan ujiannya, ia tidak boleh menjadi orang yang egois. Beberapa kali mata Gui melirik ke dalam kamar tempat Mae Yai masih berbaring.

Mae Yai sudah bersama Booboo...

Sakit.

Dadanya bukan lagi hanya terasa sesak, tapi juga sakit. Ia meletakkan satu kepalan tangan di depan dada, memukul - mukulnya pelan.

Solo.

Ia ingin Solo ada di sini dan memeluknya seperti biasa.

Tapi masih ada ujian yang harus Solo selesaikan lebih dulu...

Gui tidak tahu berapa lama ia diri di depan pintu dan berakhir duduk dengan kaki tertekuk hingga tungkai kakinya kini terasa kebas.

Ia pergi ke kamar mandi dan membasuh wajah sebelum mengurus Mae Yai dan menyiapkan upacara kremasi.

Gui akan baik - baik saja. Benar, 'kan, Mae Yai?

○●○


Gui belum pernah sungguh - sungguh kehilangan seseorang. Mae dan Phonya pergi sebelum Gui sempat mengingat mereka. Jangankan mengingat kenangan mereka, ia bahkan tak ingat apa yang ia rasakan saat itu.

"Gui, kami turut berduka."

Ia hanya mengangguk lemah dan memberikan senyum tipis. Wajahnya sedang tidak bisa dipaksakan untuk tersenyum lebar seperti biasanya.

Jadi, begini rasanya.

Tidak, bukan hanya sedih. Ini adalah perasaan bingung. Bingung ingin melakukan apa dengan hidupnya, juga tidak ingin melakukan apa - apa. Dan tidak ada kata - kata penghiburan yang berarti untuknya, dan mereka tidak mengubah fakta bahwa Mae Yai sudah pergi.

Jay datang, mendahului Solo yang—kata Jay—akan menyusul nanti setelah ujiannya selesai. Pria itu beserta adik - adik Gui yang dulu tinggal bersama di panti asuhan berkali - kali menawarinya untuk makan setidaknya dua atau tiga suapan.

Tapi, ia tidak bisa—juga tidak ingin—makan. Perutnya hanya menerima air mineral saat ini. Sekian kali ia mencoba menelan makanan kecil sekadar untuk mengganjal lambung, sekian kali pula ia memuntahkannya beberapa saat kemudian. Berikutnya ia menolak makan berapa kali pun mereka menawarkan.

Phi ingin bersama Solo...

"Khun Gui terlihat kacau, pergilah istirahat sebentar." Jay kembali membujuk, kali ini seraya mengulurkan segelas air.

Gui menggeleng, tapi menerima gelas berisi air tersebut dan berterima kasih.

Masih ada beberapa tamu yang terus datang hingga sore. Murid - murid Mae Yai, tetangga - tetangga mereka, orang - orang dari bukit, juga beberapa orang yang tidak Gui kenali—mungkin kenalan Mae Yai.

Sedikit Gui berharap Solo akan nakal melanggar perintahnya untuk menunggu hingga ujian usai dan datang kemari saat ini juga.

Tapi, sisi lain dirinya menegurnya untuk tidak berpikir demikian.

Matahari terbenam. Seperti mengingatkannya bahwa hari ini akan berakhir dan besok ia harus sudah terlihat lebih baik—lebih ikhlas dengan kepergian Mae Yai.

Ia yakin Mae Yai sudah berada di tempat yang lebih baik, yakin sekali kalau Mae Yai sudah tidak lagi kesakitan. Tapi, ia juga ingin sekali kembali. Ke masa saat Mae Yai masih sehat, saat ia masih seorang bocah yang dibuatkan mainan oleh Mae Yai saat ia meminta mainan tanpa peduli situasi keluarga mereka.

LiesWhere stories live. Discover now