BAB 9

34 6 0
                                    

Anis masih terduduk di tempat tidurnya ketika Yudha suaminya keluar dari kamar mandi. Ia hanya mampu menangis tanpa bisa berkata apapun. Termasuk ketika suaminya kembali menyerangnya dengan kata-kata yang terus menyakiti hatinya.

Ketika tangisnya mereda dan kekuatannya kembali, Anis berkata dengan suara lirih," Aku tidak akan mengajukan apapun ke KUA. Walau engkau terus menyakiti hatiku, aku akan berusaha mempertahankan pernikahan kita yang telah berumur lebih dari dua puluh tahun. Ingat itu Pak," tegasnya sambil keluar kamar meninggalkan suaminya.

Yudha yang mendengar perkataan Anis tertegun, ia tak mengira Anis begitu kuatnya ingin tetap mempertahankan pernikahan mereka. Menyadari apa yang dikatakan istrinya, membuat Yudha berpikir mengenai apa yang baru saja ia katakan pada Anis. Sembari beristirahat di kasurnya, Yudha mengingat kembali sifat-sifat Anis. Tak berapa lama kemudian, Yudha tertidur dan tidak menyadari ketika Anis kembali masuk ke kamar mereka kemudian tidur di sebelahnya.

Keesokan harinya, disepertiga malam terakhir, Anis bangun seperti biasa. Anis memang seorang muslim yang taat, ia selalu berusaha melaksanakan salat tahajud sebisa mungkin. Kini tentu saja ketika ia sedang menghadapi masalah keluarga yang sangat berat, Anis menjadi lebih berusaha mendekatkan diri pada pencipta Nya.

Sejak awal salat tak penah putus air matanya mengalir, dan ketika berdoa setelah selesai salat tangisnya bertambah keras. Anis meminta diberi kekuatan agar dapat menerima semua takdir yang telah digariskan pada hidupnya. Meskipun air matanya terus mengalir dengan derasnya, tetapi akhirnya ia sadar bila semua itu harus dihadapi. Anis berdoa dan berharap agar semua cobaan ini dapat ia lalui dengan baik. Lelah menangis, tanpa sadar Anis pun tertidur di mushalla kecil itu.

Ketika azan subuh menggema, mbok Pon yang bangun untuk memulai aktifitasnya hari itu menemukan Anis yang tertidur di mushalla dengan mata yang sembab dan mukenanya yang basah. Mbok Pon segera membangunkan Anis," Bu, Ibu bangun Bu. Sudah azan subuh," kata mbok Pon sambil mengguncang tubuh Anis perlahan.

Anis pun bangun dengan kepala berat, namun sebagai wanita yang pandai menutupi keadaan sebenarnya Anis berusaha tidak memperlihatkan kerapuhannya. Melihat mbok Pon yang tersenyum segera ia pun tersenyum, walaupun kepala terasa pusing namun ia tetap tidak menunjukkan hal itu.

"Iya mbok saya salat subuh dulu, nanti saya bantu memasak," kata Anis. Ia pun bangkit menuju masuk ke kamarnya untuk membersihkan diri, dengan perlahan Anis bergerak di dalam kamar dengan perlahan dan berhati-hati berusaha agar tidak membangunkan Yudha suaminya. Setelah selesai salat, Anis menuju dapur untuk membantu mbok Pon.

Waktu tak terasa telah menunjuk pukul 6.30, semua makanan telah selesai dimasak. Sembari menyiapkan makanan ruang makan, Anis menyalakan televisi berukuran besar yang terletak di ruang keluarga, bersebrangan dengan ruang makan. Berita mengenai pandemi COVID-19 yang mulai memasuki Indonesia membuat Anis tertarik dan termangu sejenak.

"Bu, kenapa memandangi tv sampai seperti itu? Ada berita apa bu?" tanya mbok Pon yang melihat Anis terdiam, terpana sambil terus memandangi kotak persegi panjang di depannya.

"Ini Mbok, sudah pernah dengar tentang COVID belum?" tanya Anis pada Mbok Pon. Mbok Pon yang ditanya mengangguk, walaupun pendidikannya tidak tinggi namun ia termasuk rajin mengikuti berita terutama bila beritanya sedang hangat-hangatnya seperti ini.

"Sudah dengar Bu, ibu-ibu di sini sering membicarakannya bila sedang belanja sayur di mas Tono. Tapi Pon tidak tahu apa itu COVID, Bu," jawabnya dengan malu-malu.

"Virus Mbok Pon, COVID ini adalah virus jenis baru yang bisa menular ke manusia. Dapat menyerang siapa saja, seperti orang tua, orang dewasa, anak-anak, dan bayi, termasuk juga ibu hamil dan ibu menyusui," kata Anis berusaha menjelaskan dengan baik kepada wanita berpendidikan rendah seperti mbok Pon..

PSBB (Pahami Sayangi Biar Bahagia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang