Part 7

36 21 8
                                    

Aku mati-matian memikirkan perasaanmu, tetapi kamu mati-matian mematahkan harapanku.

****

Suara bising dari musik yang diputar membuat Tamara menutup kupingnya sendiri dengan kedua telapak tangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara bising dari musik yang diputar membuat Tamara menutup kupingnya sendiri dengan kedua telapak tangan. Ya, di sinilah ia sekarang. Tempat yang paling dihindarinya, yaitu pesta Ravagos. Ia datang bersama abangnya—Gavin, tapi entah ke mana perginya lelaki itu.

Sebuah tangan kekar kini merangkul bahunya, Tamara yang terkejut pun mencoba melepaskan diri dari lelaki itu. "Lepasin aku!"

"Sabar dulu Manis, ayo kita main dulu di sini," ujar lelaki itu sambil menyelipkan rambut Tamara.

"Enggak! Aku gak mau! Pergi kamu!"

"Gue tahu lo pasti suka kan gue giniin hm? Gak usah jual mahal gitu dong."

Bau alkohol menyeruak ke dalam indra penciuman Tamara. Dengan kuat gadis itu memukul dada lelaki yang masih merangkul bahunya, tanpa sadar air mata Tamara sudah jatuh karena ketakutan. Namun sepertinya keberuntungan ada di pihak gadis itu, pergelangan tangannya ditarik oleh seseorang dan membuat rangkulan di bahunya terlepas.

Bugh! Bugh! Bugh!

Orang itu menghajar lelaki yang menyentuh Tamara dengan brutal, berkali-kali ia meninju lelaki tersebut sampai lelaki itu tidak sadarkan diri. Mungkin karena pengaruh dari alkohol atau mungkin memang ia menghajarnya dengan penuh tenaga.

Saat melihat pertarungan itu, napas Tamara memburu, badannya gemetar, ia tidak ingin menyaksikan hal ini! Bisakah seseorang menghentikan kedua orang yang sedang bertarung itu?

Setelah beberapa menit, akhirnya suara pertarungan tidak lagi terdengar. Tangannya ditarik keluar oleh lelaki yang menyelamatkannya tadi. Tamara diam, begitu pula lelaki itu. Napasnya kini mulai teratur, tubuhnya tidak bergetar seperti di dalam ruangan tadi.

Di tengah rasa takutnya, lelaki itu melepas tuxedo hitamnya untuk dipakai Tamara. Lelaki itu tersenyum kecil lalu berkata. "Ayo pergi, biar gue antar ke Abang lo."

"Kakak kenal Abang aku?" pertanyaan bodoh itu meluncur dari bibir manis Tamara. Gadis itu menundukkan kepalanya tak ingin menatap lelaki yang menolongnya.

"Kalau bicara itu tatap mata orangnya," ujar lelaki itu dengan tersenyum tipis.

Tamara mendongak, mencoba menatap lelaki di depannya ini. Mata elang yang sangat indah itu membuat Tamara terdiam, begitu pula lelaki itu.

"Jangan nangis, nanti gue kasih coklat deh," ujar lelaki itu sambil mengusap pipi chubby-nya.

"Rambut Nenek," ujar Tamara.

Pragas ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang