"...ada yang mau sama lo, tapi lo-nya gak mau. Giliran lo-nya mau, dianya gak mau..."
-Yang Jeongin, 2020
Ini tentang Choi Beomgyu yang keder sendiri dengan kehidupan perkuliahannya bersama kisah cintanya yang jauh dari mulus seperti drama tapi juga...
Sudah dibilang, Hyunjin menemukan kalau Beomgyu itu agak cerdik—dengan caranya sendiri.
Entah Hyunjin perlu menyesal keputusannya atau enggak, seandainya dia tidak memutuskan untuk balas budi soal 'es krim' tempo hari, mereka tidak akan sampai seperti ini kan?
❒❒❒
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Apa yang Hyunjin alami sekarang, pasti akan berbeda jika seandainya sejak awal dia tidak membalas budi dan mengenal Beomgyu.
Mulanya, hubungan Hyunjin dan Jeongin sekaku kanebo kering. Namun mereka, dua saudara yang seperti kanebo itu, sekali bertemu air maka luruhlah rasa canggung yang kaku itu. Meski tidak—atau belum—sepenuhnya basah, tapi itu jauh lebih baik ketimbang sebelumnya. Pada saat-saat ketika Hyunjin tidak berani berkata apa pun dan diamnya Jeongin oleh ketidaktahuan dari sikap kakaknya yang ambigu.
Dua saudara itu tidak akan berani sekadar saling menanyakan kabar atau PR masing-masing tiap sepulang sekolah sebelumnya. Itu semua tidak bisa terjadi tanpa ikut campur seorang di antara mereka.
Bulan berlalu dan hari itu adalah suatu petang di penghujung musim semi tahun kedua Beomgyu di SMP.
Mereka dalam perjalanan pulang setelah Beomgyu latihan sepak bola, dan seperti sudah menjadi kebiasaan kalau Hyunjin akan menunggunya di gerbang untuk pulang bersama.
Entah atas dasar apa rutinitas itu tercipta, padahal Beomgyu sendiri ingat bahwa Hyunjin pernah berkata kalau cowok itu tidak betah berlama-lama di sekolah karena berisik.
"Congratulation."
Hyunjin menoleh menatap Beomgyu yang tersenyum menyebalkan ditambah satu alis terangkat lebih tinggi. Ngeselin.
"Lo ngeledek gue yang udah kelas tiga dan gak sampai setengah tahun lagi ujian kan?"
"Gak juga sih, tapi kalau kak Hyunjin ngerasa begitu; congratulation again, anda menua duluan."
Hyunjin mendengus. "Gak jelas lo."
Beomgyu tergelak sambil membenarkan tasnya yang melorot karena beban berlebih dari pundaknya. "Tapi—"
"Sini gue bawain tas lo." Hyunjin memotong ucapan Beomgyu sambil menarik tas selempang Beomgyu.
"Ngapain?! Ini berat—"
"Makanya gue bawain." Hyunjin menarik paksa tas Beomgyu dan langsung memakainya.
Belum sempat Beomgyu melayangkan protes lagi, Hyunjin keburu bertanya, "Jadi, itu ucapan selamat buat apa maksudnya?"
"Oh, itu—" Beomgyu menarik tangannya yang hendak meraih kembali tasnya. Mendadak dia ragu buat mengungkapkannya atau tidak karena yang tadi itu spontanitas. "—well, gak pa-pa. Mau bilang aja."