Jengah

71 15 8
                                    

"Influ....encer?" Ucap Lily kebingungan.

Bima terkekeh pelan. "Ahahaha becanda, gak usah serius gitu."

Lily terkekeh pelan. Begitu ya, ia kira itu hal penting.

"Lo tau gak kenapa kura - kura jalannya lambat?" Bima melontarkan pertanyaan yang seketika itu juga membuat Lily mengerutkan dahinya. Apa nih, kok tiba - tiba?

Lily menggeleng pelan. "Emang kenapa?" Intonasi nada Lily lambat, entah kenapa ia tahu jawaban apa yang akan dikatakan Bima.

"Karena........mereka kemana - mana bawa rumah. Ahahaha. Lucu abiez " Bima tertawa terbahak - bahak. "Lucu gak? Lucu dong."

"Aha ha ha." Lily hanya menyeringai tipis, tertawa canggung. Basi, gak lucu, garing, gaje , dady jokes banget. Lily memalingkan wajahnya malas. Sepertinya dia salah sasaran. Benar kata Rara, tampangnya saja yang tampan, sikapnya benar - benar diluar dugaan. Harusnya ia telaah dulu seluk beluknya. Lily menyesali perbuatannya.

"Btw gue boleh minta nomor telepon lo gak?"

Lily menggeleng kuat. "Gak bawa hape. Gak hapal nomer. Maaf ya kak. Eh, udah harus kekelas nih, duluan ya. Bye."

Lily melambaikkan tangannya, berjalan menjauh.

Bima yang masih belum beranjak hanya menatap punggung Lily yang semakin menjauh. Secepat kilat punggung Lily sudah hilang ditikungan koridor.

"Kok pergi sih, apa gue bau ya?" Bima mendengus kearah jaketnya.

"Iya sih agak bau, kurang banyak nih gue makenya." Bima berbaik dan berjalan menjauh.

Lily mengatur nafasnya yang terengah - engah. Huft! Hampir saja. Itu adalah rekor jalan tercepat dalam sejarah. Tiba - tiba saja Lily terpikirkan oleh lelucon tadi. Lelucon yang aneh. Influencer? Lucu sekali. Kura - kura? Apa - apaan itu? Dia bodoh atau bagaimana. 'Ah! Lo yang bodoh karena suka pria aneh kaya Bima!' Lily menepuk kepalanya gemas. Dua tahun yang sia- sia. Pikirnya.

"Kok lama? Lagi antri ya?" Rara lagi - lagi muncul tanpa diduga. Lily sampai lupa untuk ke toilet gara - gara kejadian tadi.

"Eh, temenin gue dong, bentar aja. Tadi gak sempet pipis gue." Lily yang tadinya tidak kebelet , sekarang ia malah ada dalam posisi aneh , menahan - nahan supaya tidak keluar.

"Loh, kok lo aneh sih, terus tadi lo ngapain dong. Jangan - jangan lo malah ke kantin ya? Tanpa bilang - bilang gue." Rara menyipitkan matanya curiga.

"Ah , entar deh gue ceritain. Ayo cepet." Lily menarik paksa tangan Rara. Tubuh mungil Rara terseret oleh badan besar Lily yang berlarian kecil, kembali ketempat tadi. Kalo sekarang , ia yakin Bima sudah tidak ada disana.

***

Rara tertawa terbahak - bahak saat Lily selesai bercerita tentang kejadian tadi. Lily yang menatap temannya itu hanya bisa menunjukkan ekspresi kesal. Tawa Rara membuat meja yang mereka duduki ditatap oleh beberapa anak kampus yang lewat. Taman yang tadinya sepi sudah seperti ajang pertunjukkan karena semakin lama semakin banyak yang memperhatikan.

"Jangan lama - lama juga kali ketawanya. Gue bisa liat amandel lo saking lebarnya mulut lo. Bisa gak sih gak usah keras - keras, banyak orang tau! Gue yang malu!" Lily tidak henti - hentinya mengomel.

Setelah menyeka air mata sedikit , akhirnya Rara kembali tenang. "Banyak omong banget sih lo, lo sendiri kan yang buat gue ketawa gini. Lagian lucu banget sih ka Bima. Ck ck ck gue gak habis pikir deh."

"Udah deh , gak usah dibahas. Semakin lo bahas gue semakin kesel. Lain kali gue pilih cowo baik - baik aja deh. Bukan karena tampang , tapi karena hati." Lily mengambil kripik kentang dari dalam bungkus dan melahapnya.

CAN I BE LOVED?Where stories live. Discover now