23. Drive To Busan

4K 363 14
                                    

Setelah perjalanan lima belas menit ditengah malam, Habin dan Jimin sampai dirumah mereka. Keduanya bersikap canggung. Mungkin ciuman adalah hal biasa yang dilakukan oleh semua pasangan, tapi ciuman akan jauh terasa lebih manis jika dilakukan saat hubungan harmonis. Tapi, mereka sedang renggang sekarang, ciuman itu seolah tak ada artinya sama sekali.

Jangan harap dengan sebuah ciuman hati Habin akan luluh dan memaafkan pria itu begitu saja.

Tanpa bicara Habin keluar lebih dulu dari mobil. Tepat setelahnya, napas Jimin menguar berat sambil memandang kepergian sang istri.

Entah cara apalagi yang harus ia perbuat agar Habin berhenti mendiaminya? Tapi, tenang saja. Jimin bukan pria yang gampang menyerah. Ia membuka pintu mobil dan segera menyusul Habin yang baru sampai di pintu utama.

Terus dibelakang Habin sampai lantai dua, menyadari istrinya tak memasuki kamar mereka, barulah Jimin mengejar. Menarik lengan Habin, menggagalkan niat si wanita yang hendak memasuki kamar sebelah.

"Kau tega membiarkan tidur sendiri lagi?"

Dengan mudah Habin menyingkirkan lengan Jimin dari tangannya. "Anggap saja sebagai hukuman atas perbuatanmu."

Jimin kembali menahan lengan Habin, tak akan ia biarkan istrinya pergi sebelum kata memaafkan menguar dari mulutnya.

"Aku harus apa agar kau percaya padaku?"

"Tidak ada."

"Kau sungguh tidak percaya pada suamimu sendiri?"

Habin bungkam. Pandangannya lari ke samping tubuh Jimin.

"Kau marah hanya karena melihat satu adegan dan langsung menyimpulkannya sesuai otakmu? Walaupun kau tidak tahu kejadian sebenarnya?"

Membisu lagi. Habin mengusap air matanya yang tiba-tiba ikut serta dalam perdebatan mereka. Inginnya Habin percaya, tapi ketika reka adegan itu berputar lagi dikepala rasa percaya itu menyusut lagi. Bagaimana dengan jelasnya mereka berpelukkan sambil saling mencium.

"Lalu, apa kebenarannya?"

Jimin mendekat. Kedua tangannya menangkup wajah sang istri, mengangkatnya agar wanita itu bisa menatap lurus dirinya. Tanpa Habin duga, Jimin justru mendaratkan bibir penuhnya pada bibir Habin.

Tentu saja hal itu mengejutkan. Meski tak ada lumatan, hanya kecupan dalam kurun waktu yang lama. Agaknya Jimin ingin Habin merasakan ketulusan cintanya lewat ciuman ini.

Jimin semakin menekan bibirnya, tatkala Habin berusaha melepaskan diri. Tapi dia justru terus memukul-mukul dadanya. Jimin yang mengerti wanita itu butuh udara segera menjauhkan wajah. Tetap membiarkan kedua tangannya menyelimuti pipi sang istri.

"Habin, dengar. Soora wanita licik. Dia tidak akan menyerah begitu saja untuk mendapatkanku lagi dan menghancurkan hubungan kita. Dengan sikapmu yang seperti ini, seolah kau menyerahkanku begitu saja padanya?"

"Meskipun begitu kau masih mencintainya 'kan?" Habin bertanya sinis.

"Tidak. Kau salah besar. Ya, awalnya memang seperti itu. Tapi, semenjak kau hadir, semuanya berubah. Kau menggeser posisi Soora untuk menempati bagian terpenting didalam sini." Jimin meletakkan tangan Habin tepat didadanya.

Habin menatap Jimin lekat, seolah meminta alasan yang lebih meyakinkan dirinya agar membuat hatinya makin mantap untuk percaya.

"Jangan biarkan kesalahpahaman ini memecah belah kita bertiga."

My Ugly Wife [END]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora