Justice

23 6 37
                                    

Hidup di sebuah kota metropolitan seperti New York, memanglah menjadi impian untuk beberapa orang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hidup di sebuah kota metropolitan seperti New York, memanglah menjadi impian untuk beberapa orang. Tak terkecuali bagi Natalie Walsh. Masa kecilnya ia habiskan di kota terpencil bernama Mancos yang ada di Colorado, membuatnya bertekad untuk pergi sejauh mungkin dari kota itu. Bukan karena ia membenci kota dengan penduduk tidak lebih dari dua ribu orang itu, melainkan karena ia ingin menemukan seseorang.

Natalie hidup sebatang kara, neneknya meninggal ketika ia masih duduk di bangku kelas tiga SD, karena diabetes yang menyiksanya selama hampir tiga tahun. Lalu sang kakek menyusul kepergian istrinya tak lama kemudian, akibat kanker paru-paru yang diderita sejak lama. Natalie benar-benar terpukul akan kejadian itu, tetapi ia lebih merasa hancur ketika kedua orang tuanya meninggal sekitar lima tahun yang lalu.

Dokter mengatakan jika pasangan suami istri itu meninggal karena overdosis obat antidepresan. Memang benar mereka rutin mengkonsumsi obat tersebut, mengingat keadaan mental mereka yang tidak stabil setelah kebangkrutan yang melanda bisnis rental mobil milik ayah Natalie.

Namun, sampai sekarang ia masih tidak percaya jika kedua orang tuanya segila itu untuk mengakhiri hidup dan meninggalkannya sendiri. Ia curiga jika ini ada sangkut pautnya dengan urusan bisnis. Saingan ayahnya memang banyak. Maka dari itu, Natalie pindah ke New York untuk mengukap cerita sebenarnya di balik kematian orang tuanya. Karena ia tahu, salah satu musuh ayahnya berada di kota dengan julukan The Big Apple tersebut.

Suara nyaring yang berasal dari ponsel Natalie, membangunkannya dari alam mimpi yang baru saja ia singgahi empat jam yang lalu. Sang pemilik ponsel menggeliat di atas tempat tidur karena terganggu. Namun, ia akhirnya menjawab panggilan itu.

"Selamat pagi, Natalie," sapa seorang laki-laki dari ujung sana.

Dengan mata yang masih mengantuk, Natalie menyibakkan rambut pendeknya, lalu menjawab, "Hmm, ya. Ada apa?"

"Tuan Anderson ingin bertemu denganmu pagi ini. Beliau seperti mempunyai pekerjaan baru untukmu," jelas Eric, rekan kerjanya. "Cepatlah datang ke markas besar, karena ini ada sangkut pautnya dengan kematian orang tuamu."

Mendengar itu, kantuk yang menyelimuti Natalie segera musnah, ia lalu bangkit dari tempat tidur. "Baiklah, aku akan ke sana."

Lima belas menit kemudian, Natalie sudah berpakaian dengan menggunakan baju hangat berwarna merah hati dan celana jeans hitam, serta sepatu bot warna senada. Lalu ia melenggang turun dari unit apartemennya dan menuju tempat parkir bawah tanah di mana mobil Shelby GT500, hadiah dari tunangannya, terparkir. Lantas Natalie segera mengemudikannya menuju kawasan Red Hook, Brooklyn.

Beberapa tetangga mencurigai pekerjaan apa yang ia lakukan sehingga memiliki mobil semahal itu, padahal ia hanya tinggal di apartemen kecil dengan sewa seribu dua ratus dolar per bulan. Tetangga mengira jika ia adalah wanita simpanan pejabat ataupun wanita panggilan. Meskipun tahu desas desus itu, akan tetapi Natalie memilih untuk diam saja. Ia tidak ingin orang lain tahu apa pekerjaannya.

JusticeWhere stories live. Discover now