12#Hottra

2.6K 574 74
                                    

Junali merasakan pandangan matanya mengabur saat darah menetes dari lehernya.

Tik.

"Tidak terasa sakit!"

Jentikan jarinya tak sempurna karna tangannya diikat. Ia merasakan perih yang luar biasa saat kuku jari Tungkara merobek kulitnya.

Ia memejamkan mata, menahan itu semua. Tanpa menjadi lemah ia ingin Jinily tak khawatir padanya. Ia tahu beban Jinily begitu berat saat ini. Ayahnya koma, kakaknya tersiksa dengan perjanjian hitam meski hanya melanjutkan perjanjian Madam Jelita. Sementara kekasihnya tak berdaya seakan dicocok hidungnya menjadi suami kakaknya yang tak berguna.

Sakit yang ditoreh kuku Tungkara, rasanya tak lebih nyeri saat mendengar suami kakak Jinily masih saja tak lupa tentangnya. Bahkan ia saja dianggap mirip. Shirin cemburu beralasan dan tidak buta. Ia benar. Percuma membunuh ratusan perawan dan menghirup darah segar lalu menjadi awet muda kalau suaminya tetap tak bisa melupakan Ily.

Junali masih mendengar bahkan sempat membuka matanya sebentar saat Tungkara meleleh setelah menghirup darahnya. Ia tersenyum samar. Setidaknya usaha mereka untuk menumpas tipu muslihat Tungkara berhasil. Dari ucapannya ia menyadari Tungkara begitu licik dan hanya mementingkan dirinya sendiri.

Saat Shirin tersungkur, Tungkara tak peduli padanya justru dengan tak tahu dirinya ia yang terlebih dahulu menghirup darah segar dari cawan dimana darah Junali masih menetes.

"Junnnn!"

Teriakan Jinilypun masih ia dengar. Saat tubuhnya ambruk karna tali yang mengikat kaki dan menggantungnya berhasil diputuskan Jinily entah dengan cara apa.

"Junnnn!!"

Ia sudah tak mampu berkata. Tubuhnya melemah. Kepalanya terasa berputar-putar. Matanya sudah tak sanggup membuka setelah sempat menangkap lensa cemas yang memandangnya dengan derai airmata.

Ia merasakan telapak tangan Jinily menutup lehernya, mencoba menyumbat aliran darah dari lehernya. Tetapi kekuatannya sudah tak berfungsi.

"Junn, jangan tinggalkan akuuu!!"

Tubuhnya terguncang hebat. Meski tali yang mengikat tangannya sudah terlepas lalu Jinily mengarahkan telapak tangannya keleher robeknya, ia merasa sudah tak punya tenaga.

"Ayo Jun, kalau kau masih mendengarkan aku, sebut dalam hatimu, luka robekmu akan tertutup, jentikkan jarimu Jun!!"

Jinily masih berusaha untuk membuat ia tersadar. Ia masih sadar tapi ia tak berdaya. Hatinya sudah berkata tapi ia tak bisa menjentikkan jarinya.

Deraian airmata Jinily jatuh diwajahnya hingga matanya berkedip. Jinily berusaha membantu menjentikkan jarinya.

Tetapi tetap gagal.

"Ya Tuhan, semua sudah tidak berfungsi Jun, sihir Tungkara lenyap!!"

Tentu. Harusnya mereka menyadari sejak awal kalau semua kekuatan akan menghilang saat Tungkara musnah.

"I... IL... LY!"

Jinily tak bisa mengalihkan pandangannya dari Junali yang sekarat meskipun sepertinya Shirin saat ini telah melihat wujudnya. Rupanya, dengan

"Junnnnnn!!!" Jerit Jinily makin histeris saja terlebih karna menyadari telah teledor.

Ia merobek seragam yang dikenakan Junali dan menutup leher Junali yang menganga masih meneteskan darahnya.

"Dia laki-laki?"

Shirin mendekat. Sepertinya dengan berakhirnya Tungkara berakhir pula perjanjian hitamnya. Dia terbebas dari rasa menggigil yang sedari tadi menderanya.

HOT MANTRADonde viven las historias. Descúbrelo ahora