Hari 23, Alas Kaki Lusuh

145 73 105
                                    

Mobil yang kita tumpangi menepi. Beristirahat sejenak sebelum kembali berpetualang.

Kamu yang sedari tadi mengamit jemariku tersenyum tipis, "lelah?"

Senyum itu terbit begitu saja. Aku menggeleng sebagai jawaban.

"Masih kuat untuk melanjutkan?" Sebenarnya aku tahu itu adalah repetisi pertanyaan sebelumnya.

"Tentu saja."

Kedua telaga hitam di wajahmu masih setia menyusuri wajahku. Kali ini, kamu tidak lagi menutupi rasa kuatirmu.

"Aku tidak yakin kamu benar-benar baik."

Tanpa aba-aba, sepatuku yang usang karena pendakian subuh tadi kini sudah berada di tanganmu. Terlihat jelas dua kaki telanjang yang memerah didekorasi beberapa bekas akibat bebatuan.

Berusaha menampilkan ekspresi jenaka, kamu menepuk pundakmu sembari menunduk.

"Naiklah, Tuan Putri. Semangkuk makanan hangat dari warung sana akan sedikit membantu, aku rasa?"

Tertawa, kita saling lempar guyonan tentang perjalanan hari ini.

Asap panas mengepul dari sup yang aku pesan. Hangat, namun sepertinya masih belum cukup untuk menenangkan tubuhku yang bergetar hebat. Inderaku hanya dapat memproyeksikan sensasi hambar.

"Aku harap sekarang kamu masih di sini."

Ah, seandainya waktu bisa diatur sesuka hati.

KLM #2: Lintang | ✔Where stories live. Discover now