2. Hal Baru

26 1 0
                                    

Aidan melangkahkan langkah terakhirnya diatas jalanan ber aspal. Memegang lengan Bashiir pelan. Menandakan jika mereka sudah sampai. Bashiir berhenti tepat disamping Aidan. Jalanan saat itu masih sepi, tidak ada kendaraan yang berlalu lalang. Aidan mengedarkan pandangannya kepenjuru arah. Tidak ada. Apa dia terlalu cepat datang? Aidan mengecek jam dipergelangan tangannya. Masih pukul 09.55. Masih ada lima menit lagi sebelum Deno datang.

"Sepertinya kita harus menunggu beberapa menit lagi. Deno masih belum datang. Dan sepertinya kita terlalu cepat datangnya." Ucap Aidan pelan, mencoba menjelaskan situasi yang terjadi kepada Bashiir.

"Apa kita harus menunggu lama?"

Aidan menggeleng. "Tidak, hanya lima menit saja. Kuharap Deno bisa cepat datang supaya kita tidak menunggu lebih lama lagi."

Bashiir mengangguk dan mulai duduk dibahu jalan. Aidan hanya mengikuti apa yang dilakukan Bashiir. Jalanan saat itu sepi, hanya ada gubuk tua diseberang jalan. Gubuk yang sudah rapuh termakan usia. Sebenarnya Aidan ingin menyuruh Bashiir untuk duduk di gubuk itu saja. Tapi ia urungkan niatnya itu saat melihat atap yang sudah bolong - bolong. Kondisinya juga buruk. Aidan fokus menatap jalanan yang sepi. Bashiir juga hanya diam tak bersuara. Keheningan menyelimuti mereka berdua, tidak ada yang memulai berbicara. Bashiir yang merasakan keheningan itu mengernyitkan dahinya bingung.

"Aidan?" Bashiir meraba tempat kosong di sisi kirinya. Aidan yang mendengar itu langsung menoleh kearah Bashiir.

"Ya? Ada apa?" Menaikkan kedua alisnya heran. Bashiir hanya terkekeh pelan. "Ah, tidak. Kupikir kau menghilang tadi,"

Aidan tertawa kecil sambil menggeser duduknya. Memegang tangan Bashiir pelan.

"Aku tidak pergi kemana - mana," Ucap Aidan pelan.

Sebuah mobil sedan hitam mendekat dari arah kiri. Aidan yang melihat itu langsung berdiri dan menunggu mobil itu berhenti.

"Mobilnya sudah datang. Berdirilah Bashiir"

Bashiir yang mendengarnya langsung berdiri tegap sambil ikut menunggu instruksi berikutnya.

Mobil itu berhenti dibahu jalan. Sosok pria dengan jaket biru tua tersenyum kearah Aidan. Memberi isyarat untuk segera masuk. Aidan yang melihatnya langsung menuntun Bashiir pelan untuk segera naik mobil. Tidak lama, mobil itu langsung pergi meninggalkan lembah.

"Kenalkan aku Deno. Kau Bashiir kan?" Deno tersenyum lembut sambil menatap Bashiir dikursi belakang.

"Ah, Benar kak," Ucap Bashiir kikuk. Entah kenapa merasa malu didepan orang baru. Deno terkekeh, masih terus menatap kearah jalanan.

"Tidak usah panggil aku kak. Aku seumuran dengan Aidan"

Bashiir yang mendengarnya hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ah, begitu ya. Maaf karena terlalu sopan"

Deno dan Aidan terkekeh bersamaan. Tingkah Bashiir membuat mereka gemas.

"Sudahlah, tidak perlu minta maaf juga" Ucap Deno.

***

Mobil itu berhenti tepat didepan gedung besar putih yang menjulang tinggi. Bangunan itu tampak asri, halamannya bersih dari dedaunan kering. Sebuah pohon besar berdiri indah menaungi halamannya. Tepat didepan gedung utama terpampang papan nama bertuliskan 'Pondok Pesantren, Rumah Bersama'. Didirikan pada tahun 1988 pondok itu mempunyai luas lahan sekitar 1500 hektar. Dihuni oleh 900 siswa-siswi keterbatasan fisik dari berbagai kota. Bapak Muhammad Halim Sholeh yang merupakan pendiri pondok itu berdiri didepan tangga besar, menyambut anak murid barunya yang barusaja datang dari desa. Aidan menuntun Bashiir turun untuk menemui Pak Halim. Deno mengekori mereka dari belakang.

AL BASHIIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang