"Gak usah larang-larang gue!" Teriak lelaki itu. Sekarang mendadak kelas hening dan semua perhatian tertuju pada mereka berdua.

"Banci banget sih lo beraninya sama perempuan," ucap sang gadis sembari berusaha berdiri.

"Sialan ni cewek," ucapnya sembari kembali maju bersiap untuk kembali beradu fisik dengan gadis itu,

"Besok-besok pakai rok. Kalau perlu yang berenda-renda ya," kata Nega dengan nada datarnya namun tangannya bekerja kuat untuk mendorong tubuh lelaki itu sampai ia terpental ke belakang. Entah atas dorongan apa, Nega tiba-tiba berinisiatif untuk melerai pertengkaran itu.

Lelaki yang didorong menatap Nega tidak suka. Teman-teman sang lelaki langsung bersiap untuk membantu temannya. Nega berdecak kesal, kenapa anak-anak berandalan ini mainnya keroyokan.

"Hajar gak Rif?" Tanya salah satu dari mereka pada lelaki yang tadi di dorong oleh Nega.

"Jangan kasih ampun," instruksinya sambil ikut bersiap untuk mendekati Nega.

Nega mengangkat tangannya pertanda meminta mereka untuk berhenti mendekatinya. Entah mengapa langkah 4 orang lelaki itu benar-benar berhenti sembari bingung dengan aksi Nega.

"Sebelum kalian keroyok gue, gue mau kasih tau satu hal..." kalimat Nega terdengar menggantung.

"Kalian emangnya lupa? Disini, kolong tikus aja dipasangin CCTV. Jadi kalau mau keroyok gue lambaikan tangan dulu ke kamera, buat absen ke guru BK." Nega melirik CCTV yang berada di sudut atas ruangan membuat semua orang mengikuti arah pandangan Nega. Semuanya tampak kaget baru menyadari bahwa ruangan ini dipenuhi dengan CCTV.

"Lagian kenapa sih pada pakai seragamnya beda gini? Anak baru ya?" Tanya Nega entah pada dirinya sediri entah pada siapa sembari memperhatikan seisi kelas yang baru ia sadari lebih banyak orang yang memakai seragam berbeda dari dirinya.

Merasa sudah tidak ada urusan lagi membuat Nega langsung bergegas keluar dari kelas. Saat berjalan menuju pintu ia baru teringat bahwa di kelas ini bukan hanya berisi siswa siswi dari sekolahnya melainkan dari sekolah kartina yang baru bergabung juga. Ah sepertinya Nega harus membiasakan diri dengan orang-orang berseragam merah hati ayam itu.

"Nega..." merasa namanya terpanggil, Nega yang baru keluar dari kelas itu langsung menoleh. Bukannya dia gadis yang sedang berkelahi tadi? Ya sepertinya benar, baru beberapa detik yang lalu kejadian itu, tidak mungkin Nega lupa.

"Thanks ya."

"Buat?"

"Makasih karena lo udah bantuin gue tadi. Arif benar-benar ngeselin, selalu cari masalah."

"Oh, okey."

"Lo gak mau ikutan?"

"Ikutan apa?"

"Kelas tambahan."

"Kayaknya di dalam lebih cocok dibilang pasar malam dari pada kelas."

"Ya emang sih, tapi masih bisa belajar kok. Lo bisa ikut gue sama teman-teman gue. Anggap aja sebagai ucapan terima kasih gue."

"Oh iya, nama gue Gia," lanjut gadis itu sembari mengulurkan tangannya. Nega melihat tangan itu sesaat kemudian menyambutnya.

"Nega."

"Gimana? Kita sama-sama IPS, jadi bisa sekelompok."

"Lo tau dari mana gue IPS?" Gia tampak terkejut dengan pertanyaan Nega. Ia merutuki dirinya, ini semua salah Tata yang terlalu sering bercerita tentang Nega sehingga ia ikut-ikutan tahu.

"Nebak aja," balasnya ngasal. Nega menaikkan salah satu alisnya seperti tidak percaya namun sesaat kemudian ia kembali berekspresi biasa aja.

"Gue udah gak minat," balas Nega kemudian berlalu pergi dari hadapan Gia. Gia hanya menatap kepergian Nega yang tampak menyusul teman-temannya. Gia tadinya sangat terkejut saat melihat Nega lah orang yang membantunya melawan Arif, si pembuat onar setiap kali ada kelas tambahan. Ini memang bukan pertama kalinya ia dan Arif beradu mulut, namun ini memang pertama kalinya mereka beradu fisik bahkan sampai ia di dorong seperti tadi. Gia merasa sangat berterima kasih pada Nega yang sudah membantunya meskipun ia sadar bahwa sepertinya Nega hanya tidak suka melihat Arif kasar kepada perempuan, siapapun yang berada di posisinya pasti akan dibantu oleh Nega. Image Nega yang menyebalkan saat pertemuan mereka pertama kali berangsur memudar di mata Gia. Mungkin memang pembawaan Nega saja yang dingin dan apa adanya. Tidak ingin ambil pusing, Gia kembali masuk ke dalam ruangan.

"Udah selesai Ga? Cepat banget," tanya Alfin heran melihat kedatangan Nega. Rasanya belum lama ini Nega memasuki ruangan itu.

"Gue gak jadi ikutan, gue masih sayang kuping gue," balas Nega kemudian melenggang pergi yang langsung diikuti ketiga sahabatnya.

"Lah emangnya kenapa Ga?" Tanya Danu penasaran.

"Entar deh gue ceritain sambil makan bakso, gue laper nih."

"Yah! Entar lo lupa."

"Gak bakal lupa, ini lagi gue ingat-ingat terus."

"Oke, mending kita lari ke kantin bakso mpok jamileh biar cepat," usul Elang

"Setuju." Keempat lelaki itu langsung berlari menuju kantin seperti usul Elang.

Ternyata usul Elang sangat tepat, sesampainya di kantin, sembari menunggu bakso pesanan mereka datang, Nega menceritakan apa yang terjadi dan untungnya ia mengingat semuanya karena ia memang berusaha mengingat-ingat seperti janjinya.

***

Nega berlari memasuki rumahnya sembari membawa seplastik obat-obatan di tangannya. Untung saja Alfin mengingatkannya untuk membelikan obat untuk Gana sepulang sekolah tadi meskipun ia lupa memberi tahu Gana bahwa hari ini ia akan pulang telat karena kelas tambahan itu.

"Kemana aja kamu ha? Taunya kelayapan aja. Kamu tau sendiri Gana harus minum obat. Kamu sengaja mau Gana kenapa-kenapa? Kalau mau mati ya mati aja sendiri, gak udah bawa-bawa Gana." Langkah Nega langsung terhenti mendengar makian yang tertuju untuknya.

"Kalau emang gak bisakan saya bisa minta tolong orang lain. Selama ini sok-sok peduli, tapi nyatanya kayak gini."

"Udah Pa, lagiankan Nega baru pulang sekolah, dia pasti punya alasan."

"Gak bisa gitu dong, udah tau obat kamu abis, dia malah keluyuran kemana-mana." Nega meremas plastik di tangannya dengan memasang wajah datar dihadapan ayahnya. Setelah meberi makian, ayahnya pergi begitu saja masih dengan memasang wajah marahnya. Nega memejamkan matanya sesaat berusaha mengendalikan rasa sesak di dadanya.

"Maaf ya gue telat, buruan lo minum obatnya," ucap Nega memberikan bungkusan di tangannya kepada Gana. Gana menatap Nega merasa bersalah.

"Maaf ya Ga, gue kelepasan bilang belum minum obat karena nungguin lo pulang, jadinya lo dimarahin."

"Gak papa, gue yang lupa bilang ada kelas tambahan tadi. Gue ganti baju dulu ya." Nega menepuk-nepuk pelan pundak Gana setelah itu berlalu ke kamarnya.

Nega menutup pintu kamarnya kemudian terduduk di lantai. Ia meremas rambutnya pelan berharap rasa sesak di dadanya segera pergi. Entah sampai kapan Nega kuat melewati semua ini.

Haiiii haiiii haiiiii huaaaaa akhirnya aku kembaliiiiiii😭😭😭😭 makasih buat yang masih suka mampir ke cerita aku. Kita mulai lagi yuk dari awal😉

Aku bakal usahain aktif nulis lagi dan pastinya nyelesaiin cerita ini yang benar benar udah lama banget gak dilanjutin.

Jadi aku mohon dukungannya yaa teman teman. Tolong vote don komen cerita ini sebanyak banyaknya, aku kangen banget soalnya dapat vote dan komen dari kalian😭😭😭

Okeee jadi gimana chapter ini? Ditunggu yaa kelanjutannya😉

Crazy NegaWhere stories live. Discover now