"...ada yang mau sama lo, tapi lo-nya gak mau. Giliran lo-nya mau, dianya gak mau..."
-Yang Jeongin, 2020
Ini tentang Choi Beomgyu yang keder sendiri dengan kehidupan perkuliahannya bersama kisah cintanya yang jauh dari mulus seperti drama tapi juga...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sebentar lagi...
Beomgyu berpura-pura kalau dia tidak melihat penunjuk waktu sama sekali. Tapi percuma, seberapa kuat dihindari pun, jam digital yang terpasang di pilar halte bus itu jelas terlihat tanpa perlu menoleh. Menunjukkan nominal yang semakin besar, yang berarti semakin sedikit momen yang dimilikinya untuk dipertahankan gara-gara terputus waktu.
"Jadi—" suara Hyunjin menarik atensi Beomgyu kembali pada yang lebih tua. "—lo baliknya ke asrama kampus?"
Beomgyu mengangguk. "Iya."
"Gue waktu SMA juga di asrama dan gak boleh pulang selain pas libur semester atau lagi dihukum kayak skorsing gitu." timpalnya. "Apa di asrama kampus lo juga gitu? Makanya weekend lo gak pulang—eh, tapi seinget gue Jeongin pulang-pergi kampus-rumah, terus kenapa—"
"Enggak kok, asrama di kampus gue gak kayak gitu, lebih santai. Ada beberapa peraturan tapi gak se-strict itu, masih bisa diakalin. Terus, yah... kenapa gue gak pulang pas weekend ya karena belum pengen pulang aja."
"Oh gitu, terus kenapa pilih asrama dibanding ngekos?"
"Biar jatah tidur lebih banyak karena cepet pulang, hehehe..."
"Hahaha,"
"Eh, tapi, kenapa lo asrama? Maksudnya, kenapa gak pulang-pergi kayak Jeongin? Rumah kalian kan deketan—"
"Gue udah pindah rumah kak pas kelas tiga SMP, gak di kompleks yang dulu. Lebih jauh, nyaris ke pinggiran kota."
"O-oh, maaf, gue gak tahu..."
"Kenapa 'minta maaf'? Hahaha, gak pa-pa santai aja, lagian juga sekarang kan udah tahu." Beomgyu tersenyum simpul.
"Kenapa—ah, gak pa-pa." Hyunjin cepat mengalihkan topik. "Omong-omong, gue masih kaget lo udah setinggi ini. Jauh lebih tinggi dari Jeongin."
"Hahaha, iya, Jeongin jadi kayak gak numbuh soalnya segitu aja. Kebanyakan makan toge jadi badannya kecil." Beomgyu sempat ngelawak.
Suasana mendadak hening setelahnya. Suara hiruk pikuk dari mesin kendaraan dan suara riung orang-orang di sekitar sebagai latar belakang yang mengisi.
Beomgyu tahu, tidak seharusnya mereka—terutama dirinya—terlarut dalam bisu. Dia menyia-nyiakan sisa waktu yang ada. Padahal tidak lama lagi, bus jurusannya akan datang dan momen ini, bersama Hyunjin yang menemaninya, besar kemungkinan adalah kesempatan terakhir yang dimilikinya.
Namun seperti ada segelintir yang berbisik padanya. Mereka bilang; 'gak pa-pa. Apa yang salah dari memanfaatkan kesempatan bertaruh sekali lagi pada takdir?'
Seperti motto yang menjalani kehidupannya yang tolol setiap hari; bener gak bener, terobos ajalah!
Beomgyu menoleh pada Hyunjin di sebelahnya. "Kak—"