Yesterday History

564 68 21
                                    

PEOPLE ARE TRAPPED IN HISTORY
AND HISTORY IS TRAPPED IN THEM

Krist hanya bisa meronta, kedua kaki nya diduduki oleh salah satu dari 5 pria yang mengelilinginya. Dengan posisi terlentang, dan seseorang memegang tangannya keatas, pergerakannya sudah terkunci.

Sebuah tangan mengusap pipinya yang dingin karena gemetar dan kemudian menarik hidungnya keatas dengan kasar.

Saat Krist mencoba menarik nafas, sebuah lidah masuk menerobos kedalam mulutnya dengan hidung nya yang terus ditutup.

Air mata mulai turun saat Krist kehabisan nafas, namun penderitaanya hanya dibalas dengan suara tawa yang riuh.

"Wajahnya benar-benar manis, aku sudah tidak sabar."

"Aku tidak gay, tapi dia benar- benar membuatku bernapsu"

Suara tawa mulai kembali riuh, hingga seseorang mulai membuka kemeja Krist dan meraba dada nya.

"Kau gay menjijikan, orang seperti kalian lebih baik mengilang." Desis pria yang sudah berada di atas tubuhnya.

Pandangan Krist kembali menghitam, suara-suara hinaan dan perlakuan tidak pantas yang pernah dia dapatkan kembali terbayang, membuat nafasnya kembali sesak dan tubuhnya tidak dapat digerakkan.

Apakah memang lebih baik jika dia kembali menghilang? Seperti dulu? Menghukum dan memberikan rasa bersalah kepada orang disekelilingnya?

Namun kali ini, ditengah kegelapan yang dia rasakan, Krist mendengar suara permintaan maaf yang diucapkan berulang kali, suara seseorang yang dulu pernah sangat dia percaya namun ternyata mengkhianatinya.

"Buka matamu, maafkan aku." Bisik seseorang ditelinga nya.

Dan suara dentuman keras seperti menarik kesadarannya kembali, matanya mencoba mencari tahu keadaan menjijikan yang coba dia hindari dengan menutup matanya.

Namtan berdiri disana, memegang sebuah kursi lipat, pria diatas tubuhnya berlumuran darah dari kepala, walaupun sepertinya tidak parah.

"Hentikan..." suara Namtan bergetar.

"Apa kalian tidak pernah puas? Sudah hentikan.." lanjutnya, Krist tahu Namtan menahan tangis.

Para pria itu tampak marah, namun sebuah suara kembali terdengar.

"Aku sudah merekam kalian, kalian mau pergi atau aku akan memanggil polisi." Suara ramah yang Krist kenal, suara yang selalu keluar dengan senyuman tipis di wajahnya, Plustor.

"Kau berani?" Tantang salah satu pria itu, melewati Namtan dan langsung mendatangi Plustor di ujung pintu, mencengkram kerah baju lelaki itu.

"Kalian keterlaluan, aku tidak pernah meminta kalian melakukan ini."

Sepertinya Plustor juga takut.

Pria di tubuh Krist berdiri, memasang kembali celananya yang ternyata sudah terlepas entah sejak kapan.

"Ayo pergi, aku sudah tidak ingin bermain lagi." Desisnya sambil tersenyum mengejek dan menatap lurus mata Plustor di ujung pintu.

Time after timeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang