4. Hanya sendiri

440 39 3
                                    

Jumat, 2 Oktober 2020


Sejak berhasil melarikan diri dari tangan para penculik, Zhang Yibo telah berada di negeri yang tak dikenalnya. Semuanya asing. Yibo yang baru berusia 9 tahun itu memulai petualangan hidupnya sendirian di kota yang ia tak tahu berada di belahan dunia mana. Tidak ada sesiapapun yang ia kenal di sini. Awal tiba ia takjub melihat pelabuhan yang besar, kemudian ia pergi seturut kakinya melangkah, namun saat ia tersadar, ia merindukan kedua orang tuanya, tetapi apalah daya, ia kini hanya sebatang kara. Rasa lapar dan haus memaksanya untuk berkelana mencari sesuatu yang bisa dimakan. Ia tak punya uang sepeser pun, akhirnya hanya berdiri menatap makanan yang dipajang di jendela kaca rumah makan. Kakinya yang kecil ia paksa untuk berjalan menyusuri jalan hingga ia tiba di tempat ramai, pasar! Yibo segera bergabung di antara hiruk pikuk pasar, mencari cara agar bisa mengisi perutnya yang menjerit. Ia mencoba meminta sedikit makanan pada penjual gorengan, namun ia malah diusir. Karena terjebak dalam tuntutan hidup saat ini, ia perlu makan, maka ia nekat mencuri, ketahuan! ia pun dikejar. Berlari dan berlari sambil menghabiskan makanan hasil curiannya. Begitu yang ia lakukan selama beberapa hari, hingga para pedagang di sana jadi waspada kepadanya. Kemudian Yibo mengubah targetnya, ia tak lagi mencuri makanan dari penjual, tapi ia mengincar dompet atau apapun yang berharga dari para pengunjung pasar. Tanpa pernah terbayang apa lagi terpikirkan akhirnya bocah yang semula anak orang berada itu menjadi pencuri kecil di pasar. Bocah yang semula menjadi anak kesayangan dan tak pernah kekurangan apa pun kini menjadi gelandangan, harus bergumul dengan waktu bahkan kadang berkelahi dengan gelandangan lainnya berebut makanan gratis dari para saudagar kaya yang sedang beramal. Terkadang harus bersaing dengan para pengangkut sampah, mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk berperang melawan dinginnya malam. Bocah yang dulunya begitu bersih dan manis menjadi anak yang dikagumi sanak saudara, kini tampak begitu kotor, dengan baju yang semakin kumal. Kulitnya yang dulu putih sudah hampir sama warnanya dengan dinding bangunan tua. Rambutnya sudah memanjang kotor dan tak terurus, bahkan mandi pun ia sudah tak pernah. Apakah Yibo menangis? Iya, ia kadang duduk menangis, meringkuk di sudut-sudut bangunan, bersembunyi. Ia tak mau terlihat lemah.

Hari demi hari, bulan demi bulan ia lalui dengan segala upaya untuk bertahan hidup. Zhang Yibo cuma paham satu hal, ia harus melakukan apapun untuk tetap hidup. Untuk itu ia harus kuat, ia belajar bahwa menangis tak ada gunanya. Menangis hanya membuat dirinya terlihat lemah. Yibo pernah terlihat menangis oleh gelandangan kecil lainnya, dan kelemahannya ini malah membuka kesempatan bagi gelandangan lain untuk membulinya. Yibo tidak mau ditindas, ia akan melawan balik siapapun yang menindasnya meski kemudian dia harus babak belur. Dan satu hal yang Yibo sadari, mereka kuat karena mereka punya teman. Ia lemah karena hanya sendiri. Tetapi karena Yibo tak pandai mencari teman, maka setelah setahun lewat pun ia tetap menggelandang seorang diri. Tetapi kemampuannya dalam mencuri membuat ia mampu bertahan di tengah belantara perkotaan.

Hingga suatu ketika, di saat Yibo tengah berjalan menyebrang, ia tak waspada sehingga sebuah mobil nyaris menabraknya.

"Awaaaaas!!!" Suara seorang pria terdengar di sisi kirinya, dan tubuhnya ditarik hingga terjatuh di trotoar bersama orang yang menariknya. Mobil yang hampir menabraknya telah kabur. Orang itu segera memeriksa Yibo. Yibo terluka kakinya karena terbentur lantai trotoar dan berdarah. Pria yang menariknya tadi merasa iba dan merasa bertanggung jawab akan luka di lutut Yibo.

"Siapa namamu, bocah?"

"Zhang Yibo"

"Apa kamu tidak punya siapa-siapa di sini?" Tanya pria itu setelah mengamati keadaan Yibo yang mirip pengemis dan berbau busuk. Yibo hanya menggeleng dengan mata berkaca-kaca, lalu berusaha tertawa tapi air matanya tak kuasa bergulir. Entah mengapa segala dinding yang Yibo bangun sekian lama roboh tatkala beradu pandang dengan mata teduh pria itu.

Find the Middle Way [Slow Update]Where stories live. Discover now