CHAPTER 13 | KOMPETISI |

Začít od začátku
                                    

"Moa, aku pamit pergi dulu, ya," bisik Cakrawala di telinga kanan Moa.

Moa sama sekali tidak menjawab. Gadis itu masih setia dengan posisinya.

Cakrawala beranjak dari duduknya kemudian melangkah menuju ruang bimbingan sesuai dengan apa yang diumumkan dari toa sekolah.

———

Semua peserta seleksi kompetisi olimpiade matematika telah hadir di ruang bimbingan. Mereka duduk di kursi masing-masing dan di depan sana Bu Ambar sedang berdiri sambil memegang lembar jawab.

"Seperti yang sudah ibuk sampaikan kemarin, hari ini seleksi olimpiade matematika akan dilaksanakan," ujar Bu Ambar.

"Memang, ibuk sengaja nyuruh kalian ke sini di saat jam pelajaran kalian belum selesai supaya setelah kalian mengerjakan, ibuk bisa langsung ngoreksi dan besok kita bisa sama-sama tahu siapa yang pantas menjadi perwakilan SMA Elang dalam ajang kompetisi olimpiade matematika tahun ini."

Semua murid diam dan mendengarkan penjelasan dari Bu Ambar. Usai menjelaskan, Bu Ambar segera membagi soal dan lembar jawab kepada semua peserta.

Sekarang dihadapan semua peserta seleksi sudah ada soal dan lembar jawab masing-masing.

"Tidak boleh memakai alat hitung serta alat komunikasi apapun. Silahkan taruh hp kalian di atas meja, ibuk." Perintah Bu Ambar.

"Baik... Bu...."

Semua peserta, termasuk Cakrawala, mengeluarkan ponsel yang ada di dalam saku celana, kemudian berjalan ke depan dan meletakkan ponsel mereka.

Setelah semua peserta duduk di kursi masing-masing, Bu Ambar kembali berujar. "Silahkan kerjakan semua soal matematika di hadapan kalian, waktunya hanya dua jam, dimulai dari sekarang."

Cakrawala mulai mengerjakan soal dihadapannya, begitu juga Nadin serta peserta lain. Suasana seketika hening. Ruang bimbingan ini hanya terisi oleh murid-murid genius yang memperebutkan satu posisi sebagai perwakilan SMA Elang.

Sebelum ini, para peserta seleksi olimpiade matematika telah sama-sama diberikan bimbingan setiap senin dan kamis sepulang sekolah. Dan hari ini adalah penentuannya. Hanya akan dipilih satu orang saja untuk menjadi perwakilan kompetisi olimpiade matematika.

———

"Gimana tadi seleksinya?" tanya Wicak.

Nadin tersenyum. "Lancar."

"Soalnya kejawab semua?"

Nadin mengangguk-angguk. "Iyah. Dan aku yakin, pasti aku bisa ngalahin Cakrawala."

Wicak tersenyum, ia mengusap-usap puncak kepala Nadin. "Bagus, harus dong. Masa kamu sama si Tai aja kalah."

Wicak dan Nandin lantas pergi ke kantin untuk mengisi perut.

Moa melangkah menuju ruang kepala sekolah untuk menemui Septian yang notabene adalah ayahnya. Ia membuka pintu dan melihat ayahnya sedang duduk di kursi kebesarannya.

"Sayang... Kamu ngapain di sini?" Septian beranjak dari duduknya kemudian menghampiri putri sematawayangnya.

Moa memeluk Septian dengan manja. "Ayah sayang sama Moa, kan?" tanyanya.

Septian membalas pelukan Moa. Ia mengecup puncak kepala Moa. "Enggak."

Moa mendongak menatap wajah ayahnya.

"Ayah nggak sayang sama kamu, tapi sayang banget," ujar Septian.

"Kalau begitu, jangan tanda tangani surat cerai Mama." Moa kembali berkaca-kaca.

Jika dihadapan semua teman-temannya Moa adalah seorang devil yang kejam. Tapi ketika dihadapan Septian, ia hanyalah seorang putri kecil yang haus akan kasih sayang.

Septian mengembuskan napas panjang. "Ayah nggak bisa menjanjikan apapun ke kamu. Maafin, Ayah."

"Ayah.... Jangan gitu, Ayah...." Moa menangis.

Septian memeluk Moa dengan erat. "Nanti kamu ikut sama Ayah, ya?"

Di dalam pelukan Septian, Moa menangis terisak, ia menggeleng. "Moa maunya ikut sama Ayah sama Mama."

"Nggak bisa sayang..." Septian mencoba memberikan pengertian.

"Moa ikut sama Ayah, ya? Ayah janji akan kasih apapun yang Moa minta asal Moa ikut sama Ayah, ya...?" tanya Septian sekali lagi.

———

Inget, roda itu berputar. Nggak selamanya bakalan diatas terus.

Kalian kebayang nggak sih, sebelum Mama sama Papanya cerai aja, kelakuan Moa udah kayak setan, apalagi nanti kalo orang tuanya beneran cerai :(

2. NOT ME ✔️ Kde žijí příběhy. Začni objevovat