"...ada yang mau sama lo, tapi lo-nya gak mau. Giliran lo-nya mau, dianya gak mau..."
-Yang Jeongin, 2020
Ini tentang Choi Beomgyu yang keder sendiri dengan kehidupan perkuliahannya bersama kisah cintanya yang jauh dari mulus seperti drama tapi juga...
Karena Beomgyu gak enak sama Hyungjun, takut dia malah terkesan jutek karena sebetulnya dia males ditanyain—yang menurutnya—gak penting. Tipikal percakapan orang yang baru ketemu dan kenalan, basa-basi, tapi kemudian mereka berakhir gak jadi apa-apa.
Intinya, Beomgyu pilih pamit undur diri. Barengan sama makanan Minkyu datang (akhirnya).
"Loh, kakak gak makan?" malah Hyungjun yang nanya pas Beomgyu pamit.
Beomgyu cuman senyum. "Enggak dek, masih kenyang. Duluan ya..."
❒❒❒
Beomgyu gak suka ke perpustakaan sendiri, karena kalau sendiri dia gak tahu mau ngapain.
Alias, dia sekarang lagi gak punya kepentingan buat melipir ke perpustakaan. Meski pun kalau dia emang mau—dan sadar—dia bisa ambil salah satu buku engineering atau manajemen yang direkomendasikan dosennya. Tapi sayangnya kegabutan Beomgyu gak sampai seajaib itu, jadi dia sekarang cuman ke salah satu tempat di pojokan. Lebih sepi dibanding tempat lain karena dia di bagian tempat buku lama, rata-rata buku tahun sembilan puluhan atau lebih yang kertasnya udah kuning dan sampulnya lemes.
Ngapain? Tiduran. Kenapa gak ke asrama? Masih ada kelas nanti jam 3 sore. Kenapa gak bareng Jeongin atau Jiheon? Jeongin pergi ada urusan apa gitu, gak mau tahu Beomgyu. Sementara Jiheon ketemu dosen—tipikal mahasiswa ambis yang banyak kepo dan senang berbagi pendapat dengan sang pengajar. Ya emang otak mereka bertiga tuh beda kasta, tapi seenggaknya Beomgyu lebih tinggi dibanding Jeongin lah (iya emang dia tuh pamer).
Dan sekarang, Beomgyu cuman nelungkup di meja. Dengan pikiran-pikiran yang dirasa sebenarnya gak mutu buat dipikirkan, buat orang lain tentunya. Buat Beomgyu sendiri, mereka jelas mempengaruhi tiap langkah jalan kehidupannya. Bersama dengan bagian-bagian yang telah lampau dan Beomgyu ingat ulang sebagai bentuk penyesalan.
Penyesalan yang dirasakan untuk membayangkan sebuah pilihan lain. Dengan 'seandainya' atau 'kalau gak begini-begitu'...
Tapi, penyesalan hanyalah sebuah rasa. Meski gak sepenuhnya melupakan, dia tetap menerima semuanya. Toh, sudah terlanjur terjadi juga.
Lantas, apa sekarang? Hanya bersama dirinya sendiri menghabiskan waktu sambil ditiup-tiup angin pendingin ruangan. Samar-samar suara ketikan laptop dan lembaran buku-buku dibuka juga derap langkah pelan mengiringinya. Serasa jauh di belakang punggungnya secara konsisten terdengar seperti pengantar tidur.
Ketukannya perlahan pudar bersama kesadarannya.
❒❒❒
اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.