Beomgyu tidak tahu, apakah ini saat yang pantas buat menangis atau tidak. Di atas semua ini, sebetulnya Beomgyu lebih menginginkan penjelasan atas kepergian dan keberadaan yang tak berkabar. Cuman tahu-tahu muncul begitu saja.

Ditambah dengan cara perkenalan yang aneh pula.

Beomgyu pikir dia tidak terlibat. Beomgyu pikir Hyunjin telah melupakannya. Beomgyu pikir, Hyunjin memang telah membuang segalanya yang berada di kota ini. Baik adiknya... keluarganya... mau pun Beomgyu.

Rasanya tetap kurang pantas jikalau Beomgyu menyebutkan; 'welcome home' pada Hyunjin atas segala yang telah terjadi pada bentangan waktu dari mereka berpisah juga pada momen yang tidak Beomgyu ketahui.

Tapi tetap saja, sebetulnya Beomgyu ingin tahu. Dia ingin tahu, seberapa besar pengaruh entitasnya untuk Hyunjin, tapi dia takut keraguan itu malah buat mereka makin jauh.

Padahal Hyunjin memang sudah jauh.

Maka, secara teratur Beomgyu hanya menarik diri. Inginnya sih dia memborbardir yang lebih tua dengan rentetan pertanyaan, tapi Beomgyu sadar kalau Hyunjin tidak bisa ditekan. Setidaknya setelah 'semua' yang terjadi...

Jadi, Beomgyu cuman tersenyum sambil menepuk lengan, seperti kawan lama. "Apa kabar, kakak?"


❏❏❏


Seingat Beomgyu, Hyunjin memang memutuskan pergi setelah lulus SMP. Mungkin saat itu, belum betul-betul pergi atau... Hyunjin memang sudah merencanakan kepergiannya sejak lama dan hanya saja Beomgyu tidak tahu, karena memang tidak ada siapa pun yang memberi tahu.

Beomgyu baru mengetahui itu ketika suatu hari Jeongin mengajak untuk mampir ke taman yang tidak jauh dari tempat les mereka dan duduk di ayunan.

Jeongin bilang cuman rindu bermain di taman. Beomgyu juga kelamaan malah terlarut dan mengayun ayunannya terlalu cepat sampai hampir merosot jatuh. Yah, namanya juga masih bocah.

"Goblok lo!" Jeongin malah menertawainya di sebelah.

"Sialan, gue udah deg-degan tahu!"

"Kalau gak deg-degan ya lo udah mati lah."

"Gak gitu, elah!"

Jeongin tertawa lagi dan mengayunkan ayunannya. Sementara Beomgyu kapok dan memilih menggoyangkan pelan dengan kaki yang masih menapak di tanah.

Jeongin tiba-tiba berhenti. Jeda diambil sebelum dia berbicara, "Omong-omong... kita gimana sih bisa kenal dan deket kayak gini?" tanyanya out of the blue.

Beomgyu berpikir sejenak. "Gak tahu, pokoknya kita sekelas pas kelas 1, terus kelas 2 kan kita gak sekelas tapi gue selalu nyamperin lo pas istirahat soalnya kalau mau ke kantin musti lewat kelas lo, terus yah... gak tahu. Ngalir gitu aja, kayak udah kebiasaan. Gue aja lupa, gue ke rumah lo tuh gimana caranya?"

Jeongin menggelengkan kepalanya sambil tertawa pendek. Memang, mereka dekat begitu saja. Tahu-tahu obrolan mereka nyambung. Hobi mereka juga memang nyaris sama, lebih tepatnya kalau Beomgyu membuat Jeongin jadi maniak game. Beomgyu juga sering menawarkan makanan yang dimakannya. Beomgyu juga yang sering mengajak Jeongin main begitu pulang sekolah.

Kalau dipikir lagi, memang sejak awal Beomgyu lah yang mendekatkan dirinya pada Jeongin. Mungkin secara tidak sadar, Jeongin membuat Beomgyu nyaman. Dan di saat yang sama, Jeongin menerima segala hal dari Beomgyu.

Satu yang pasti, rasanya seperti mereka bisa saling percaya satu sama lain. Apa namanya? Soulmate? Kedengarannya kok cringe ya?

Tapi... entah mengapa saat itu Jeongin mengatakannya pada Beomgyu. Soal dirinya, soal Hyunjin, soal ibu mereka. Dimulai dengan, "Kak Hyunjin udah gak di sini, Gyu."

Click On ╏ C. Beomgyu (ON HOLD)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora