Kesempatan Kedua

4 2 0
                                    

Ketika satu pintu tertutup, maka yakinlah bahwa ada pintu-pintu lain yang terbuka.

***

"Allhummarhamni bilquran. Waj'alhu lii imaman wa nuran wa hudan wa rohmah. Allhumma dzakkirni minhu maa nasiitu wa 'allimnii minhu maa jahiltu warzuqnii tilawatahu aana-allaili wa'atrofannahaar waj'alhu li hujatan ya rabbal 'alamin."

Alhamdulillah, usai sudah perjuanganku menghafal 30 juz al-Qur'an. Namun, aku menyadari jika setelah ini perjuanganku akan lebih besar lagi. Membumikan al-Qur'an. Menjaga ayat-ayat-Nya. Menjadikan setiap apa yang dikerjakan bernilai ibadah.

7 juz terakhir kuhafalkan tiga kali lebih cepat dibanding dengan 23 juz sebelumnya. Aku meyakini do'a dari ibu yang membuat segala urusan lancar. Pencapaian ini bukan semata-mata kerja kerasku. Karena tanpa ridho dan do'a dari orang tua, diri ini tidak ada apa-apanya.

Aku mengucapkan hamdalah berulang kali. Bersyukur telah sampai pada titik ini. Meski di sisi lain ada sesuatu yang mengganjal. Membuatku sedikit bersedih. Wisuda ini kujalani tanpa didampingi keluarga.

Hei ... jangan bayangkan wisuda meriah! Memang biasanya wisuda 30 juz bil ghoib diselenggarakan dengan megah. Itu yang selama ini kusaksikan, tapi di al-Haq berbeda. Semua dilakukan secara sederhana.

Tak ada hiasan atau dekorasi di panggung, yang ada hanya spanduk bertuliskan

Wisuda 30 Juz al-Qur'an Bil Ghoib

Pondok Pesantren al-Haq

Jombang-Jawa Timur

***

"Alhamdulillah, kalian sudah menyelesaikan hafalan, tapi bukan berarti tugas menjaga al-Qur'an berakhir sampai di sini. Kalian akan kami sebar ke berbagai daerah untuk tabarukan sekalian mengajar. Tahun depan akan ada tiga orang terpilih yang akan mendapat beasiswa ke Turki."

Kami duduk melingkar di atas karpet. Lesehan. Aku bersama Riyan dan Yandi mendapatkan amanah dari pimpinan al-Haq untuk tabarukan sembari mengabdi di kota Demak. Sementara yang lain mendapat tempat di daerah pelosok negara Indonesia.

Bayangan Kesempatan ke Turki memenuhi pikiranku. Aku bisa merelakan Brunai, tapi tidak untuk Turki. Kali ini ibu akan kuberi kabar ketika sudah sampai di kawasan Eurasia tersebut.

Sekarang waktunya menjelajahi Indonesia sebelum berpetualang di luar negeri. Terima kasih, ya, Rabb telah memberi kesempatan berharga ini kepada hamba.

***

"Assalamu'alaikum. Om Jie, kapan pulang? Nenek sakit, Om." Suara menggemaskan itu pasti milik keponakanku.

Aku terdiam. Membisu. Tak mampu berbicara. Niatku terbang ke Turki tanpa meminta izin ibu sepertinya tidak diperkenankan Sang Penguasa Alam.

"Insya Allah, hari ini om pulang ke Lampung."

Pupus sudah harapan untuk ke Turki. Tak ada keinginan lagi ke luar negeri. Memang takdirku merawat ibu di rumah.

Aih! Seharusnya aku bersyukur masih diberi kesempatan menemani ibu di hari tuanya. Istighfar dan hamdalah berulang kali kuucapakan.

Setidaknya aku bisa meneladani kisah Uwais al-Qor'ni yang lebih memilih menemani ibunya dibandingkan bertemu Rasulullah.

Uwais Al Qarni adalah pemuda yang tinggal di Yaman. Ia memiliki penyakit sopak. Karena penyakit itu tubuhnya menjadi belang-belang. Walaupun cacat tapi ia adalah pemuda yang saleh dan sangat berbakti kepada ibunya, seorang perempuan wanita tua yang lumpuh. Uwais senantiasa merawat dan berusaha memenuhi permintaan ibunda tercinta.

Suatu ketika sang ibu memiliki keinginan menunaikan ibadah haji. Uwais termenung. Perjalanan ke Mekkah sangatlah jauh, melewati padang tandus yang panas. Orang-orang biasanya menggunakan unta dan membawa banyak perbekalan. Lantas bagaimana hal itu dilakukan Uwais yang sangat miskin dan tidak memiliki kendaraan? Ia menggendong ibunya dengan berjalan kaki dari Yaman ke Makkah!

Kisah Uwais al-Qarni tidak berhenti sampai di situ. Suatu ketika pemuda dari Yaman itu menempuh perjalanan jauh, yakni kota Madinah. Ia mencari rumah Nabi Muhammad. Setelah menemukan tujuannya tersebut, diketuklah pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Seseorang keluar seraya membalas salamnya.

Uwais Al Qarni tanpa basa-basi menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata Nabi tidak berada di rumahnya, beliau sedang berada di medan pertempuran. Uwais Al Qarni hanya dapat bertemu dengan Sayyidah Aisyah r.a., istri Nabi. Betapa kecewanya hati Uwais. Dari jauh ia datang untuk berjumpa langsung dengan Nabi, tetapi Nabi tidak dapat dijumpainya.

Kehendak jiwa mengatakan untuk menunggu kedatangan Nabi Muhammad. Namun, pesan sang ibu agar lekas pulang mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi.

Uwais Al Qarni dengan terpaksa pamit kepada Sayyidah Aisyah r.a., untuk segera kembali ke Yaman, dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi.

Setelah itu, Uwais pun segera berangkat pulang mengayunkan lengkahnya dengan perasaan amat sedih dan terharu.

Seusainya peperangan Nabi Muhammad pulang menuju Madinah. Ketika sampai di rumah, Nabi menanyakan kepada Sayyidah Aisyah r.a., tentang orang yang mencarinya. Nabi mengatakan bahwa Uwais anak yang taat kepada orang ibunya, adalah penghuni langit. Sayyidah Aisyah r.a. tertegun. Memang benar ada yang mencari Nabi dan segera pulang ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan, sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.

Nabi Muhammad pun melanjutkan keterangannya tentang Uwais Al Qarni. Sang penghuni langit.

***

Aku menghadap abah, meminta izin boyong lebih awal karena ibu di rumah sedang sakit dan merindukanku, sebagai satu-satunya anak laki-laki sekaligus anak bungsu.

Harusnya lusa aku ke Kalimantan bersama Jay dan Yandi, tapi amanah itu tidak dapat kuterima. Batal. Karena ibu sangat membutuhkan kehadiranku.

Aku memang bukan Uwais al-Qar'ni yang menjadi penghuni langit, tapi aku tidak ingin mendapat predikat anak durhaka layaknya Malin Kundang. Tak 'kan kusia-siakan kesempatan merawat ibu.


  Azam Om Jie [TAMAT]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant