CHAPTER 1: THE DEVILS

144 20 11
                                    

Wajah tampan itu sejak 10 menit yang lalu tak menghentikan seringainya. Matanya menatap remeh seseorang yang sudah babak belur di hadapannya.

"Arman, kalau mau bunuh dia, mending bunuh sekarang juga. Jangan kotori reputasi loe dengan hal kecil seperti ini." Itu adalah suara David, asisten pribadi sekaligus sahabat Arman.

"Nggak segampang itu Vid. Dia berani macam-macam sama adik gue. Dengar satu hal, siapapun yang berani nyentuh adik gue seujung jaripun, dia nggak akan hidup lebih dari 24 jam. Dia berani mainin perasaan Andini, berarti dia udah berurusan sama malaikat maut. Dia akan memohon untuk kematiannya, bukan keselamatannya"

"Tapi Andini sekarang lebih butuh loe."

"Gue nggak pernah ninggalin urusan yang belum selesai."

Dorr...

Suara tembakan diakhiri pekikan telah membawa seorang pemuda yang sejak tadi memang sudah bersimbah darah berlutut menahan sakit di pahanya.

"Ini nggak seberapa dibanding rasa sakit yang udah loe kasih sama adik gue."

Pemuda itu masih memgangi pahanya yang telah ditembus timah panas. Ia merintih menahan sakit seraya menatap darahnya sendiri yang telah mengalir di lantai keramik itu.

Tanpa menunggu lagi, David meraih pistol di tangan Arman lalu menembak lelaki itu tepat di jantungnya hingga membuatnya terkapar tak bernafas.

"Ini bukan pertama kalinya loe liat gue begini Vid. Kenapa sekarang loe ganggu permainan gue?"

"Andini butuh loe sekarang. Mendingan loe temui dia. Mayat ini biar jadi urusan gue."

Arman berlalu begitu saja meninggalkan mayat itu untuk dibereskan David dan anak buahnya, seperti biasa.

Seperti itulah Arman Zain Permana. Dia tidak akan segan mengalirkan darah siapapun yang mengusik kehidupannya dan adik-adiknya, terutama sang princess, Andini Ziana Permana. Andini adalah putri bungsu keluarga Permana, sebuah keluarga yang paling disegani baik di dunia bisnis, politik, maupun dunia bawah tanah a.k.a Mafia. Semua itu tidak lepas dari karir sang kakak sulungnya, Arman. Oleh karena itu, Arman yang terkenal sebagai ketua kelompok mafia yang paling disegani di Asia dan Eropa tidak akan segan-segan membangkitkan jiwa iblisnya terhadap orang yang berani mengangkat kepalanya di hadapan anggota keluarga Permana. Kasarnya, Arman adalah seorang mesin pembunuh berdarah dingin dengan jiwa psycopath.

Pemuda yang baru saja dihabisi David adalah Ryan, mantan kekasih Andini, adik Arman. Arman baru tahu bahwa Ryan telah berani menyakiti Andini dengan berselingkuh di belakang Andini. Bagaimana ia tahu?

Malam itu, Andini pulang ke rumah dengan mata sembab dan penampilan berantakan. Ia baru kembali dari hotel tempat ia menciduk Ryan sedang berbuat mesum dengan perempuan bayaran. Hal itu membuat hati Andini terluka. Melihat kondisi Andini yang berantakan, Arman langsung mendesaknya dengan rentetan pertanyaan yang sempat membuat Andini syok. Adik kedua Arman, Ammar sudah berusaha memberi pengertian kakaknya bahwa Andini butuh waktu menenangkan perasaannya, namun Arman tidak peduli. Ia harus segera tahu apa siapa yang telah membuat adiknya seberantakan itu.

"Ryan selingkuhi Dini kak. Ryan main sama perempuan lain di depan mata Dini." Pengakuan itu keluar disertai air mata Andini yang mengalir deras.

"Mar, bawa Andini ke kamarnya! Andri, cari laki-laki brengsek itu dan bawa ke hadapan gue sekarang juga." Perintah Arman kepada kedua adiknya.

Terkesan bertolak belakang dari kedua saudaranya, Ammar cenderung menghindari kekerasan. Namun ia tidak pernah mau ikut campur atau mengusik kebiasaan adik dan kakaknya. Baginya, itu baik-baik saja selama mereka tidak memaksanya terlibat. Satu-satunya alasannya menahan diri meski dia ingin sekali ikut bermain pisau lipat favoritnya adalah Andini. Jika ia mengikuti jejak Arman dan Andri, Andini bisa kehilangan sosok hangat yang dipercayainya. Meski tak pernah mengatakan secara langsung, namun Andini selalu ketakutan saat kedua kakaknya sudah memegang senjata meski untuk melindunginya. Hal itulah yang sangat dipahami Ammar hingga ia memilih menjadi pria baik-baik agar Andini tidak pernah merasa takut saat bersamanya.

Me and My MusketeersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang