Chapter 4: PETAKA

48 8 4
                                    

Andini seharusnya sudah tiba di rumah 2 jam yang lalu, namun hingga hari menjelang petang tak ada satupun yang mengetahui keberadaan Andini. Hal ini membuat Arman sangat gelisah. Ia bahkan telah engerahkan seluruh anak buah dan koneksinya untuk menemukan keberadaan adiknya, akan tetapi tak ada hasil kecuali omongan salah satu teman Andini jika Andini terakhir pamit untuk menemui kakaknya. Arman semakin frustasi karena saat ini kedua adik lelakinya berada di hadapannya dan tak seorangpun yang mengaku mengajak Andini bertemu.

"Kak, nggak ada gunanya kita panik kayak gini. Nggak akan ada solusi selain frustasi. Mending sekarang loe tenang dulu. Kita perlu berpikir jernih kak." Ammar akhirnya angkat bicara setelah bosan mendengar keluh kesah Arman. 

Arman menarik nafas panjang. Ia mengakui bahwa kalimat adiknya kali ini benar. bertahan dengan emosinya sama saja dengan memancing di air keruh. Setelah menenangkan pikirannya, terlintas sebuah nama dalam benaknya. 

"Reya"

"Loe ngomong apa barusan?" Ammar berusaha memperjelas ucapan Arman yang terdengar samar di telinganya

"Gue beberapa kali dapat ancaman dari Reya. Dia bilang dia akan balas kehancuran keluarganya. Gue pikir itu cuma gertakan dia. Gue yakin ini Reya, Mar. Gue harus cari Reya sekarang"

"Jangan buru-buru kak"

"Andini dalam bahaya, dan loe masih bisa nyuruh gue santai?"

"Kalau Reya bisa tahu titik lemah kita, berarti kita nggak bisa remehin dia gitu aja kak. Kalau kita sampai bertindak gegabah, Andini bisa lebih bahaya lagi."

"Terus gue harus gimana Mar? Semakin lama kita buang waktu, semakin besar kemungkinan kita kehilangan Andini"

"Gue punya rencananya kak. Untuk sekarang kita ikuti permainan Reya. Biar Reya yang bawa kita ke tempat Andini. Yang perlu loe lakuin sekarang tinggal lacak keberadaan Reya. Setelah dapat, Loe langsung kabarin gue."

*****

Andini terkejut saat membuka matanya. Ia sadar berada di ruangan yang asing. Ia tak tahu bagaimana bisa berada di tempat itu. Hal terakhir yang diingatnya adalah pertemuannya dengan Reya.

"Ternyata putri bungsu kerajaan bisnis Permana secantik ini. Udah terlanjur di sini, gimana kalau kita main-main sedikit sayang?"

Suara dan kata-kata itu terdengar menjijikkan bagi Andini. Ketakutannya semakin menjalar inchi demi inchi tubuhnya ketika suara langkah kaki semakin mendekatinya. Ia bahkan tak berani mengangkat kepalanya guna melihat wajah orang yang kini berada kurang dari 1 meter di depannya.

"Jangan malu-malu gitu lah. Kamu harus tatap aku sayang. Sebentar lagi kan kamu akan jadi milikku."

"Kamu siapa?" Akhirnya Andini sanggup mengumpulkan segenap keneraniannya untuk mengeluarkan suara meski bergetar.

"Hahahaah..... Aku segitu kagumnya sama kecantikan kamu sampai lupa perkenalkan diriku yah sayang? Namaku Danial, dan aku adalah seseorang yang sebentar lagi akan menjadi pemilik dari seluruh tubuh indah ini."

Bulu kuduk Andini meremang. Ia mengerti benar arah pembicaraan ini ke mana. Ia sadar bahwa sebentar lagi hal yang paling berharga dalam hidupnya akan direnggut.

Dalam hati ia berharap kakak-kakaknya akan datang untuk menyelamatkannya sebelum orang yang tak ia kenal ini berhasil mendapatkan apa yang dia inginkan.

Tangan kekar itu dengan paksa meraih dagunya hingga mengikis jarak antara wajahnya dengan wajah Andini. Hal itu membuat Andini terpaksa menatap wajah menyeringai yang menyeramkan baginya itu.

"Kamu diajari sopan santun nggak sama kakak-kakakmu hah? Kalau kamu lagi ngobrol sama orang, harusnya kamu tatap wajahnya."

Tatapan Danial semakin tajam dan mengintimidasi.

"Lepasin aku. Aku mau pulang." Ucapnya lirih di tengah rasa takutnya

"Sayang, kalau kamu pulang sekarang, gimana kita bisa main? Aku harus nikmati dulu tubuh kamu ini sampai puas baru kamu bisa pulang. Jadi, kalau kamu mau pulang, kamu harus layani aku dulu."

Tubuh Andini semakin menegang dan bergetar. Ia berdoa dalam hati agar sang kakak segera datang menyelamatkannya dari lelaki psikopat bernama Danial ini.

******

Ketiga pangeran Permana terlihat sangat geram menatap layar di depan mereka. Layar itu memperlihatkan kondisi sang bungsu yang sangat memprihatinkan. Ia menangis tersedu dengan tubuh terbalut bed cover tebal. Kepalanya tertunduk menumpu pada lututnya.

Sudah sepekan, namun mereka belum juga tahu di mana keberadaan adiknya. Hanya sepotong video yang mereka terima yang memperlihatkan kehancuran Andini.

"Kalian semua nggak akan selamat karena berani sentuh adik gue." Setidaknya amarah Andri sudah menyentuh ubun-ubun. Siapa sangka jika hal yang biasa ia lakukan pada wanita jalang di luar sana akan dialami oleh adik kandung yang selama ini selalu ia jaga.

Dering telepon yang baru saja diterima oleh Arman menjadi angin segar bagi mereka. Setidaknya mereka berhasil menemukan posisi penyekapan Andini.

"Kali ini gue bakalan buat mereka menyesal karena udah main-main sama Keluarga Permana. Mereka akan memohon untuk kematian mereka dari pada sekadar memohon untuk diselamatkan." Arman sama sekali tidak pernah mengingkari ucapannya. Bahkan yang ia ucapkan kali ini bukan sekadar ancaman belaka.

*****

"Hey sayang... Gimana? Udah cukup istirahatnya?"

Andini bergerak mundur perlahan hingga tubuhnya tersandar di dinding. Keadaannya kini benar-benar memprihatinkan. Rambutnya benar-benar kacau. Hanya bed cover tebal yang menyelimuti tubuhnya.

"Pergi..... Jangan pernah sentuh aku lagi.... Pergi.... PERGI!!!!" Suara Andini memecah keheningan rumah itu.

Sayangnya teriakan Andini semakin membakar semangat Danial untuk mengikis jarak di antar mereka.

"Kamu lupa? Aku bilang kamu harus layani aku sampai puas kalau kamu mau pulang dengan selamat dari tempat ini. Ingat Andini, sekarang kamu tidak lebih dari jalang yang selalu merayu kakakmu di luar sana. Hahahaha"

Danial menarik tubuh Andini dengan kasar lalu menghempasnya ke atas tempat tidur berukuran king size yang sudah terlampau berantakan.

Jangan kira Andini menurutinya tanpa perlawanan. Namun semua usaha gadis mungil itu sia-sia karena tenaga Danial jauh lebih besar darinya.

"Kak Arman.... Tolong Dini kak" lirihnya dalam hati. Tubuhnya melemah hingga membuatnya kehilangan kesadaran.

Merasakan tak ada perlawanan dari gadis yang terbaring di bawahnya membuat Danial tersenyum penuh kemenangan karena berhasil membuat gadis itu takluk dan kecewa karena permainannya harus terhenti.

"Sekarang kamu nggak akan bisa lepas dari aku Andini. Ketiga kakak kesayangan kamu sekarang hanya bisa melihat kehancuran adik kesayangan mereka. Sekarang kamu nggak punya apa-apa lagi. Kehancuran kamu akan menjadi kehancuran ketiga kakak kamu itu. Sayang sekali... Padahal aku masih ingin bermain denganmu dan memanjakanmu seperti semalam, tapi sepertinya tidak akan seru kalau kamu pingsan begini. Dasar jalang lemah"

Baru saja hendak meninggalkan Andini, namun tubuh Danial terhempas ke lantai ketika ia merasakan sebuah pukulan yang begitu keras menimpa wajahnya hingga membuat sudut bibirnya pecah. Tawanya meledak saat itu juga.

*******

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Sorry for being so much late guys...😔😔😔

Terimakasih buat yang masih setia nungguin Me and My Musketeers... Maaf buat kalian yang terlanjur kecewa karena cerita ini udah terlalu lama hiatus. But trust me, I need to find some inspiration to make this story more than just a drama.

So, I wish you still support this sotry by voting if you think it deserves better.
And I will try the weekly update schedule, so you can stay tune for notification update every Wednesday.

Please remind me when I forgot and see you in the next part guysss🤗🤗🤗🤗🤗

Me and My MusketeersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang