🍂 2 🍂

716 155 300
                                    

Min Ho baru saja kembali dari toilet, kebetulan bel tanda istirahat selesai baru saja berbunyi. Hyun Jin dan Ji Sung menghampirinya dari arah yang berlawanan.

"Min Ho hyung, kau tidak apa?" Ji Sung bertanya — khawatir.

Min Ho ingin menjawab bahwa dirinya 'tidak apa - apa', namun lidah serta bibirnya tidak mengizinkan. Ia pun hanya diam, melewati kedua laki - laki yang lebih muda darinya itu.

"Apakah dia selalu seperti itu?" Hyun Jin bertanya, "Sebenarnya tidak, dia hanya akan bersikap seperti itu pada orang yang baru saja mengingatkannya akan suatu hal."

Hyun Jin mengernyit, ia penasaran sekali dengan sesuatu hal yang sedari tadi disebut Ji Sung soal Min Ho. Rasa ingin tahu yang besar terlanjur melahapnya.

"Sebenarnya ... apa yang terjadi dengan Min Ho hyung? Apakah aku boleh tahu?"

Ji Sung hanya tersenyum simpul dan menepuk bahu teman barunya itu, "Kau akan tahu nanti, mungkin tidak sekarang. Tapi, suatu hari kau pasti akan tahu. Maaf ... bukannya aku tidak ingin memberitahumu, tapi aku takut bila kau belum siap mendengar cerita dibaliknya." Ji Sung berjalan mendahului Hyun Jin.

"Satu lagi, tolong jangan pernah bertanya apa yang terjadi pada Min Ho hyung. Dia sangat sensitif soal ini."

Hyun Jin mengangguk dan menyetarakan langkahnya dengan langkah Ji Sung.

Kembali ke Min Ho, kini ia sudah jauh lebih tenang, wajah datarnya pun telah kembali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kembali ke Min Ho, kini ia sudah jauh lebih tenang, wajah datarnya pun telah kembali. Anda Min Ho tahu bahwa wajah sedatar dinding dan sifat sedingin es miliknya itu menjadi daya tariknya terhadap kaum hawa. Banyak yang diam - diam menaruh hati padanya, hanya saja tidak pernah ada yang memiliki nyali untuk menyatakan perasaan tersebut pada Min Ho. Apalagi ditolak dengan kata - kata dari mulut pisau miliknya.

"Lee Min Ho, kerjakan soal ini." panggilan tersebut membuyarkan lamunan Min Ho tentang ketiga kucingnya, Soonie Doongie dan Dori.

Min Ho bangkit dari duduknya dan maju ke depan. Sialnya ... ia mendapatkan soal yang sulit, otaknya enggan diajak bekerjasama saat ini.

"Kenapa Min Ho? Kau tidak bisa menyelesaikan soal ini?" gurunya yang bernama Park Chan Yeol atau lebih akrab disapa Pak CY bertanya. Ia sedikit heran, mengingat Min Ho selalu menempati ranking 1 atau 2 di kelas.

"Tidak, aku sedang berpikir." Min Ho menatap soal itu berkali - kali. Jika digambarkan, otaknya saat ini seperti sebuah kertas kosong.

Dengan ragu, Min Ho mulai menulis di papan. Persetan dengan benar salah, yang penting ia menjawab dulu. Siapa tahu saja benar.

Selama 2 menit kelas hening, hanya suara dari kapur dan papan saling bergesekkan yang mampu terdengar. Min Ho mulai mendapat ide bagaimana cara mengerjakan soal tersebut, ternyata tidak sesulit yang ia bayangkan.

"Sudah." Min Ho menaruh kapur tersebut di bagian bawah papan tulis dan berbalik kembali menuju bangkunya.

"Iya, tepat sekali jawabanmu. Tidak sia - sia kami menunggumu berpikir selama 1 menit." Min Ho tersenyum angkuh mendengarnya — bangga karena mampu menyelesaikan soal dewa dari Chan Yeol.

Phobia || Lee Minho {SUDAH TERBIT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang