Day 1 : Orange

3.3K 134 17
                                    

Hampir setahun  Chuuya memendam rindu. Sejak pandemi global melalang buana ke seluruh penjuru dunia dan semua instansi pemerintahan melarang untuk keluar. Sekolah dari rumah, kerja dari rumah, dan segala hal dilakukan dari rumah. Chuuya kehilangan satu-satunya tempat dimana ia bisa bertemu sepasang manik coklat yang selalu membuat hati teduh nan berdebar— sekolah.

Chuuya ingat setiap senin apel pagi ia akan berjuang sekuat tenaga mencari baris di sebelah atau di belakang pemuda itu. Atau mungkin ketika pelajaran musik ia akan berpura-pura pintar dan melakukan seluruh upaya untuk membuat Dazai terpesona. Atau mungkin ia akan jual mahal dan menolak ajakan pergi ke kantin lalu Dazai akan membelikan roti kacang dan susu cokelat.

Chuuya sudah begitu lama menyimpan perasaan ini dengan permainan jaga jarak. Membiarkan Dazai dekat dengan orang-orang karena ia terlalu malu untuk melangkah. Selalu berusaha merasa puas dengan curi-curi singkat atau basa-basi pertemanan biasa. Dan sekarang ia menyesal.

Sentuhan yang kadang jahil membelai kepala, atau ketika sebuah nuansa romantis tercipta dan ia menepihkan rambut Chuuya dari pipi— astaga rindu. Chuuya rindu tatapan mata yang penuh misteri dan kehangatan. Chuuya rindu suara dalam yang sesekali menyebut namanya. Chuuya rindu Dazai Osamu.

Dan kerinduan itu akan terbayar hari ini.

Ketika pandemi berakhir dan semua hukum menetap di rumah ditarik karena vaksin berhasil ditemukan. Chuuya begitu tidak sabar dan menyetujui ajakan teman sekelas untuk pergi ke karaoke. Bahkan walau ia tidak begitu dekat dengan mereka, Chuuya tetap pergi karena Dazai ada di sana.

Astaga.

Chuuya merasa seluruh darah di tubuh ada di wajah karena pipinya begitu terbakar ketika Dazai mengatakan, "Lama tidak bertemu, Chuuya."

Chuuya tidak menerima sinyal respon dari kepalanya dan berakhir membisu menatap Dazai yang terkekeh. "Kau sangat merindukanku sepertinya."

"Bodoh," kini giliran respon yang keluar tanpa sinyal sampai tidak bisa disaring. Ia berjalan melalui Dazai dengan sikap malu-malu bahagia.

Dalam ruangan besar ada tiga sofa panjang di susun mengelilingi televisi. Chuuya sedikit banyak ingin duduk di sebelah Dazai, namun ia tidak ingin suara debaran jantungnya terdengar dan takut kalau-kalau tidak sengaja malah memeluk pemuda itu, maka ia pun duduk di sofa lain bersama beberapa teman.

Chuuya suka bernyayi, ia mahir bernyayi, dan teman-temannya suka mendengar Chuuya bernyayi.

"I miss you," Chuuya bernyanyi seraya menyampaikan sedikit perasaannya dan berharap menyentuh benak Dazai yang duduk di sana. "Even after all this time i got your body on my mind.."

I Miss You dari Grey dan Bahari menjadi lebih memukau ketika Chuuya yang menyanyikan. Ketika lirik terakhir lagu itu berakhir, ia tertawa bersama teman sebelahnya lalu tanpa sengaja refleks melihat Dazai yang juga tengah menatap.

Mata mereka bertemu dalam sebuah detik singkat diiringi suara musik dan tawa. Gelap malam yang sangat Chuuya sukai karena selalu menenggelamkan dan seakan melahap jiwa dalam buaian kelam. Chuuya merona dan membuang muka.

"Aku mau ke toilet," ucapnya memberi mik kepada teman di sebelah.

"Cepat kembali, kami penggemar berat suaramu..." Candaan itu dibalas tawa ringan sebelum Chuuya benar-benar bangkit dan beranjak.

Dazai melihat punggung Chuuya menghilang dibatasi oleh pintu. Ia menunggu sejenak sebelum ikut bangkit dan berkata,  "Aku mau ambil jus jeruk."

"Eehh... Ada banyak minuman disini."

"Aku suka yang di luar, lebih manis."

"Memangnya berapa umurmu haha..."

Senyum  yang diukir bibir tipis Dazai selalu dapat membuat semua orang terpesona dan tersenyum. Semua, kecuali pemilik surai jeruk yang acap kali membuang muka seakan melihat seringai terkutuk. Hal itu yang membuat Dazai tertarik bahkan tergila-gila.

VENUSDonde viven las historias. Descúbrelo ahora