Lalu keduanya sama-sama saling melempar senyum setelah mengakhiri perkacapan.

Tanpa merema berdua sadari Thalassa melihat itu semua,  tanganya menepal marah kala melihat Arkan tersenyum dengan gadis itu, kok bisa sih? Padahal kalo sama dirinya Arkan selalu jutek. Kenapa sama Cewek sialan itu Arkan malah ketawa-ketawa gak jelas.

"Lo kenapa suka banget main-main sama gue sih Sherina?" gumam Thalassa.

"Gue pastiin Arkan gak bakal makan makanan sampah dari lo!" gumamnya lagi laku pergi menuju kelasnya dengan langkah terhentak-hentak.

•°•°•°•

Bruk..

Pria itu meletakan jas nya dengan kasar di atas sofa. Lalu menatap sang pemilik ruangan yang tengah berputar-putar pelan dengan kursi kebesarannya.

"Gue denger dari karyawan lo, lo baru pulang dari RS ya? Lo tuh kayaknya demen banget masuk rumah sakit ya? Hampir setiap minggu masuk rumah sakit, gak bosen lo? " tanya Pria itu sambil mengendurkan dasi merah maroon miliknya.

Yang di tanya hanya menggedikan bahunya tanda tak peduli.

"Gue kan udah bilang Nat, lo jangan merasa bersalah terus.  Kalo lo kayak gini terus siapa yang repot? Gue, bonyok lo, dan terakhir Thalasaa" ucap nya lagi.

"Ini udah hampir tujuh belas tahun dan lo maaih stuck sama Kanaya?"

Pria itu masih mengoceh, sedangkan Nathan hanya diam sambil menatap kosong kaca besar yang berada di belakang nya.

"Nat, udah saat nya lo buka lembaran baru. Mulai hidup baru, berdamai sama masa lalu. Iya gue tau kok, ngelupain Kanaya itu bukan hal yang gampang, tapi gue yakin lo pasti bisa. Gue gak minta lo buat hapus Kanaya di otak lo, gue cuma minta lo hapus semua rasa bersalah lo, Kanaya juga udah maafin lo, dia pasti sedih kalo liat suaminya yang paling dia cinta tiap minggu bolak-balik RS terus" ucapnya.

Nathan menghela nafasnya. "Gue udah coba Lib, tapi tetep aja gak bisa. Bayangan itu selalu muncul di otak gue, gue juga gak tau kenapa"

Akhirnya setelah sekian lama Nathan membuka suaranya,  Libra—pria berdasi merah maroon yang masih setia menjadi sahabatnya itu memasang wajah yang sulit di tebak membuat Nathan semakin bingung di buatnya.

Jika Nathan bisa memilih, ia juga tidak ingin larut dalam sebuah rasa bersalah dan penyesalan yang tiada ujung ini. Tapi setiap ia mencoba untuk melupakan, bayang-bayang itu selalu ada di kepalanya dan membuat dirinya kadang kalut hingga kehilangan kesadarannya.

Tuhan mengapa engkau memberikan karma sebesar ini. Pikir Nathan.

"Lupain soal omongan gue tadi, sekarang lo mau ikut gue gak? Arjuna ngajak ketemuan di cafe deket kantor lo" ucap Libra.

Nathan mengangguk. "Lo siapin mobil, gue masih ada sedikit urusan. Sepuluh menit lagi gue susul lo" ucao Nathan.

Libra mengangguk.  "Call!" setelah nya pria tiga puluh empat tahun yang masih berstatus single itu pergi meninggalkan ruanganya.

Libra masih jomblo, katanya sih mau jomblo samapai halal. Tapi siapa yang mau di halalin Libra? Calon aja gak punya.

Tok..

Tok..

Tok..

Nathan menatap pintu ruangan nya yang di ketuk.

"Masuk aja sih Lib pake ketok pintu segala!" pekik Nathan.

"Saya Kirana pak"

Kirana?

Seperti nya tidak asing di telinga Nathan.

"Masuk" ucap Nathan.

Lalu kemudian pintu cokelat itu terbuka menampakan sosok wanita drngan pakaian khas kantor nya. Nathan menatap wanita itu dari bawah sampai atas.

'kalung itu?' -batin Nathan.

Ah!  Ia ingat sekarang, Kirana salah satu stafg dari pemasaran yang menemaninya di rumah sakit tadi pagi.

Iya Nathan sudah di perbolehkan pulang,  namun bukan nya pulang Nathan malah langsung ke kantor. Gak heran sih, sakit Nathan emang gak parah. Dan itu sudah sering terjadi jadi Nathan sudah biasa. 

Padahal tadi selepas dari rumah sakit,  Nathan sudah menyuruh Kirana untuk pulang,  taoi mengapa gadis itu malah ada di kantor?

"Kamu kenapa di sini? Saya kan sudah bilang kalau kamu boleh libur hari ini" ucap Nathan.

"B-bukan itu pak, t-tapi saya—"

"Kamu ngomong yang bener dong" potong Nathan yang kesal dengan cara bicara Kirana.

Kirana menunduk, kenapa mulutnya susah sekali untuk mengeluarkan kata-kata sih? Kirana itu hanya ingin bertanya soal yang dokter bilang waktu itu, tentang trauma yang di idap oleh Atasan nya itu.  Bukan nya Kirana bermaksud untuk ikut campur, hanya saja ada sesuatu di dalam diri Kirana yang menyuruh nya untuk bertanya tentang masalah itu pada Atasanya.

"Kok malah diem?" tanya Nathan.

Kirana mengangkat kepalanya. "Maaf pak, bukan bermaksud lancang tapi saya hanya ingin bertanya soal kondisi bapak, saya tau gak seharusnya saya bertanya sepertinya ini kepada bapak tapi—"

"Tentang trauma?" Tanya Nathan memotong pembicaraan Kirana.

Mata Kirana sontak membola, bagaimana atasanya itu bisa tau apa yang ada di kepalanya?

Nathan menghela nafasnya. "Kita bicara di luar" ucap Nathan sambil menarik tangan Kirana menuju luar ruangan.

"Tapi pak, pekerjaan saya—"

"Saya bos nya, kamu gak usah khawatir" potong Nathan.

Tbc.



A. N

Huhuhu maaf kalo agak gak nyambung. 

Soalnya yaa key itu akhir-akhir ini lagi hilang ide trus di sibukin sama tugas yang numpuk huhuhuhu.

Oh iya,  key mau tanya kalian tau Cerita Vanya gak?

Mau minta pendapat kalian,  kalo Vanya mau di terbitin setuju gak?

Jawab please..

Still UnfairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang