21 : reason

Mulai dari awal
                                        

Beomgyu langsung menoleh seketika. Namun tanpa ucap sepatah pun. Menatap temannya itu dengan eskpresi kagetnya yang dongo.

Untung Jeongin mengerti dan cepat menjelaskan. "Bukan mati, bodoh, kak Hyunjin udah gak tinggal bareng kita lagi."

"Maksudnya... dia gak SMA di sini?"

Jeongin mengangguk pelan.

"Terus ke mana?"

"Seoul."

"Jauh amat... tinggal sendiri atau sama saudara?"

Perlahan Jeongin menggesek tanah dengan sepatunya. "Sama... papa." Jeongin mengambil jeda sejenak. "Dia... bukan Yang Hyunjin, dia bakal jadi Hwang Hyunjin lagi."

Lidah Beomgyu kaku. Dia tidak begitu mengerti bagaimana hal itu bisa terjadi mengingat sebenarnya Jeongin jarang menceritakan soal keadaan keluarganya selain... Beomgyu yang melihatnya langsung ketika bertandang ke rumah keluarga Yang.

Betapa canggungnya hubungan kedua kakak adik tersebut.

Betapa jauhnya jarak antara orangtua mereka berdua-terutama sang ibunda-pada putra tertuanya.

Kenyataannya... ibu mereka membenci Hyunjin.

Entah, jangankan Beomgyu, Jeongin saja tak mengerti dengan pasti. Pemuda dengan braces itu hanya bisa menceritakan dari sudut pandang seorang anak lelaki 15 tahun yang bahkan tidak terlalu sering menghabiskan waktu dengan kakak lelakinya, juga tidak banyak bicara dengan orangtuanya-tapi tetap tidak sejauh terhadap Hyunjin.

Mereka berdua tidak mengerti terhadap apa yang terjadi. Semuanya buram dan acak.

Beomgyu hanya tahu dari Jeongin bahwa kakaknya memutuskan untuk mulai tinggal dengan ayahnya-ayah kandung Hyunjin-yang tinggal di Seoul setelah berpisah dengan ibu mereka.

Tapi baik Beomgyu pun Jeongin tidak pernah tahu alasan pasti kepergian Hyunjin.

Dan kini, Hyunjin datang kembali, setelah nyaris lima tahun lamanya bahkan tidak bertukar kabar lewat sosial media. Mungkin sekarang, dalam diri Hyunjin sedang mengenang dalam diam yang hanya bisa ditunjukan pada Beomgyu.

"Ah, gue udah nanyain kabar lo belum sih? Ah, kayaknya udah ya tadi pas ketemu di kafe, hahaha." Hyunjin tiba-tiba berucap dan Beomgyu gak yakin harus membalas bagaimana, jadi dia cuman ikut tertawa pendek.

"Sorry, kita... jadi canggung gini." kata Hyunjin. "Yah, memang dari awal juga lo temen Jeongin sih, bukan temen gue. Justru aneh kalau lo malah akrab sama gue—"

"Aneh dari mana? Enggak lah kak!" Beomgyu menyela cepat. "Akrab gak akrab bukan berarti gak saling peduli kan?" Beomgyu menatap penuh keyakinan. "Lagian ya wajar sih kalau kita agak canggung, kak Hyunjin sama gue udah sama-sama dewasa, pasti rasanya kayak ada geli-geli gimana gitu pas ketemu lagi untuk pertama kalinya. Kayak, 'wah, kok dia jadi beda gini?' gitu."

"Oh, gitu ya?"

"Yah, gitu kayaknya..."

Jawabannya membuat Hyunjin terbahak. Meski gak yakin bagian mananya yang lucu, tapi Beomgyu ikut tertawa.

Mereka kini hanya menyusuri daerah perumahan hanok sambil bertukar obrol.

Mungkin sebetulnya Hyunjin merindukan tempat ini, kota di mana masa kecilnya tumbuh. Walau tidak begitu banyak kenangan menyenangkan, tapi sepotong yang terkenang tetap membuatnya rindu.

Beomgyu ingin menyuarakannya. Tapi terlampau enggan. Yang tercipta malah obrolan lain. "Btw, kakak di sini berapa lama?"

"Cuman dua hari, nanti sore pulang."

Click On ╏ C. Beomgyu (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang