CHAPTER 15| TIDAK TERIMA |

Start from the beginning
                                    

"Betul dengan Mbak Moa?" tanya bapak tersebut.

"Iya, bener." Moa lantas masuk ke dalam taksi tanpa memperdulikan sosok Cakrawala yang sedari tadi berdiri di hadapannya.

'Cakra gue duluan, ya... Makasih udah ditungguin.'

Seorang Moa Jatraji tidak akan mungkin berkata seperti itu kepada Cakrawala.

Di belakang taksi yang semakin melaju dengan cepat, Cakrawala kembali mengayuh sepedanya.

———

Cakrawala membuka lokernya untuk mengambil beberapa barang. Tanpa ia ketahui, di belakang, Bu Ambar diam-diam memperhatikan setiap detail isi loker tersebut.

Loker Cakrawala sangat bersih dan rapi, tidak seperti milik para cowok kebanyakan. Dan lagi-lagi semua barang di dalam situ hanya ada tiga warna, yaitu warna kuning, hijau, dan hitam. Semuanya disusun berdasarkan warna.

Barang-barang berwarna kuning berada di sisi kanan, warna hijau di sisi kiri dan warna hitam berada di tengah. Susunannya sama persis dengan yang Bu Ambar lihat di perpustakaan.

Cakrawala menutup pintu loker, lalu menguncinya kembali. Saat ia menoleh Bu Ambar berada di belakangnya.

"Bu Am—"

Bu Ambar menjingkat, ia terkejut.

"Maaf Bu, saya tidak bermaksud untuk mengagetkan Bu Ambar," ujar Cakrawala.

Bu Ambar mengambil napas panjang kemudian mengusap-usap dadanya. Sialan. Ia terlalu fokus memperhatikan isi loker Cakrawala hingga tidak sadar si empunya loker memergokinya.

"Ah, nggak papa." Bu Ambar melangkah kakinya meninggalkan Cakrawala.

Suara benturan lantai dan high heels yang Bu Ambar kenakan terdengar nyaring di telinga.

Setelah mengambil buku catatan, Cakrawala kembali menuju kelas. Saat Cakrawala masuk, ia langsung mendapat tatapan tidak suka dari Nadin.

Nadin masih tidak terima atas terpilihnya Cakrawala sebagai perwakilan SMA Elang. Ia tidak suka, sangat tidak suka. Ia merasa dirinya lah yang seharusnya terpilih, bukan Cakrawala.

"Nanti pulang sekolah, lo ikut gue."

Itu bukan pernyataan tapi perintah.

"Ke mana?" tanya Cakrawala.

Moa menutup buku tulisnya. "Tinggal ngikut aja, susah amat."

"Tapi jangan lama-lama, ya, Moa. Soalnya Bang Mara di rumah sendirian, nggak ada yang jagain."

"Terserah gue lah. Tugas lo itu cuma ngikutin gue. Nurut. Nggak usah banyak protes!"

"Tapi—"

"Ngerti? Ngerti nggak? Nggak usah diem aja... Jawab."

"Iya, Moa."

———

Bel pulang sekolah sudah berdering sejak beberapa menit yang lalu. Cakrawala saat ini sedang memasukkan semua alat tulisnya ke dalam tas, begitu juga dengan Moa.

2. NOT ME ✔️ Where stories live. Discover now