"Santuy, Ngab! Nafsuan banget lu! Sabar! Nanti juga dapet jatah."

Rey berdiri, kemudian kembali menyerang Caka berkali-kali. Sedangkan Caka, pria berambut undercut kecokelatan itu hanya terus berusaha menghindar.

"Udah, Rey! Balik aja sono! Dicariin tuh ama mamak lu!"

"Jangan cuma ngehindar, Anjing! Lawan gua!" sentak Rey masih berusaha menyerang meski tidak pernah berhasil.

"Anjrothy! Emang minta digebukin nih bocil." Caka bersiap-siap melawan. "Kalau sampai tumbang jangan salahin gua ya!"

Caka langsung menyerang, tiga pukulan berhasil mengenai tubuh Rey yang tidak fokus. Caka sangat paham jika Rey hanya ingin dipukul karena dadanya sudah terlalu sesak.

Mungkin menurut Rey, hal itu adalah cara ter-efektif baginya untuk meredakan luka di hatinya.

Bugh!

Hantaman keras itu menyapa pipi Rey, membuat ingatan Rey kembali saat ia dipukuli oleh Elvan di sekolah.

Bugh! Bugh!

Saat itu, Rey ingin melawan. Tapi Guru BP sudah lebih dulu melerai, alhasil Rey tidak sempat membalas pukulan Elvan.

Bugh! Bugh! Bugh!

Rey terus mendapatkan pukulan sampai akhirnya tumbang, dia terjatuh setelah tubuhnya terpental di pembatas ring tinju.

"Uhuk!" Rey memuntahkan sedikit darah karena tubuhnya tertekan.

Dalam posisi tertelungkup di matras ring tinju, Rey berusaha menetralisir pernapasannya. "Lagi, pukul gue lagi!"

"Apa?" Caka mendekat karena suara Rey sangat pelan. "Lo ngomong apa mendesah? Pelan amat kek takut kedengeran tetangga."

"Lagi, Ka! Pukul gue lagi! Dada gue masih sakit!" Bulir kristal itu tanpa permisi mulai keluar, dari mata kanan turun ke mata kiri karena posisi kepala Rey menyamping.

"Apakah saya peduli? Oh tentu tidak! Anjay--"

"Ka!" Rey ingin membentak, namun tenaganya terkuras habis.

"Gini, Gan. Daripada lu minta digebukin gua, mendingan lo sholat terus minta petunjuk sama Allah."

"Gile aja gua yang disuruh gebukin lu, ntar kalau lu masuk RSJ, gua dah yang kena amukan ama mamak lu."

***

PLAK! Liam menampar pipi putrinya keras-keras sampai kepala Asa menoleh ke kanan. Bekas merah kian terlihat, rasa perihnya menjalar hingga ulu hati.

"Udah berani bolos kamu, ha?" Liam terlihat sangat marah. "Udah merasa jenius? Udah merasa cerdas kayak William James Sidis? Berasa udah setara Albert Einstein kamu?"

"Terus Papa? Udah sehebat Kim Ung Yong? Asa anak Papa, keturunan Papa. Kalau Asa bego berarti gara-gara gen Papa, atau malah Mama--"

PLAK! Liam kembali menampar putrinya keras-keras hingga tersungkur di lantai. Pria itu mengambil napas dalam, kemudian bertanya, "Ngapain kamu ke warnet?"

DASA (END)Where stories live. Discover now