Terbukti dari keramahan penjaga gerbang yang mengajakku menunggu Ayah menandakan adanya sesuatu yang berbeda. Mereka bahkan repot-repot mengejarku. Juga kemunculan pasukan WM di pabrik tekstil tempat Ayah bekerja.

Aku termenung dalam wujud topi kerucut. Memikirkan destinasi selanjutnya. Dengan status "buronan", aku tidak bebas berkeliaran. Pulang ke rumah pilihan terburuk. Jika asumsi tentang magis murni kami yang sudah diketahui benar, para pasukan WM tidak akan melepas kami.

Aku bertahan dengan posisi ini beberapa jam, hingga penumpang bus habis. Saat itu, aku baru keluar dari topi kerucut dan kembali ke wujud semula. Aku kembali mengecek kantung hitam dan mengeluarkan patung semut yang keluar dari tubuh Ao. Apakah ini ulah Ayah? Apakah semut salah satu pusaka peninggalan seperti kemampuan magis murni juga buku magis yang sudah direbut pasukan WM?

Di pemberhentian selanjutnya, aku turun di tempat asing.

Bangunan di sini lebih padat. Beberapa toko-toko tetap buka walau sudah lewat tengah malam. Baliho-baliho lebih membuat sesak pemandangan. Aku fokus pada baliho berisi informasi tentang tempat pendaftaran Turnamen 31 WM yang berada di koloseum serba guna, sekitar tiga kilometer ke arah barat. Nyaris semua baliho dan beberapa nama toko serta tempat menuliskan satu kata yang sama; Kota Herag, ibu kota WM. Tempat tinggal masa kecilku.

Aku hanya berjalan tanpa arah, melewati sebuah tuak yang ramai pengunjung. Bau alkohol menyusup ke indra penghiduku disusul ingar bingar di dalam sana. Seorang witchan yang sudah renta duduk beralaskan tikar dengan sederet buletin di depannya. Ia masih berjualan di jam segini ....

"Satu koin saja. Berita tentang Wand 31 sangat lengkap di sini. Mulai dari penjelasan kelebihannya, cara mendaftar turnamen, bahkan kontingen hebat yang kabarnya akan ikut memperebutkan ...."

Aku terenyuh. Memberi lima koin dan mengambil satu buletin. Segera pergi dari sana menghiraukan panggilan jika uangku kelebihan. Aku jadi teringat pengemis yang selalu diberi koin oleh Ayah. Apakah Ayah baik-baik saja?

Kota Herag mungkin saja lebih dekat dengan bahaya, tetapi kurasa mereka cukup sulit menemukanku di sini. Aku merapatkan topi kerucut dan berbaur dengan witchan dan witchy dengan pakaian hitam-hitam. Aku menyesal mengapa tidak memiliki satupun kerabat di sini, bahkan di Kota Herag pun tidak ada. Kami seolah terisolasi dari mana pun. Tanpa pilihan lain, aku memutuskan mencari penginapan.

Aku terus berjalan. Penginapan mahal berbintang tentu bukan pilihan bagus. Uangku mungkin habis dalam satu malam. Alasan itu yang membawaku berjalan hingga ke tempat kumuh. Satu dua tikus berlarian dari tempat sampah yang satu ke tempat sampah yang lain. Sampah-sampah berhamburan akibat korekan kucing dan anjing liar. Ini lebih buruk dari gang sempit rumahku di Kota Herag.

Tidak jauh, ada plang bertuliskan “penginapan”. Aku menuju ke sana. Ketika akan masuk, sesuatu bercahaya memeleset cepat di dekatku hingga jubahku berkibar. Kemudian suara gaduh terdengar. Seorang penunggang sapu terbang menabrak sesuatu.

“Sejak kapan ada tiang di sini!”

Witchan itu jatuh tersungkur. Ia mengaduh dan memegang kaki setelah menendang tiang yang memang berdiri kokoh di sana. Aku tidak memedulikannya dan bergegas masuk ke dalam penginapan.

“Ada yang bisa kami bantu?” Resepsionis menyapa dengan wajah mengantuk. Sekejap kemudian ia menguap. Rambutnya bahkan berantakan, kemungkinan ia terbangun karena suara riuh penunggang sapu di luar.

“Aku ingin memesan kamar. Berapa harganya?”

“Full.”

“Full?”

“Apa kau tidak dengar?” Mendadak wajahnya kesal. Menunjuk ke arah pintu. “Kau menganggu jam tidur. Silakan cari penginapan lain.”

Sangat tidak sopan! Aku keluar penginapan setengah kesal. Nyaris tanpa sengaja menyerang seseorang yang sudah lebih dulu berdiri di depan pintu penginapan jika ia tidak segera berseru. Witchan penunggang sapu. Seumuran denganku. Aku berniat melewatinya, tapi ia malah menghadangku.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 30 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Wand 31Where stories live. Discover now