20| Keluarga

4.2K 466 65
                                    

Dhira tak tahu apa keputusan yang ia ambil saat ini tepat atau tidak. Beberapa minggu lalu saat kehamilannya menginjak usia lima bulan, Dhira benar-benar merasa tak sanggup dengan beban pekerjaannya yang entah kenapa semakin lama semakin menumpuk. Menurut bidan yang menanganinya pun Dhira dianjurkan untuk segera cuti demi keselamatan dirinya. Dhira ingin cuti kerja, Nadhif pun setuju. Tapi saat ia melihat Nadhif harus bekerja lebih ekstra lagi untuk memenuhi kebutuhan mereka membuat perasaan bersalah menghantuinya.

Sejak mereka menikah, Nadhif bekerja sebagai penjaga photocopy dekat kampusnya, jadwal bekerjanya fleksibel dan mengikuti jadwal kuliah Nadhif. Nadhif pun sering menjadi tukang ojeg dadakan jika ada yang membutuhkannya. Selain itu, beberapa bulan ini Nadhif dan teman-temannya membuka bisnis kaos yang untungnya lumayan. Tapi tetap saja, semua penghasilan yang dihasilkan Nadhif belum cukup untuk menghidupi mereka berdua. Belum lagi tabungan untuk melahirkannya dua bulan lagi. Setidaknya, dengan Dhira bekerja bisa membantu perekonomian mereka, tapi keadaan sekarang benar-benar tidak memungkinkannya untuk bekerja.

Sekarang pukul sepuluh malam dan Nadhif belum pulang. Biasanya Nadhif tak pernah pulang melebihi jam sembilan malam. Katanya pulang kuliah tadi Nadhif harus mengantarkan beberapa kaos pesanan yang cukup jauh dari kediaman mereka. Sambil menunggu Nadhif, Dhira memasak air dan membuat coklat instan yang ia beli di warung tadi.

Suasana tampak hening, tak ada suara TV yang biasanya selalu nyala jika di rumah Nenek Nadhif, untuk makan saja susah mana mungkin Dhira dan Nadhif mampu membeli TV. Tanpa sadar Dhira tersenyum tipis sambil mengusap perutnya pelan. Kehidupannya memang jauh lebih sulit, tapi entah kenapa Dhira bisa enjoy melakukannya. Ia dan Nadhif sama-sama berjuang untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Ia juga senang hubungannya dengan Nadhif bisa sangat-sangat baik. Bahkan, akhir-akhir ini Nadhif sering memberikan ungkapan-ungkapan sayang padanya yang tak pernah Dhira duga bisa keluar dari seorang Nadhif.

"Assalamualaikum." Ujar Nadhif ketika lelaki itu baru saja masuk ke kontrakkan mereka.

Refleks Dhira langsung tersenyum mendengar suara itu, ia lalu langsung melangkah ke ruang depan kontrakkan mereka.

"Waalaikumsalam."

"Kok belum tidur?" Tanya Nadhif sambil melepas helm dan jaketnya.

"Kan kamu belum pulang." Balas Dhira lalu duduk di samping Nadhif. "Capek, ya?"

Nadhif menoleh dan tersenyum, "Iya, capek. Tapi nggak apa-apa kok."

"Makasih, ya, udah kerja buat aku sama De Utun hari ini." Dhira tersenyum dan tanpa ragu memeluk Nadhif erat.

Melihat tingkah Dhira yang entah kenapa malah menjadi lebih manis hari ini membuat Nadhif tak tahan untuk tidak ketawa. "Kenapa jadi manis gini sih?" Tanya Nadhif masih dengan tertawa.

"Kata Mbak Gina, kalau suami pulang itu harus disambut baik-baik, jangan langsung ngajak ribut. Terus setiap suami capek sama kerjaan, kita juga harus mengapresiasi dan berterima kasih." Dhira menjelaskan.

Nadhif mengangguk mengerti sambil menahan senyumnya. "Gara-gara sering gaul sama Mbak Gina kayaknya kamu jadi lebih sholeh, ya."

"Sholehah kali." Dhira meralatnya. "Mbak Gina emang baik banget, Dhif. Aku nggak nyangka sejak diem di rumah terus malah sering gaul sama Mbak Gina. Aku diajarin masak, sering diajak diskusi juga. Mbak Gina orangnya seru, baik lagi. Terus aku bisa belajar dikit-dikit cara ngedidik anak dengan ngeliat Mbak Gina ngasuh anaknya."

"Anaknya umur berapa, sih?" Tanya Nadhif sambil mengusap-usap lengan Dhira yang terbalut baju tidur lengan panjang. Malam ini Dhira tampak ceria, dan itu cukup menenangkan hari Nadhif yang cukup berantakan saat di kampus tadi. Nadhif bersama tiga orang temannya yang membangun bisnis kaos harus tertimpa bencana karena mereka baru saja ditipu. Awalnya mereka memang hendak menolak saat ada salah satu pelanggan yang memesan banyak kaos, tapi karena Nadhif mencoba meyakinkan teman-temannya, akhirnya mereka setuju. Namun sekarang, rasanya Nadhif ingin marah pada dirinya sendiri karena terlalu naif. Meskipun teman-temannya berkata tidak apa-apa, tapi ini masalah yang cukup besar bagi mereka. Apalagi modal yang mereka keluarkan cukup besar.

Resiliensi | Seri Self Acceptance✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang