| CHAPTER 20| KAKAK TERSAYANG

Start from the beginning
                                    

"Temen ayah ada yang minat beli lukisan kamu." Ujar Tigu disela-sela ia memotong ayam goreng.

"Lukisan yang mana, Yah?"

"Yang kemarin baru selesai kamu lukis, yang deburan ombak itu."

"Oh, yang itu."

Lukisan yang Maratungga buat sudah banyak, maklum jika ia bingung lukisan mana yang sedang ayahnya maksud. 

Maratungga mengambil segelas air di meja makan, kemudian meminumnya.

"Gimana, lukisannya mau kamu lepasin?" tanya Tigu.

Maratungga mengangguk. "Suruh ke sini aja, Yah."

Di dapur, Cakrawala mengulum senyum meskipun hatinya bergetar. "Bunda... Cakrawala juga ingin disayang sama Ayah."

————

Sepuluh menit lagi pelajaran olahraga akan dimulai. Semua murid kini telah menuju kamar mandi untuk ganti seragam, kecuali Moa. Ia masih sibuk mengubek-ubek isi tasnya.

"Akh! Sialan! pake ketinggalan lagi!"

Ia lupa memasukan seragam olahraga ke dalam tasnya.

"Kamu pakai punyaku saja." Ujar Cakrawala yang saat ini berdiri di samping Moa.

Cakrawala meletakkan seragam olahraganya di atas meja. Tanpa menunggu persetujuan Moa, Cakrawala sudah berjalan pergi.

Moa mengedikan bahu. Ia lantas ke kamar mandi untuk berganti seragam.

"Kegedean anjir!" Moa melihat dirinya sendiri tenggelam memakai seragam milik Cakrawala.

Seorang cowok tiba-tiba berjongkok di depan Moa. Dia adalah Cakrawala. Moa menunduk melihat apa yang Cakrawala lakukan.

Cakrawala dengan telaten mengikat kedua tali sepatu Moa yang lepas. Ia mengikatnya dengan kuat. Setelah itu ia berdiri.

"Biar nggak jatuh," ujarnya seraya mengulum senyum pada Moa.

Cakrawala hendak pergi, namun Moa mencekal tangannya.

"Lo mau ke mana lagi? Jangan pergi."

Cakrawala tersenyum, kemudian menggeleng. "Baiklah, kalo kamu yang minta."

"Jangan sok puitis deh!" Moa menyelusupkan jari jemarinya ke tangan Cakrawala. Menggandengnya.

"Bentar."

Cakrawala menoleh. Moa memegang kedua pipi Cakrawala. "Jidat lo kenapa?" Ada luka goresan di kening Cakrawala.

"Nggak papa." Cakrawala tersenyum. "Makasih sudah perhatian."

"Apaan dah, jangan gr!"

Lagi-lagi Cakrawala tersenyum. "Iya-iya."

Seperti biasa, Cakrawala selalu menyembunyikan segala lukanya. Tidak mungkin seorang Cakrawala Agnibrata akan bilang 'dipukul ayah dengan sendok'

Ketika sampai di lapangan, Moa melepas gandengan tangannya. Semua murid memperhatikan kehadiran Moa—ah bukan, tapi Cakrawala. Cowok itu masih memakai seragam putih abu-abu, belum berganti training olahraga.

"Woy! Lo gimana sih?! Kita semua di sini terpaksa nungguin lo, ya! Bisa-bisanya belum ganti seragam." Sentak Nadin. "Punya otak nggak dipake!"

Moa melotot tajam ke arah Nadin. Ia hendak melangkah ke arah gadis itu, namun tangannya di tahan oleh Cakrawala.

2. NOT ME ✔️ Where stories live. Discover now