Chapter 7

1.2K 116 56
                                    

Kuanlin menghela nafas panjang, menatap pemandangan kota New York yang terjajar begitu rapi melalui atap gedung tua berlantai 40 tempat ia selalu merenung. Netra hitamnya kosong, meski cahaya-cahaya dari rumah-rumah serta gedung yang ada di bawahnya sedikit terpantul disana.

"A.. Aku.. Sebenarnya aku sudah menikah."

Kata-kata itu kembali terngiang di kepalanya. Kata-kata yang meyakinkan—dan menguatkannya bahwa dia tidak akan pernah memiliki Seongwu. Dadanya sesak, meski ia berkata bahwa ia baik-baik saja.

Tapi sesungguhnya itu hanyalah topeng.

Pemuda bersurai hitam itu memejamkan matanya ketika angin sore membelai wajahnya. Air mata tiba-tiba menetes membasahi pipinya,  Kuanlin tidak sanggup lagi. Perlahan bahunya mulai bergetar diikuti suara isakan lirih.

"Ku.. Kuanlin?"

Kuanlinsontak membuka matanya dan mengusap pipinya saat ia mendengar suara Eui Wong dari arah belakangnya. Ia menoleh, tersenyum pada lelaki bermata bulat yang sekarang sedang mendekatinya dengan tatapan kasihan serta khawatir.

Ngomong-ngomong, selain dirinya, Eui Wong juga tahu tempat ini. Mereka berteman sejak kecil dan Kuanlin selalu mengajak Eui Wong kemari jika ia bosan. Terkadang mereka juga selalu membawa kasur lipat dan tidur disini sembari memandang langit malam yang begitu indah.

"Alin are you okay?" tanya Eui Wong pelan begitu ia duduk di sisi Kuanlin.

"Ma.. Matamu merah." ia menunjuk mata Kuanlin.

Kuanlin terkekeh lalu mengusapnya, "I'm Okay. Ini hanya terkena debu saja tadi."

Eui Wong terdiam. Tentu ia tidak percaya. Berteman hampir 17 tahun dengan Kuanlin membuat Eui Wong hafal bagaimana luar-dalam lelaki bermarga Lai itu. Selain itu—

Karena Eui Wong menyukai Kuanlin, dia tahu bahwa Kuanlin tidak baik-baik saja sekarang.

"Ini tisu, Lin." Eui Wong menyodorkan sebungkus tisu yang selalu di bawanya di dalam tas.

Kuanlin menerimanya, mengusap bagian pelupuk mata serta pipinya menggunakan tisu itu dan kembali menatap Eui Wong,
"terimakasih, Wongie."

Eui Wong mengangguk. Suasana pun berubah hening, mereka sibuk dengan pikiran mereka sendiri. Langit semakin senja, memperlihatkan bintang-bintang yang mulai memperlihatkan diri meski tidak terlalu jelas.

"Wong, apa kau pernah merasakan patah hati?" tanya Kuanlin tiba-tiba.

Eui Wong menoleh sejenak, "tentu, kenapa?"

Ya, aku pernah Lin. Aku merasakannya saat aku tahu kalau kau menyukai Seongwu Hyung.

"Apakah rasanya sesakit ini?" tanya Kuanlin lagi, kali ini suaranya terdengar lirih.

"Aku.. aku menyukai Seongwu, tapi ternyata dia.."

"Sudahlah Lin," Eui Wong menyelanya.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi kumohon jangan menangis lagi Kuanlin-ah."

"Sakit sekali, Wong. Sakit sekali.."

Air mata kembali membasahi pipi Kuanlin, Eui Wong bisa melihatnya. Rasanya sesuatu menyesakkan dada Eui Wong saat itu juga. Kuanlin tidak pernah seperti ini sebelumnya, kecuali saat dulu mainan robotnya dirusak oleh adiknya sendiri.

"Apa kau begitu menyukainya?"
tanya Eui Wong.

Kuanlin mengangguk pelan, "iya. Aku tidak pernah jatuh cinta sebelumnya. Tapi saat melihatnya.. aku merasakannya."

Eui Wong tersenyum pahit. Kuanlin jatuh cinta untuk pertamakali pada Seongwu namun dia merasakan sakit.

Lalu apa kabar dengan Eui Wong yang jatuh cinta dengan Kuanlin untuk pertamakalinya dan merasakan sakit itu?

a Mafia Bride [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang