BAB 13

37 4 0
                                    

Anis menutup hp nya, ia termangu. Jiwanya merasa bimbang, antara takut dan perasaan bahagia yang tiba-tiba merayap dalam dirinya. Belum pernah ia merasakan hal seperti ini, peraaannya tercampur aduk membuatnya tidak mengerti harus bagaimana.

Ditengah kebingungannya, Anis pun teringat Ratih, segera dihubunginya sahabatnya itu.

Anis dan Ratih telah bersahabat sejak mereka SMA hingga mereka berdua bekerja bersama-sama di rumah sakit yang sama, tentunya tidak ada lagi rahasia yang mereka sembunyikan.

"Halo Nis, gimana kabarmu?" kata Ratih dari seberang sana. Suara Ratih yang selalu ceria membuat Anis terbawa suasana gembira. Ya, sifat mereka yang bertolak belakang itulah yang membat mereka berdua dapat menjadi sahabat hingga hari ini.

"Alhamdulillah sehat, apalagi mendengar suaramu. Aku jadi tambah sehat dan bersemangat." jawab Anis dengan ceria. Bila berhadapan dengan Ratih, Anis langsung berubah menjadi dirinya sendiri, tanpa ada yang ia tutup-tutupi termasuk perasaannya hari ini.

"Mendengar suaraku atau suaraku??" goda Ratih.

"Maksudmu?"

"Memangnya belum ada yang meneleponmu? Suara dari langit itu Nis," terdengar suara Ratih yang tertawa dari seberang membuat Anis mengerti.

"Jadi kamu yang memberi tahu nomerku pada Arif?" tanya Anis dengan suara yang terdengar kaget.

"Iya, aku yang memberitahu nomermu. Arif yang meminta nomermu. Dia bercerita banyak tentang dirinya dan keluarganya, kemudian dia bertanya tentang kamu."

"Kalian bertemu di mana?"

"Kami belum bertemu, dia juga baru saja mendapat nomerku dari salah satu temanku perawat COVID yang bertugas di tempat Arif dirawat,"jelas Ratih.

Walau yakin Ratih tidak dapat melihat gerakannya, mendengar penjelasasn Ratih, Anis tetap mengangguk-angguk tanda menegerti," Oo...begitu,"

"Memang apa saja yang kalian bicarakan?" tanya Anis ingin tahu. Walau ia bisa menanyakan langsung pada Arif, namun bagi Anis hal itu tabu.

"Arif dulu kuliah di sebuah universitas negeri di Yogyakarta, dia masuk fakultas pertambangan. Kamu tahukan kalau Arif pintar? Nah dia lulus cum laude dari sana. Setelah lulus ia langsung diterima di salah satu PMA Jepang, kantornya terletak di bilangan letjen MT Haryono Jakarta. Di sana dia tidak bertahan lama, maklum jiwa muda," goda Ratih kembali sembari terdengar suara kekehannya yang terkadang membuat Anis sebal.

"Kenapa? Bukannya PMA Jepang itu gajinya lumayan tinggi untuk ukuran sarjana yang baru lulus? Apalagi bila dapat tender yang besar," tanya Anis kebingungan.

"Iya, dia resign tak lama sesudah ia diterima kerja di PMA Amerika Serikat dan berkantor pusat di Irving, Texas, Amerika Serikat. Nah siapa yang gak ngiler kalau gajinya itungannya dollar? Jadi ya Arif milih pindah ke PMA yang letak kantor pusatnya di jakarta di bilangan semanggi, di jl. Bendungan Walahar."

"Ups keren," kata Anis kaget. Walau hanya sebagai ibu rumah tangga, namun pekerjaannya dahulu sebahgai seorang perawat senior membuatnya berhubungan dengan orang-orang penting yang bekerja di kota-kota besar termasuk jakarta. "Terus udah kaya raya kok istrinya malah nyeleweng?" lanjut Anis ingin tahu.

"Ingin tahu banget nih? Awas nanti CLBK," goda Ratih lagi.

"Apaan sih kamu Tih? Sebel aku," rajuk Anis.

Ratih tertawa terbahak-bahak mendengar suara Anis, ia sungguh senang bila menggoda sahabatnya itu. Akhirnya setelah reda tertawanya, Ratih pun menjawab," Kerja di pertambangan kan begitu Nis, kerja tergantung tender kalau cepet bisa kerja sebulan libur sepuluh hari, kalau tendernya besar bisa tiga bulan gak pulang-pulang. Nah, ternyata istri Arif tuh gak tahan godaan. Jadilah ia pindah kepelukan laki-laki lain. Awalnya sih gak ketahuan selingkuh, tapi namanya kebusukan disimpen," jelas Ratih.

PSBB (Pahami Sayangi Biar Bahagia)Where stories live. Discover now